پایگاه اطلاع رسانی آیت الله ابراهیم امینی قدس سره

PEMBENTUKAN AKHLAK DAN EMOSI PADA TAHUN PERTAMA DAN KEDUA USIA ANAK

PEMBENTUKAN AKHLAK DAN EMOSI PADA TAHUN PERTAMA DAN  KEDUA USIA ANAK

 

            Mungkin ada sebagian orang beranggapan tahun pertama dan kedua usia anak adalah periode tanpa komunikasi dan kemampuan menerima pendidikan. Mereka mengira pada periode ini program-program pendidikan tidak perlu dan tidak akan memberikan pengaruh, karena pada periode ini otak anak belum cukup berkembang dan belum bisa membedakan yang baik dan yang buruk sehingga belum mampu menerima pendidikan dan mengambil bentuk. Maksudnya, pada periode ini seorang anak belum mampu berbuat apa-apa selain makan, tidur, bernafas, berak, kencing dan menggerakkan tangan dan kaki. Ia belum bisa bicara, belum bisa memahami kata-kata, dan kita pun tidak tahu secara pasti perasaan yang ada dalam jiwanya, sehingga bagaimana mungkin pendidikan dapat memberikan manfaat kepadanya?

            Jelas, anggapan yang seperti ini salah, justru sebaliknya, tahun pertama dan kedua usia anak merupakan periode yang sangat penting dalam kehidupannya, karena pada saat itu ia belum terbentuk sehingga dapat menerima segala bentuk yang diberikan kepadanya. Ketika itu saraf dan otaknya masih belum digunakan sehingga bentuk penggunaannya pertama kali akan sangat berpengaruh besar pada masa depannya. Benar, ketika baru lahir otak seorang anak belum berkembang dengan sempurna, namun sedang berada dalam proses perkembangan. Sejak pertama kali lahir seorang anak senantiasa berada dalam proses mencoba, belajar, mengenal dan berkembang otaknya. Dengan penuh semangat ia berusaha menambah pengetahuannya dan kemudian menyimpannya dalam memorinya, namun itu dilakukan secara perlahan-lahan sesuai dengan batas kemampuan indera, saraf dan otaknya.

            Dalam masa dua tahun banyak sekali kemampuan yang telah diperoleh seorang anak, seperti mengunyah makanan padat, mengontrol dan menyeimbangkan leher, merayap dengan dada, duduk, berdiri, berjalan, berkata-kata, tersenyum, menyelaraskan kedua mata untuk melihat, mengenal segala sesuatu di sekelilingnya, mengenal ayah dan ibu dan orang-orang di sekelilingnya, menoleh ke arah datangnya suara, mengenal berbagai macam warna, mengenal dan memperhatikan anggota badan, mengenal dan membedakan berbagai macam rasa, mengambil sesuatu, dan berpuluh-puluh kemampuan lainnya.

            Pada periode ini juga berkembang berbagai insting dan emosi pada diri anak, seperti rasa lezat, sakit, marah, sayang, rela, kaget, takut, gembira, sedih, suka, benci, prasangka baik, prasangka buruk, rasa percaya diri, perasaan tidak mampu, tenteram  dan gelisah. Emosi-emosi ini dapat diketahui dari gerak dan tingkah laku anak yang dapat kita saksikan.

            Dengan memperhatikan hal-hal ini maka dapat dikatakan bahwa masa dua tahun pertama kehidupan anak adalah masa terpenting dalam hidupnya, dan oleh karena itu pendidikan kepadanya harus sudah dimulai sejak masa ini. Sikap tidak peduli dan tidak memanfaatkan masa yang sangat penting ini akan mendatangkan kerugian yang tidak akan tergantikan. Namun demikian, harus diketahui bahwa metode pendidikan pada periode ini berbeda dengan metode pendidikan pada periode-periode lain, yaitu lebih sulit dan lebih membutuhkan ketelitian, karena untuk mengetahui emosi dan perasaan anak pada masa ini dan juga sampai sejauh mana pengaruh program pendidikan pada diri anak adalah sesuatu yang sulit, sehingga dibutuhkan pengetahuan yang cukup dan tenaga yang ahli.


Ketenangan Anak dan Prasangka-baik kepada Orang Lain

            Anak—terutama bayi—adalah makhluk yang sangat lemah. Ia butuh makanan dan kehangatan namun ia tidak mampu menyediakannya. Ia butuh kebersihan dan perlindungan. Ia benar-benar makhluk yang sangat tergantung kepada orang lain, jika tidak ada orang yang menyediakan makanan dan minuman baginya dan melindunginya dari udara panas dan dingin ia tidak akan dapat melanjutkan hidupnya. Secara umum anak dapat merasakan kebutuhan-kebutuhannya ini, meskipun untuk beberapa waktu ia belum mengenal ayah dan ibunya sebagai orang yang selalu menyediakan segala kebutuhannya. Pada masa ini anak sangat membutuhkan ketenangan perasaan. Jika berbagai kebutuhannya terpenuhi secara lengkap dan teratur ia akan merasa tenang dan aman dan berprasangka baik kepada orang-orang yang ada di sekitarnya, karena ia tahu tatkala ia membutuhkan dengan segera mereka menolongnya. Namun sebaliknya jika ia merasa kebutuhannya kurang terpenuhi ia akan selalu resah dan tidak percaya kepada sekelilingnya, dan ini akan berpengaruh buruk pada jiwa dan tubuhnya dan juga masa depannya.

            Oleh karena itu, seorang ibu dapat memainkan peranan yang sangat penting dalam menenangkan perasaan anak. Jika jadwal pemberian air susu, makan dan tidurnya diatur secara baik, kebersihannya diperhatikan, pakaiannya diganti tepat waktu, dijaga dari udara panas dan dingin dan hal-hal lain yang menyakitkan, tentunya anak akan dapat berkembang dan melanjutkan hidupnya dengan tenang. Pada keadaan ini, rasa percaya diri dan sikap optimis akan tertanam pada jiwanya, dan ini akan berpengaruh besar pada masa depannya.

            Oleh karena itu, dapat kita saksikan, seorang anak hingga akhir hidupnya memiliki rasa ketergantungan kepada ibunya dan mempunyai ikatan batin yang khusus kepadanya, yang tidak diberikan kepada orang lain dan bahkan kepada ayahnya.

            Seorang ayah juga dapat memainkan peranan penting ini bekerja sama dengan ibu. Seorang ayah dapat bekerja sama dengan ibu dalam memberi makan anak, mengganti pakaian dan membersihkannya, dan anak pun akan menganggapnya sebagai sandaran yang penuh kasih dan dapat diandalkan. Tindakan yang seperti ini tidak hanya tidak akan menodai kedudukan seorang ayah tetapi sebaliknya anak akan menganggapnya sebagai tanda sayangnya ayah, sehingga anak pun mempunyai ikatan batin yang kuat dengan ayahnya.

