پایگاه اطلاع رسانی آیت الله ابراهیم امینی قدس سره

MENCARI-CARI KESALAHAN

MENCARI-CARI KESALAHAN

 

            Mencela orang lain dan mencari-cari kesalahannya tanpa alasan merupakan salah satu kebiasaan manusia yang paling buruk. Masyarakat membenci dan menghindari orang-orang bermasalah yang terbiasa mencari-cari kesalahan orang lain. Adakalanya upaya mencari-cari kesalahan ini menyebabkan permusuhan dan perselisihan. Bila kesalahan seseorang disebut-sebut tatkala dirinya tak ada, maka itu disebut sebagai gunjingan. Adapun bila dilakukan di hadapan orang yang dimaksud, maka itu adalah hinaan yang tak diinginkan siapapun. Agama Islam menggolongkan menggunjing (ghibah) sebagai dosa besar. Terdapat banyak riwayat yang berkenaan dengannya. Sebagai contoh:

            Sewaktu menyampaikan khotbahnya, Rasulullah saw mengatakan dengan nada tegas, “Wahai orang-orang yang mengaku beriman dengan lisannya, namun keimanan belum masuk ke dalam hatinya, janganlah menggunjing dan menjelek-jelekkan kaum Muslim dan janganlah mencari-cari kesalahan mereka. Sebab, terhadap orang yang berusaha mencari-cari kesalahan saudaranya, Allah Swt akan menyingkapkan kesalahannya sendiri dan menjadikannya bahan tertawaan orang lain.”[200]

            Imam Ja`far Shadiq mengatakan, “Barangsiapa mengatakan sesuatu yang menjatuhkan martabat seorang Mukmin, Allah Swt akan mengeluarkannya dari kelompok sahabat-sahabat-Nya dan memasukannya ke dalam kelompok setan yang juga akan menolak menerimanya  sebagai teman.”[201]

            Nabi Islam saw bersabda, “Barangsiapa menggunjing lelaki atau perempuan yang beriman, Allah Swt tak akan  menerima ibadah shalat dan puasanya selama 40 hari, hingga ia dimaafkan orang yang digunjingnya.”[202]

            Imam Ja`far Shadiq mengatakan, “Menggunjing dan mencari-cari kesalahan adalah haram. Semua itu membinasakan amal kebajikan seseorang sebagaimana api membakar minyak.”[203]

Kebiasaan Buruk yang Merata

Sayang, dosa besar semacam ini telah menjadi kebiasaan sehari-sehari masyarakat kita. Kebiasaan tersebut telah mencapai takaran sedemikian, sehingga masyarakat tak lagi menganggap bahwa mereka sedang melakukan dosa menggunjing dan mencari-cari kesalahan selainnya. Misal, seorang ibu menjelek-jelekkan sang ayah, dan sebaliknya, sang ayah berupaya mencari-cari kesalahan sang ibu. Atau para tetangga dan sanak kerabat tak henti-hentinya menyebut-nyebut kesalahan satu sama lain. Dengan demikian, anak-anak yang tak berdosa meniru kebiasaan menjijikkan ini dari orang tua dan lingkungan rumahnya. Anak-anak lalu menggunjing anak-anak yang lain. Akibatnya, ketika tumbuh dewasa, mereka akan sulit mengelak dari kebiasaan buruk ini.

            Beberapa orang tua biasa memanjakan dan memuji anak-anaknya setinggi langit. Sementara, kenyataannya, mereka membutuhkan kejelasan tentang berbagai kekurangan dirinya. Kadangkala orang tua secara keliru memuji si anak tentang sesuatu yang tak dapat diraihnya demi menertawakan kegagalannya.

            Dalam situasi semacam ini, anak-anak mungkin akan berbalik memusuhi orang tuanya. Atau bahkan mereka akan memiliki kebiasaan melakukan kebohongan secara terang-terangan. Mereka juga akan menjadi korban kompleks rendah diri. Karenanya, alangkah lebih baik bila orang tua tidak membicarakan kegagalan anak-anak seraya menertawakannya.

 

[200] Jâmi` as-Sa’âdah, jil.2, hal.203.
[201] ibid., hal.305.
[202] ibid., hal.304.
[203] ibid., hal.305.