          
Pendidikan Disiplin

            Memelihara disiplin dan keteraturan harus sudah diterapkan sejak awal lahir dan masa menyusu. Untuk meraihnya dapat ditempuh dengan dua cara:

Cara pertama: Menyusun jadwal menyusui dan memberi makan anak. Pada pembahasan lalu telah disebutkan bahwa ibu dapat menyusui anaknya dengan dua cara: dengan jadwal atau tanpa jadwal. Pada cara pertama, ibu menyusun jadwal untuk menyusui dan memberi makan anaknya. Ia hanya menyusui dan memberi makan anaknya sampai kenyang pada jam-jam yang telah ditentukan, sementara di antara waktu-waktu tersebut ia tidak menyusuinya. Dengan cara ini anak menjadi terbiasa dengan jadwal. Dengan cara ini tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan alat pencernaan anak tetapi juga membiasakan anak memelihara kedisiplinan. Sementara pada cara kedua ibu tidak menyusun jadwal untuk menyusui anaknya, tetapi setiap kali anaknya menangis dengan segera ia memberikan tetek kepada anaknya. Dengan cara ini anak dididik dengan ketidakteraturan, setiap kali ia ingin menyusu ia menangis dan baru berhenti manakala ibunya memberinya tetek. Di sini, anak terbiasa dengan keadaan ini, dan ketika sudah besar ia tidak mempunyai keterikatan disiplin dan selalu berharap orang lain berlaku seperti ibunya yang senantiasa membantunya.

Cara kedua: Menyusun jadwal tidur. Seorang anak, dari awal lahir hingga usia dua minggu kebanyakannya berada dalam keadaan tidur atau dalam keadaan di antara bangun dan tidur. Pada masa ini ia lebih membutuhkan istirahat dan ketenangan dibandingkan sesuatu yang lain.

Pada waktu-waktu tertentu susui dia, lalu letakkan kembali supaya istirahat. Pada masa ini seorang anak mirip dengan orang sakit yang baru saja keluar dari kamar operasi, ia lebih memerlukan istirahat dibandingkan sesuatu yang lain. Biarlah seluruh anggota tubuh anak yang masih baru itu istirahat, supaya secara perlahan ia dapat menyesuaikan dengan kondisi lingkungan baru di luar rahim ibunya.

Setelah berjalan beberapa waktu maka waktu tidurnya pun mulai berkurang dan waktu bangunnya bertambah, hingga akhirnya mencapai tingkat keseimbangan. Namun, tidak semua anak mempunyai kondisi yang sama dalam masalah tidur, dan itu disebabkan perbedaan watak. Sebagian anak tidur lebih banyak dan sebagian lagi lebih sedikit. Namun, jika anak dalam keadaan sehat, maka waktu tidurnya lebih banyak dari waktu bangunnya. Sebaiknya ibu tidak mengganggu tidur anak, seberapa lama pun ia ingin tidur. Suara keras speaker, radio, televisi dan segala suara keras dan tiba-tiba lainnya akan berpengaruh buruk kepada saraf dan otak anak, meskipun anak tidak kelihatan menunjukkan reaksi. Sediakanlah tempat yang tenang bagi tidur anak, dengan cahaya kamar yang tidak silau sehingga anak dapat beristirahat dengan cukup.

Susunlah jadwal untuk tidur malam anak supaya ia dapat tidur sampai pagi sehingga tidak mengganggu tidur Anda. Sebelum tidur, berilah ia air susu atau makanan sampai benar-benar kenyang, kemudian letakkanlah ia di ayunan atau tempat tidur. Tetaplah berada di sampingnya hingga ia benar-benar tertidur, dan kalau perlu gerakkan ayunannya dan bersenandung untuknya. Jika tengah malam ia terbangun dan itu merupakan waktunya ia menetek maka susuilah ia, lalu letakkanlah ia kembali ke dalam ayunannya supaya ia tertidur. Namun jika itu bukan saatnya waktu menetek, tengoklah ia tetapi biarkan pada keadaannya hingga ia tertidur. Bisa saja ia hanya mengharapkan perhatian Anda, di sini silahkan Anda bersenandung kembali dan menggerak-gerakkan ayunannya namun jangan biasakan ia dengan hal ini. Jika ia menangis tanpa alasan biarkan ia menangis dan menjauhlah dari sisinya hingga ia tertidur, karena anak juga harus paham bahwa orang lain pun punya hak istirahat sehingga ia tidak boleh seenaknya mengganggu mereka. Namun ini dilakukan hanya jika ia menangis tanpa alasan, adapun jika ia menangis karena merasa sakit atau popoknya basah maka yang pertama dilakukan ialah menghilangkan sesuatu yang mengganggunya lalu meletakkannya kembali ke dalam ayunan.

Pada jam-jam tertentu di siang hari juga—sebelum dan sesudah zuhur—letakkan anak di kamar yang tenang supaya tidur, karena saraf anak yang masih lemah membutuhkan istirahat yang lebih banyak. Bisa saja karena sudah main ia tidak punya selera untuk tidur, namun dengan sedikit usaha dan kesabaran secara perlahan ia akan terbiasa dengan keadaan ini. Dengan melaksanakan jadwal ini saraf-saraf anak memperoleh ketenangan, ia dibiasakan memelihara aturan, dan Anda juga dapat mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah.


Kebersihan

            Pada dua tahun pertama kehidupannya seorang anak belum mengerti arti kata-kata dan belum dapat membedakan yang baik dan yang buruk. Oleh karena itu, nasihat untuk menjaga kebersihan, mendorong dan mengingatkannya akan kebersihan tidak akan berpengaruh kepadanya. Satu-satunya yang dapat dilakukan ibu pada masa ini ialah memelihara kebersihan anaknya. Seorang anak yang masih menyusu, terkadang disebabkan tidak selera atau mendengar suara, melepaskan tetek ibu pada saat sedang menyusu, sehingga air susu mengenai kepala, muka dan bajunya. Atau, jika ia sudah makan makanan, terkadang ia mencelupkan tangannya ke dalam makanan lalu mengoleskannya ke muka dan bajunya. Memperingatkan anak untuk tidak melakukan hal ini tidak ada gunanya. Yang perlu dilakukan ibu pada saat menyusui atau memberi makan anaknya ialah mengenakan kain serbet pada bajunya supaya bajunya tidak kotor. Atau bisa juga ibu memegang sapu tangan, lalu secara teratur membersihkan muka, tangan dan baju anak, sehingga dengan cara ini secara perlahan anak akan mengerti bahwa setiap kali tangan, muka dan pakaiannya kotor maka harus dibersihkan. Dengan cara begitu, sejak saat itu anak sudah dibiasakan untuk menjaga kebersihan. Demikian juga setiap pagi seorang ibu harus mencuci tangan dan muka anaknya, dan setiap kali tangan dan muka anaknya kotor ia harus membersihkannya.


Mendidik Anak Independen dan Percaya Diri

            Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pada dua tahun pertama kehidupannya seorang anak sangat bergantung kepada orang lain dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Ia membutuhkan orang-orang yang melindunginya dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, supaya ia dapat berkembang dalam lindungan dan pelukannya.

            Sebaik-baiknya orang yang dapat memenuhi kebutuhan alami seorang anak adalah kedua orangtuanya terutama ibunya. Namun perlu diperhatikan poin yang sangat penting ini, yaitu meskipun seorang anak tidak akan dapat melanjutkan hidupnya dengan tanpa adanya tempat berlindung yang dapat dipercaya namun pada saat yang sama ia harus dididik untuk independen dan percaya diri, dan ini harus sudah dimulai sejak masa ini. Masalah ini sangat penting dan harus menjadi bagian dari program kedua orangtua.

            Pada masa ini anak sudah banyak belajar tentang berbagai hal, seperti mengambil sesuatu, mengucapkan beberapa kata, duduk, merayap dengan dada, berdiri dan berjalan, meletakkan makanan ke dalam mulut, dan lain-lain.

            Ketika ibu merasa anaknya telah siap untuk melakukan sesuatu dan ia ingin melakukannya maka ibu harus menyemangatinya namun jangan mencampurinya, biarkan ia melakukannya sendiri. Jika ia tidak dapat melakukan dengan baik, biarkan ia mencoba sehingga bisa, dan jika diperlukan ibu dapat membantu dan mengarahkannya. Namun tidak baik ibu menggantikan anak melakukannya. Sebagai contoh, jika ibu merasa anaknya ingin mengambil sendok dan meletakkan makanan ke mulutnya, ibu harus membiarkan anaknya memakan makanan sesuai dengan keinginannya, sehingga dengan begitu akan tumbuh rasa percaya diri pada diri anak. Namun, tentunya ibu boleh mengajarkan cara memegang sendok dan mengangkat makanan kepada anaknya, Jangan sampai dengan alasan supaya tidak kotor seorang ibu melarang anaknya makan sendiri.

Secara umum, seorang ibu, pada setiap pekerjaan yang ingin dilakukan anaknya harus berfungsi sebagai pembimbing dan pembantu, bukan ibu sendiri yang melakukannya. Dengan cara ini seorang ibu dapat menumbuhkan sikap independen dan rasa percaya pada diri anaknya.

Perlu kami ingatkan bahwa potensi anak berbeda-beda, dan secara perlahan-lahan potensi itu akan tumbuh namun tidak semua anak punya keadaan yang sama. Sebagian anak lebih cepat siap untuk melakukan suatu pekerjaan sementara sebagian lainnya lebih lambat. Tunggulah hingga munculnya tanda-tanda kesiapan anak, setelah itu baru Anda dorong dan Anda bantu anak Anda untuk melakukan pekerjaan tersebut. Tidak boleh tergesa-gesa dalam masalah ini, dan jangan Anda bandingkan anak Anda dengan anak-anak yang lain. Jangan sampai sebelum munculnya tanda-tanda kesiapan Anda memaksa anak Anda untuk melakukan suatu perbuatan, karena bisa saja disebabkan tidak memiliki kesiapan ia akan merasa lemah dan tidak mampu, dan itu akan berakibat buruk bagi perkembangan jiwanya.


Saling Bertukar Kasih Sayang

            Cinta dan kasih sayang adalah sebuah kebutuhan alami bagi manusia, dan kehidupan yang tidak disertai kasih sayang adalah kehidupan yang dingin, kering dan melelahkan. Setiap manusia ingin dicintai orang lain dan merasa senang manakala ada orang yang menampakkan kasih sayang kepadanya. Sebaliknya, ia juga harus menyayangi orang dan menampakkan kecintaan kepadanya, supaya pondasi cinta menjadi kokoh dan hidup menjadi indah.

            Sikap saling menyayangi harus sudah mulai ditanamkan sejak masa kanak-kanak. Sebaik-baiknya orang yang dapat memenuhi kebutuhan emosional ini adalah kedua orangtua terutama ibu. Pada saat seorang anak berada dalam dekapan ibu, meminum susu dari teteknya, dan menerima ciuman dan belaian hangat darinya, ia merasa dicintai, dan ia menganggap perlindungan, senandung dan senyuman ibu sebagai salah satu tanda kasih sayang ibu kepadanya. Meski untuk beberapa waktu ia belum bisa menemukan bagaimana cara menampakkan kepuasan dan membalas kasih sayang, namun setelah beberapa waktu ia menemukan cara, yaitu dengan senyuman manis ia menampakkan balasan kasih sayangnya. Dengan melihat wajah ibu dan dengan mendengar suara dan senandungnya ia pun tersenyum dan menggerakkan kaki dan tangannya minta digendong. Dengan cara ini pada diri anak ditanamkan sikap untuk membalas kasih sayang yang diberikan. Seorang ayah pun dapat memainkan peranan yang penting ini.                 

Mendidik Kecenderungan Sosial Anak

            Sejak awal kehidupannya seorang anak secara umum telah mengetahui adanya sesuatu di luar dirinya yang memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, namun belum memiliki pengenalan secara pasti dan belum bisa membedakan, tetapi secara umum ia mempunyai pandangan yang baik kepadanya.

            Sedikit demi sedikit perhatiannya kepada benda dan orang dan kemampuan membedakan masing-masingnya semakin bertambah. Pada akhir bulan ketiga ia sudah dapat mengenal ayah dan ibunya dan sudah dapat membedakannya dari yang lain. Semakin ayah dan ibu dekat kepadanya, dan banyak mengajaknya berbicara, maka semakin cepat pula anak merasa dekat dengan lingkungan sekelilingnya dan mempunyai pandangan yang baik tentang mereka, lalu ia pun menunjukkan reaksi balik dengan tersenyum.

            Supaya kecenderungan sosial anak menjadi kuat dan ia tidak jadi penyendiri, maka di samping dengan ayah dan ibu ia pun perlu berhubungan dengan orang lain. Biar ia digendong dan dicium orang lain, dan menampakkan kesenangan kepada orang lain. Alangkah baiknya jika ayah dan ibu sekali-kali membawa anaknya ke rumah kerabat atau tetangga mereka supaya anaknya mengenal wajah-wajah mereka. Baik juga jika sewaktu-waktu, dalam waktu yang tidak berapa lama anak dititipkan kepada orang lain. Semakin ia sering berhubungan dengan orang banyak maka semakin dekat ia dengan masyarakat dan mempunyai pandangan yang positif tentang mereka, dan keadaan ini tentunya akan sangat berpengaruh pada masa depannya.


Marah

            Pada diri manusia terdapat insting marah, yang kelihatannya termasuk salah satu emosi yang jelek. Padahal, pada dasarnya, marah bukan hanya tidak jelek bahkan pada beberapa keadaan termasuk sesuatu yang diperlukan dalam hidup. Yang jelek ialah marah yang bukan pada tempatnya dan marah yang berlebihan.

            Pada bulan-bulan pertama usia anak belum terlihat tanda-tanda emosi marah pada diri anak, namun setelah usia enam bulan ke sana terjadi perubahan pada perilaku anak dan akan tampak tanda-tanda adanya emosi marah pada dirinya. Pada akhir tahun pertama anak akan menunjukkan lebih banyak lagi emosi marah. Anak yang sedang marah warna kulit wajahnya memerah, menangis, berteriak, memukul-mukulkan kakinya ke tanah, berguling-guling di tanah, jika di tangannya ada sesuatu ia akan melemparkannya, memukul-mukul wajah ayah, ibu atau saudaranya.

            Emosi marah anak dapat terjadi karena beberapa sebab:

1.            Orangtuanya bersikeras tidak memenuhi keinginan dan permintaannya.

2.            Kurang tidur dan terlalu lelah.

3.            Perlakuan berbeda dalam anggapannya yang dilakukan ayah dan ibu di antara ia dengan kakak atau adiknya.

4.            Adanya rasa sakit dan ketidaknyamanan yang dirasakan anak dan tidak adanya perhatian ayah dan ibu untuk menghilangkan rasa sakit itu.

5.            Mainan, sepatu atau pakaiannya dipakai atau diambil oleh anak lain.

6.            Anak dipaksa melakukan pekerjaan yang tidak disukainya.

Pada kondisi-kondisi ini anak menjadi marah dan menampakkan kemarahannya dengan berbagai cara. Lantas, jika ia mendapatkan hasil dari tindakannya ini maka insting marahnya pun akan bertambah kuat dan akan berubah menjadi watak baginya.

Oleh karena itu, sejak masa kanak-kanak ayah dan ibu harus berpikir untuk mengontrol dan menyeimbangkan insting marah anaknya. Sebagai contoh, ia harus berusaha semaksimal mungkin mencegah terjadinya sebab-sebab yang akan memicu kemarahan anak atau berusaha meredakan rasa marahnya jika sudah terjadi, menyuruhnya istirahat dan tidur tepat pada waktunya, memperhatikan air susu, makanan dan pakaiannya, menjauhi sikap perlakuan berbeda, berusaha menghilangkan segala hal yang mengganggunya, jangan biarkan anak-anak lain memakai atau memainkan mainan dan pakaiannya, dan memenuhi permintaannya yang masuk akal dan dapat dipenuhi.

Akan tetapi, jika anak meminta sesuatu yang tidak pada tempatnya atau meminta sesuatu yang tidak dapat dipenuhi, lalu ia marah dan berteriak-teriak, dengan tujuan supaya keinginannya dipenuhi, di sini orangtua harus bertahan tidak memenuhinya karena jika tidak niscaya ia akan terbiasa dengan perilaku buruk ini, dan di masa depan untuk mencapai tujuannya ia akan selalu menggunakan cara ini.

Seorang ilmuwan mengatakan,

“Pada usia dua belas bulan seorang anak sudah tahu perkara yang baik dan perkara yang buruk. Pada saat-saat tertentu terkadang ia marah, dalam keadaan ini langkah terbaik dalam menghadapinya ialah dengan tetap menjaga sikap tenang. Anda bisa keluar dari kamar dengan tenang dan membiarkannya sendirian, dengan begitu dengan cepat sikap marahnya akan mereda, karena tidak ada orang di sisinya yang memperhatikannya.”[176]


Takut

            Takut, kelihatannya termasuk salah satu sifat tidak baik yang sedikit banyaknya terdapat pada diri anak-anak dan seluruh manusia. Tidak diketahui dengan pasti sejak kapan rasa takut muncul pada diri anak. Ada yang mengatakan bahwa anak pada umur sekitar empat bulan merasa takut manakala melihat orang atau lingkungan yang tidak dikenalnya. Namun, pada usia delapan bulan tanda-tanda rasa takut sudah dapat terlihat dengan jelas pada dirinya. Sebagian berpendapat bahwa segera setelah lahir rasa takut sudah ada pada diri anak meskipun tanda-tandanya belum tampak kelihatan.

            Namun, pada dasarnya, rasa takut bukan hanya tidak berbahaya tetapi justru diperlukan untuk keselamatan dan kelangsungan hidup manusia. Manusia harus takut pada musuh, bahaya yang mengancam dan penyakit supaya dengan begitu ia menghindarinya. Yang tercela adalah rasa takut yang tidak pada tempatnya dan berlebihan. Orangtua tidak boleh melarang anaknya dari rasa takut yang nyata dan logis bahkan sebaliknya pada keadaan-keadaan tertentu ia harus memperingatkan anaknya dari hal-hal yang membahayakan.

Anak harus takut dekat-dekat dengan api, air mendidih, kabel listrik, tabung gas, binatang buas dan berbisa, berlari di tengah jalan, naik ke atas genting, menyalakan korek api, bermain dengan benda tajam dan hal-hal lain yang membahayakan, supaya dirinya terjaga dari bahaya. Ayah ibu harus mengawasi anaknya dan menjauhkan benda-benda berbahaya dari jangkauan anaknya. Alhasil, sedapat mungkin mereka harus memperingatkan anaknya untuk tidak mendekati segala sesuatu yang membahayakan, dan memberikan pengertian kepada mereka akan kemungkinan bahaya yang akan timbul.

            Namun, orangtua sejak masa kanak-kanak harus sudah mencegah timbulnya rasa takut yang tidak masuk akal pada diri anaknya, seperti rasa takut kepada jin dan peri, takut kepada kegelapan, takut kepada kucing dan takut kepada tikus.

            Perlu diketahui, sampai usia tertentu seorang anak tidak merasa takut kepada benda-benda yang membahayakan bahkan kepada binatang berbisa sekalipun, justru ia mendapatkan rasa takut kepada benda-benda yang semacam ini dari ayah dan ibunya dan dari orang-orang yang ada di sekelilingnya. Mereka inilah yang dengan menampakkan rasa takutnya telah mengajarkan rasa takut itu kepada anak, dan juga sekaligus jalan untuk menghindarinya. Sebagai contoh, jika di hadapan anak Anda tidak menampakkan rasa takut kepada binatang-binatang yang tidak berbisa atau berdiam di tempat yang gelap, tidak berbicara tentang jin dan siluman, maka rasa takut yang seperti ini tidak akan tertanam pada diri anak. Sebagian kalangan ahli ilmu jiwa berpendapat bahwa suara keras dan tiba-tiba juga merupakan salah satu penyebab anak menjadi takut, oleh karena itu alangkah baiknya jika sedapat mungkin orangtua mencegah terjadinya yang demikian.


Mengembangkan Kecerdasan

            Masing-masing anak berbeda dari sisi kecerdasan. Sebagian anak sangat cerdas, sebagian lagi sedang dan sebagian lainnya kurang. Beberapa minggu setelah lahir, tanda-tanda perbedaan ini akan tampak. Bentuk saraf dan otak anak diwarisi dari ayah dan ibunya atau salah satu dari kakeknya, dan oleh karena itu tingkat kecerdasan masing-masing anak berbeda. Namun, faktor genetik bukan merupakan satu-satunya faktor bagi kecerdasan, tetapi lingkungan pendidikan terutama perilaku ayah dan ibu dan orang-orang yang ada di sekelilingnya juga sangat berpengaruh kepada tingkat perkembangan kecerdasan anak.

            Setiap anak yang dilahirkan dengan masing-masing wataknya, dalam lingkungan yang berbeda akan mengalami tingkat perkembangan kecerdasan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, sampai batas tertentu pendidikan dapat memberikan pengaruh pada tingkat kecerdasan anak, meskipun tidak semua anak sama, dan faktor-faktor lain juga tidak bisa diabaikan.

            Perkembangan akal anak sudah dimulai sejak pertama kali ia lahir, karena hubungan ia dengan dunia luar telah dimulai sejak saat itu. Pada masa dua tahun pertama kehidupannya ia mengenal benda-benda dan orang-orang, belajar banyak hal, memperoleh banyak pengalaman dan kemudian menyimpan hasilnya dalam ingatannya. Secara terus menerus rasa ingin tahu anak semakin bertambah dan ia terus berusaha menambah pengetahuan yang dimilikinya. Namun demikian, kondisi lingkungan tempat ia tinggal juga berpengaruh pada tingkat kecerdasannya.

            Oleh karena itu, pengembangan kecerdasan anak harus sudah mendapat perhatian sejak ia lahir, dan berbarengan dengan munculnya secara perlahan berbagai potensi anak harus sudah disiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk perkembangannya, sehingga dengan begitu tersedia lahan bagi perkembangan otaknya. Seorang ibu, dengan berkata-kata, memandang dan tersenyum ke wajah anak telah membantu memperkuat kemampuan mengenal dan membedakan anak, sehingga dengan begitu anak dapat mengenal ibunya, kenal dengan suaranya, dapat membedakan wajahnya dari wajah-wajah yang lain, dan dengan melihat wajah ibunya ia merasa gembira.

Memberikan mainan yang sesuai, dengan warna-warna yang menarik dan bermacam-macam, dalam ukuran besar dan kecil, yang dapat mengeluarkan suara, bergerak, dalam bentuk berbagai binatang atau perkakas rumah, sangat bermanfaat bagi peningkatan kecerdasan anak. Karena dengan begitu anak dapat mengenal berbagai macam warna, berbagai macam suara, ukuran besar dan kecil sesuatu, rupa-rupa binatang dan perkakas rumah, dan dengan begitu tentunya kecerdasan anak akan meningkat.

Kita harus memberikan kebebasan kepada anak supaya ia dapat bermain mainan sesuai dengan kehendaknya dan menambah pengetahuan dengan berbagai percobaan yang dilakukannya. Sebaiknya orangtua tidak ikut campur pada apa yang dilakukan anak. Namun demikian, orangtua dapat bermain dengannya sebagai teman bermain dan membantunya pada saat-saat diperlukan.

Perlu kami ingatkan di sini, Anda tidak harus menyediakan mainan-mainan yang mahal bagi anak, karena anak mau bermain dengan mainan apa pun yang disediakan. Anda dapat membeli untuknya mainan yang murah atau membuatnya sendiri. Anak-anak suka sekali bermain dengan batu, tanah dan air, dan oleh karena itu Anda jangan melarangnya.

Rasa ingin tahu adalah sebuah naluri bagi anak. Sebagai contoh, setiap kali ada benda di tangannya maka ia akan memasukkannya ke mulutnya, menggerakkannya, melemparnya, memencetnya atau merobeknya. Di sini, selama tidak mendatangkan bahaya, Anda harus memberinya kebebasan untuk mencoba dan menambah pengetahuannya.

Ketika ia sudah cukup besar dan punya kemampuan bergerak, dengan antusias ia akan bergerak ke sana ke mari, menjangkau segala yang dilihat, dan menumpahkan segala sesuatu. Di sini pun, sedapat mungkin Anda harus memberinya kebebasan kepadanya untuk melakukan percobaan, menambah pengetahuannya dan meningkatkan kecerdasannya. Di sini, tentunya, Anda harus menjauhkan benda-benda berbahaya dan benda-benda berharga yang mudah pecah dari jangkauannya.

Alhasil, secara umum dapat dikatakan bahwa anak adalah makhluk yang punya rasa ingin tahu yang besar, sejak pertama lahir ia senantiasa berada dalam proses memahami, mengenal dan mencoba. Pada mulanya lingkaran kawasan rasa ingin tahunya masih terbatas dan lemah, namun semakin ia besar dan menjangkau fasilitas yang lebih banyak maka lingkaran kawasan rasa ingin tahunya pun semakin bertambah luas. Di sini, ayah dan ibu dapat membantu mengembangkan kecerdasannya.


Pendidikan Agama

            Perlu menjadi pembahasan, apakah pada dua tahun pertama dari kehidupan anak pendidikan agama mempunyai pengaruh? Mungkin ada sebagian ilmuwan yang beranggapan bahwa pendidikan agama pada periode ini tidak mungkin dilakukan. Mereka berargumentasi:
Fase Pertama:

Pada periode ini—bahkan untuk beberapa tahun ke depan—pemahaman tentang Tuhan dan agama merupakan sesuatu yang belum bisa dibayangkan oleh anak, sehingga tidak mungkin kita dapat menjelaskan masalah-masalah agama kepadanya.
Fase Kedua:

Pada periode ini anak bukan hanya belum mempunyai kemampuan akal dan kecerdasan yang cukup tetapi sampai batas-batas tertentu indera lahirnya juga belum mampu untuk mengindera. Ia belum menunjukkan reaksi terhadap bunyi, berarti ia belum mendengar. Kedua matanya belum selaras untuk melihat, berarti ia belum punya kemampuan untuk melihat. Setelah berjalan beberapa waktu baru ia punya kemampuan untuk mengindera namun belum mampu membedakan suara-suara dan belum mengenal orang dan benda, lalu setelah beberapa waktu kemudian kekurangan ini pun teratasi namun ia belum bisa memahami arti kata dan kalimat, baru pada tahun kedua secara bertahap ia mengenal arti kata-kata.

            Dari penjelasan ini mereka menarik kesimpulan bahwa pendidikan agama belum dapat diberikan pada tahun pertama dan kedua dari kehidupan anak dan harus ditunda untuk masa-masa berikutnya. Namun, Islam punya keyakinan bahwa pendidikan agama telah dapat dan bahkan harus sudah dilakukan sejak pertama kali anak lahir. Islam punya keyakinan bahwa anak sejak masa lahirnya telah punya perhatian terhadap Tuhan.

            Rasulullah saw bersabda, “Jangan pukul anakmu karena menangis, karena tangisannya selama empat bulan pertama adalah kesaksian bahwa tidak ada tuhan selain Allah, empat bulan berikutnya berisi shalawat dan doa kepada Rasulullah saw dan empat bulan berikutnya lagi adalah doa bagi ayah dan ibunya.”[177]

            Benar, bahwa pada periode ini anak belum mengenal orang. belum mengetahui arti kata dan belum mempunyai pemahaman tertentu tentang Tuhan, namun secara fitrah ia mengerti tentang dua hal: pertama, ia mengetahui benar akan kebutuhan dan ketidakmampuannya. Sebagai contoh, ia tahu bahwa ia lapar dan membutuhkan makanan, di sisi lain ia juga tahu bahwa kebutuhannya itu hanya dapat diperoleh dari luar, dan ia juga tahu bahwa di luar ada tempat berlindung yang mahakaya dan dapat memenuhi kebutuhannya, oleh karena itu ia menangis meminta tolong kepada kekuatan hebat tersebut.

            Seorang anak, pada periode ini belum mengenal seseorang—bahkan belum mengenal ibunya sendiri, dan ia belum tahu bahwa ibunyalah yang memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Bahkan, pada periode ini ia sama sekali belum bisa membedakan di antara benda-benda dan belum mengetahui jumlah. Pada periode ini, secara fitrah dan secara umum ia mengetahui adanya suatu Wujud Mutlak yang Mahakaya yang menjadi tempatnya berlindung, dan dengan perantaraan menangis ia meminta kepada-Nya memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

            Kedua, Islam berkeyakinan bahwa pendidikan agama yang diberikan sejak lahir akan sangat bermanfaat, dan Islam sangat menganjurkan para pengikutnya mengenai hal ini.

            Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as meriwayatkan bahwa Rasulullah saw telah bersabda, “Siapa saja yang mendapatkan anak yang baru lahir hendaknya ia mengumandangkan azan di telinga kanannya dan iqamah di telinga kirinya, karena yang demikian akan menjadikan anaknya terjaga dari setan.” Rasulullah saw juga menganjurkan Imam Ali as untuk melakukan hal ini kepada anaknya Hasan dan Husain, di samping juga membacakan surah al-Fatihah, ayat kursi, ayat-ayat terakhir dari surah al-Hasyr, surah al-Ikhlash, surah al-Falaq dan an-Nas ke telinga keduanya.[178] 

            Sebagaimana dapat Anda saksikan bahwa dalam hadis ini Rasulullah saw menganjurkan kepada para bapak untuk mengumandangkan azan dan iqamah dan membacakan ayat-ayat al-Quran ke telinga anaknya yang baru lahir, yang dengan ini berarti pendidikan agama telah dimulai sejak saat itu, dan jiwa anak yang masih bersih dan begitu juga saraf dan otaknya yang masih lembut, pada awal kehidupannya telah dikenalkan kepada suara lembut kumandang azan dan iqamah dan bacaan ayat-ayat al-Quran.

            Perlu kami jelaskan di sini, benar bahwa pada periode ini seorang anak belum mengerti arti kata dan kalimat, dan sampai batas-batas tertentu inderanya belum bisa membedakan perbedaan-perbedaan suara dan bentuk, namun demikian saraf dan otaknya sudah memiliki kesiapan untuk menerima pengaruh, sehingga tidak dapat dikatakan bahwa ia sama sekali tidak terpengaruh oleh apa-apa yang dilihatnya dan apa-apa yang didengarnya, justru sebaliknya semua itu akan berpengaruh pada saraf, otak dan jiwa anak. Meskipun anak belum dapat memahami artinya namun secara perlahan-lahan ia akan dapat mengenal dan memahaminya, dan sangat mungkin pengenalan ini akan berpengaruh pada masa depannya.

Seorang anak yang pada masa awal kehidupannya dan kehidupan selanjutnya dididik dalam sebuah lingkungan agamis dan telinganya sudah terbiasa dengan bacaan al-Quran dan nama Allah, begitu juga matanya sudah terbiasa melihat kegiatan-kegiatan keagamaan, akan berbeda dengan seorang anak yang dididik dalam lingkungan yang rusak dan telinganya terbiasa mendengar lagu-lagu yang tidak mendidik serta matanya terbiasa melihat pemandangan-pemandangan yang rusak. Jelas, anak yang pertama akan lebih mempunyai kesiapan untuk menerima pendidikan agama selanjutnya dibandingkan anak yang kedua. Sebaliknya, anak yang kedua akan lebih mempunyai kesiapan untuk menerima pendidikan yang jelek dibandingkan anak yang pertama.

            Oleh karena itu, para orangtua tidak bisa bersikap acuh terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa awal kehidupan anaknya. Untuk itulah Islam tidak memperbolehkan pasangan suami istri melakukan hubungan badan di hadapan anaknya. Sebagai contoh, Rasulullah saw melarang suami istri melakukan hubungan badan pada saat anaknya yang berada dalam ayunan melihatnya.[179]
Fase Ketiga: Pendidikan pada Tahun Kedua Keatas (Pendidikan Jasmani)

Pendidikan anak dari tahun kedua keatas dapat dibagi kepada dua bagian: pendidikan jasmani dan pendidikan kejiwaan. Pendidikan jasmani mencakup beberapa masalah: pemberian makan anak, jenis makanan yang diberikan, jumlah makanan yang diberikan, menjaga keteraturan dalam makan, kebersihan dan kesehatan anak, pendidikan pancaindera dan pendidikan naluri seksual, yang insya Allah akan kita bahas satu persatu:


Pemberian Makan Anak                   

            Meskipun hakikat manusia adalah jiwanya dan tujuan asli dari pendidikan  adalah mendidik sifat-sifat kesempurnaan jiwa namun dimensi jasmani anak juga tidak boleh diabaikan. Karena untuk bisa menyempurnakan jiwanya manusia harus hidup dan sehat. Di samping itu, antara jiwa manusia dan jasmaninya terdapat hubungan yang sangat erat di mana satu sama lainnya saling mempengaruhi. Kecerdasan yang baik dan sifat yang terpuji dapat tumbuh pada saraf dan tubuh yang sehat. Saraf yang lemah menjadi sumber bagi akhlak yang buruk. Oleh karena itu, salah satu kewajiban terpenting kedua orangtua ialah menjaga perkembangan jasmani dan anggota tubuh anaknya secara benar dan berusaha sekuat tenaga memelihara kesehatannya.

            Dalam mengembangkan jasmani anak ada dua masalah penting yang harus menjadi perhatian para orangtua: Pertama, memberi makan anak secara benar, dan kedua, menjaga kebersihan anak. Di sini, kami tidak akan membahas kedua masalah ini secara panjang lebar, kami hanya akan menyebutkannya secara ringkas, namun para orangtua atau pendidik dapat membaca buku-buku yang telah ditulis secara khusus mengenai masalah ini.


Jenis Makanan yang Diberikan        

            Sebelumnya kedua orangtua harus tahu bahwa tujuan dari makan bukanlah semata-mata untuk kelezatan atau kenyang melainkan yang menjadi tujuan pokok ialah memenuhi zat-zat makanan yang dibutuhkan tubuh sehingga seseorang dapat hidup dengan sehat. Anggota tubuh manusia membutuhkan zat-zat makanan yang bermacam-macam, seperti zat gula, zat lemak, protein, macam-macam vitamin, dan macam-macam mineral seperti kalsium, fosfor, zat besi, magnesium, sodium dan zat-zat lainnya. Untuk dapat tumbuh dengan sehat dan sempurna tubuh manusia memerlukan semua zat ini, kekurangan salah satu dari zat-zat di atas dapat membahayakan kesehatannya.

            Zat-zat di atas banyak terdapat pada jenis biji-bijian, sayur-sayuran, buah-buahan, susu, telur ayam dan daging. Oleh karena itu, makanan sempurna adalah makanan yang mengandung semua zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh. Dalam memberikan makanan kepada anaknya orangtua memperhatikan tujuan ini, dan untuk itu mereka harus membuat program. Mereka harus memberi anaknya makanan yang sempurna dan beraneka ragam, sehingga secara perlahan-lahan anaknya terbiasa dengan jenis-jenis makanan ini. Hendaknya mereka senantiasa memberikan pengertian kepada anaknya bahwa tujuan dari makan bukanlah semata-mata untuk kenyang dan enak melainkan yang terpenting ialah memenuhi semua zat makanan yang dibutuhkan tubuh dan menjaga kesehatan.


Jumlah Makanan   

             Tubuh manusia memerlukan makanan dalam jumlah tertentu. Sebagaimana kekurangan makanan akan membahayakan kesehatan manusia, perilaku kebanyakan makan juga dapat membahayakan kesehatannya dan dapat menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit. Dalam memberikan makan kepada anaknya orangtua harus memperhatikan keseimbangan, yaitu hanya memberi makan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan anaknya dan tidak membiasakannya makan sampai terlalu kenyang. Sayangnya, kita orang-orang Iran dan orang-orang Arab sudah terbiasa dengan banyak makan, padahal jika sejak awal kita hanya makan sesuai dengan kebutuhan niscaya kita terbiasa dengan sedikit makan. Sementara penduduk beberapa negara, seperti Pakistan, India, Banglades, negara-negara Afrika, Jepang dan China, mereka terbiasa dengan sedikit makan. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika anak dibiasakan untuk tidak makan sebelum benar-benar lapar, dan pada saat makan, sebelum ia benar-benar kenyang dan masih ingin memakan beberapa suap lagi ia berhenti makan.

            Islam juga meyakini perbuatan banyak makan akan mendatangkan berbagai macam jenis penyakit, dan melarang pengikutnya untuk melakukannya.

            Imam Ja`far Shadiq as berkata, “Mau tidak mau manusia harus makan untuk menjaga kesehatan dan kelangsungan hidupnya. Maka, jika seseorang makan hendaknya sepertiga perutnya untuk makanan, sepertiga untuk air dan sepertiga lagi untuk bernafas. Janganlah engkau menggemukkan dirimu seperti babi sembelihan.”[180]     

            Rasulullah saw bersabda, “Hindari makan terlalu kenyang, karena yang demikian itu akan merusak pencernaan, mendatangkan penyakit dan membuat malas dalam beribadah.”[181]

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, “Sedikit sekali orang yang banyak makan namun tidak sakit.”[182]

Pada hadis lain Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, “Dalam keadaan kenyang terus menerus menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit. Hindari makan terlalu kenyang, karena seseorang yang selalu makan terlalu kenyang akan mempunyai banyak penyakit dan tidurnya gelisah.”[183] 

Rasulullah saw bersabda, “Makanlah ketika lapar, dan berhentilah sebelum kenyang.”[184]

Bahkan, dalam Islam makan terlalu kenyang termasuk perbuatan israf, karena makanan yang melebihi kebutuhan badan tidak bermanfaat, malah justru membahayakan.

Allah Swt berfirman, Makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan (QS. al-A`raf:31).

Imam Ali Ridha as berkata, “Makanlah makanan seukuran yang dibutuhkan tubuhmu. Siapa saja yang makan melebihi ukuran kebutuhannya maka makanan itu tidak akan bermanfaat baginya, dan barangsiapa yang makan seukuran yang dibutuhkan—tidak lebih tidak kurang—maka makanan itu akan bermanfaat baginya. Demikian juga dengan air. Oleh karena itu, caranya ialah pada waktu makan makanlah makanan seukuran yang dibutuhkan dan berhentilah pada saat masih ingin makan. Karena yang demikian ini akan lebih bermanfaat bagi pencernaan dan tubuhmu, akan lebih berguna bagi pikiranmu dan akan lebih ringan bagi tubuhmu.”[185]


Makan Secara Teratur 

            Sebaiknya seseorang makan secara teratur pada waktu-waktu tertentu dan di antara waktu-waktu tersebut tidak makan kecuali sedikit buah, teh atau biskuit. Menjaga jadwal makan sangat bermanfaat bagi kesehatan alat pencernaan dan menghindari kita dari berbagai penyakit. Sebaiknya, seorang anak pun sejak awal sudah dibiasakan makan secara teratur pada jam-jam tertentu. Karena yang demikian itu di samping bermanfaat bagi alat pencernaannya juga secara umum membiasakannya dengan keteraturan. Namun tentunya berapa kali seorang anak makan dalam sehari berbeda-beda sesuai dengan umurnya. Sebagai contoh, dari pertama kali lahir hingga usia beberapa bulan hendaknya jarak waktu makan yang satu ke waktu makan berikutnya tidak terlalu lama, namun semakin ia besar maka jeda waktunya semakin lama dan berapa kali makannya semakin sedikit, hingga akhirnya dalam waktu 24 jam ia hanya makan sebanyak tiga kali.


Jangan Memaksa Anak Makan   

Manusia, ketika lapar akan mencari makanan dan memakan makanan apa saja yang ia temukan hingga merasa kenyang. Sebagian orangtua, dikarenakan sayang kepada anaknya berusaha memberi makan kepada anaknya sebanyak mungkin, padahal tidak harus demikian. Karena makan adalah kebutuhan alami bagi manusia, kapan saja ia merasa lapar ia akan mencari makanan, buat apa memaksa anak untuk makan dan untuk apa memaksa anak supaya memakan makanan tertentu? Yang harus Anda lakukan ialah menyediakan makanan yang diperlukan dan sesuai bagi anak Anda, biarkan saja ia, karena kapan saja ia ingin ia akan memakannya. Tidak usah khawatir, tidak usah memelas kepadanya, apalagi memaksanya dengan cara memukulnya.


Memelihara Kesehatan dan Mengobati Anak 

            Seorang anak adalah makhluk yang lemah, ia tidak mampu menghadapi serangan berbagai macam penyakit. Seorang anak sangat rentan terserang berbagai macam penyakit yang dapat membahayakan keselamatan dirinya.

Pada periode yang genting ini ia sangat memerlukan orang-orang yang dapat menjaga fisik dan jiwanya dari berbagai faktor penyakit. Untuk itu, tidak ada orang yang lebih pas mengemban tanggung jawab ini selain dari kedua orangtuanya, karena merekalah yang telah menyebabkan ia lahir ke dunia ini, dan tentunya mereka akan menerima tanggung jawab ini dan akan berusaha sekuat tenaga dalam menjaga kesehatannya, dan kemudian mempersembahkan seorang individu manusia yang sehat dan kuat kepada masyarakat.

Jika mereka melaksanakan tanggung jawab ini dengan baik niscaya mereka akan menerima ganjaran di dunia ini dan di akhirat kelak. Namun, sebaliknya, jika mereka tidak melaksanakan kewajiban mulia ini dengan baik dan bersikap acuh maka mereka akan merasakan akibatnya di dunia ini dan juga di akhirat. Oleh karena itu, memelihara kesehatan tubuh anak, bagi kedua orangtua adalah sebuah kewajiban yang tidak dapat diabaikan, karena kelangsungan kehidupan anak bergantung kepadanya.

Ayah dan ibu, untuk bisa melaksanakan kewajiban ini mereka harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang masalah kesehatan dan harus memperhatikan kondisi anaknya secara terus menerus. Di sini, kita tidak ingin membahas masalah kesehatan dan pengobatan anak secara terperinci, karena itu di luar kemampuan penulis, namun bagi siapa saja yang ingin mengetahui seputar masalah ini secara rinci mereka dapat membaca buku-buku yang telah banyak ditulis mengenai masalah ini. Di sini, kami hanya akan menyinggung secara umum beberapa hal yang berkaitan dengan masalah ini:


1. Kebersihan 

Dengan memelihara kebersihan kita dapat menjaga anak dari berbagai macam penyakit. Oleh karena itu, Anda harus terus menerus memperhatikan kebersihan anak dan lingkungannya. Jika celananya basah Anda harus segera menggantinya, jika kakinya kotor Anda harus segera mencucinya, dan jika bajunya kotor Anda harus segera menggantinya. Begitu juga, hendaknya setiap beberapa hari sekali Anda harus memandikannya. Jika ibu menyusui anaknya dengan teteknya sendiri, maka setelah menyusui hendaknya ia membersihkan puting susunya dengan kertas tissu atau kain. Jika ibu memberi susu dengan menggunakan botol maka setiap kali sesudah memberinya susu ibu harus mencuci botol tersebut terutama bagian tutupnya sampai bersih. Jauhi botol dan tutupnya dari lalat. Bersihkan mainan anak karena terkadang anak memasukkan mainannya ke dalam mulutnya. Berhati-hati jangan sampai memberikan makanan yang sudah basi kepada anak, dan jika hendak memberi susu sapi kepadanya susu sapi tersebut harus dimasak terlebih dahulu sampai mendidih.  

Secara umum, masalah kebersihan adalah masalah yang sangat penting dan memegang peranan yang menentukan dalam menjaga kesehatan anak.

Rasulullah saw bersabda, “Bersihkan anak-anakmu dari lemak dan kotoran, karena setan senang mencium sesuatu yang kotor, sehingga anak menjadi gelisah tidurnya, dan para malaikat pun menjadi terganggu.”[186]

Dalam hadis lain Rasulullah saw bersabda, “Islam adalah agama kebersihan, karena itu jagalah kebersihan, karena tidak akan masuk surga kecuali orang yang bersih.”[187]

Paling sedikit setiap seminggu sekali kuku anak digunting, karena jika tidak maka kuman dan kotoran akan menempel di kukunya, dan ini akan membahayakan kesehatannya. Dengan cara ini anak dibiasakan menjaga kebersihan kukunya, suatu perkara yang berpengaruh pada kesehatannya.

Rasulullah saw bersabda, “Siapa saja yang menggunting kukunya setiap hari Jumat maka Allah keluarkan penyakit dari kukunya dan Allah masukkan kesembuhan kedalamnya.”[188]

Pada hadis lain Rasulullah saw bersabda, “Siapa saja yang menggunting kuku dan kumisnya setiap hari Sabtu dan hari Kamis niscaya Allah sembuhkan ia dari penyakit gigi dan penyakit mata.”[189]

Imam Muhammad Baqir as berkata, “Kuku diperintahkan untuk dipendekkan disebabkan ia merupakan tempat istirahat setan.”[190]

Biasakan anak setelah memakan makanan atau manisan atau pun meminum teh untuk mencuci mulut dan menyikat gigi, karena sisa-sisa makanan dan manisan yang menempel pada gigi dan gusi di samping akan merusak gigi juga akan membusuk, dan pada saat sisi-sisa makanan yang sudah membusuk itu masuk ke pencernaan maka akan mendatangkan penyakit. Begitu juga, sebelum tidur perintahkan anak Anda untuk menggosok giginya, karena itu sangat penting bagi kesehatannya.

Islam sangat menganjurkan para pengikutnya untuk menggosok gigi. Imam Ja`far Shadiq as berkata, “Menggosok gigi mempunyai dua belas manfaat: menjadikan gigi bersih, membuat mata bercahaya, membuat Allah ridha, menjadikan gigi putih, menghilangkan warna kuning dari gigi, membuat gusi kuat, menambah selera makan, menghilangkan dahak, memperkuat daya ingat, melipatgandakan kebaikan, dan membuat para malaikat gembira.”[191]

Rasulullah saw bersabda, “Bersihkan gigimu setelah makan, karena yang demikian itu akan menyehatkan mulut dan gigi, dan akan memperbanyak rezeki.”[192]


2. Mencegah Penyakit

Setiap anak mempunyai kemungkinan terserang beberapa jenis penyakit, seperti polio, disentri, batuk, influenza, tampak dan paru-paru.

Penyakit-penyakit di atas termasuk penyakit anak-anak, dan sebagian besar berbahaya dan mengancam keselamatan jiwa anak. Untungnya sekarang ini untuk penyakit-penyakit tersebut sudah ada vaksinnya. Para orangtua berkewajiban membawa anaknya ke puskesmas atau poliklinik terdekat untuk memvaksin anaknya supaya terhindar dari penyakit-penyakit di atas. Jika mereka bersikap acuh dan lalai dalam masalah ini bisa saja itu berakibat fatal bagi anaknya.


3. Mengobati Anak

Setiap anak tentu pernah jatuh sakit. Di sini, kedua orangtua berkewajiban mengobati anaknya hingga sembuh kembali. Penyakit ini ada dua macam:

Penyakit yang ringan dan tidak berbahaya, seperti penyakit batuk, pilek dan demam ringan, yang menurut para dokter tidak memerlukan obat dan dokter tetapi dengan istirahat beberapa hari akan sembuh sendiri. Dalam menghadapi penyakit-penyakit yang ringan seperti ini orangtua tidak perlu tergesa-gesa membawa anaknya ke dokter dan memberinya obat, karena kebanyakan obat tidak lepas dari efek samping, terutama bagi tubuh anak yang masih lemah dan rapuh.

Rasulullah saw bersabda, “Selama tubuhmu masih mampu menanggung penyakit jauhi obat, namun jika tubuhmu sudah tidak mampu lagi menanggung penyakit maka gunakan obat.”[193]  

Oleh karena itu, jika penyakit yang diderita dapat sembuh hanya dengan istirahat maka tidak perlu pergi ke dokter untuk meminta obat. Akan tetapi, jika demam disertai dengan sakit radang tenggorokan maka harus segera pergi ke dokter, karena bisa saja sakit radang tenggorokan dapat menimbulkan penyakit-penyakit yang berbahaya.

Jenis kedua adalah penyakit yang memerlukan obat dan pergi ke dokter, seperti sakit demam tinggi yang tidak mampu ditanggung anak, yang akan membahayakan keselamatannya. Di sini, orangtua harus membawa anaknya secepatnya ke dokter dan mengobatinya hingga sembuh. Kelalaian orangtua dalam masalah ini dapat membahayakan nyawa anak.

Rasulullah saw bersabda, “Berobatlah pada saat sakit, karena sesungguhnya Allah Swt tidak menurunkan suatu penyakit kecuali juga menurunkan obatnya.”[194] 

Imam Ja`far Shadiq as berkata, “Salah seorang nabi sakit, lalu ia berkata, ‘Aku tidak akan berobat hingga Tuhan sendirilah, yang menurunkan penyakit kepadaku, yang menyembuhkannya.’ Kemudian, Allah Swt berkata kepadanya, ‘Aku tidak akan menyembuhkanmu hingga kamu berobat, karena baik obat maupun penyakit kedua-duanya berasal dari sisi-Ku.’ Lalu nabi itu pun segera berobat lalu ia pun sembuh.”[195]

 

Menerima Tanggung Jawab

Kehidupan individu dan sosial manusia berdiri di atas pilar kerja dan penerimaan tanggung jawab. Dengan kerja, tanah menjadi makmur, dan makan, pakaian dan tempat tinggal tersedia bagi manusia. Peradaban manusia sekarang dan seluruh kemajuan industri yang mengagumkan ini tercipta berkat pengetahuan, kerja dan usaha manusia. Kunci kesuksesan manusia terletak pada seberapa besar pengetahuan dan kerja keras manusia. Demikian juga, kunci kemajuan dan kebesaran suatu bangsa berkaitan erat dengan seberapa besar pengetahuan dan usaha individu-individu bangsa tersebut dalam mengenal dan melaksanakan kewajiban.

Jika tiap-tiap individu suatu bangsa berpengetahuan, mengenal kewajiban, menerima tanggung jawab dan bersungguh-sungguh, dan menganggap melaksanakan kewajiban sebagai sebuah kebanggaan niscaya negeri mereka akan makmur, maju dan besar, dan mereka akan bahagia dan sejahtera.

Beberapa bangsa demikian keadaannya. Budaya mereka adalah budaya kerja dan melaksanakan kewajiban. Mereka menganggap bekerja adalah sebuah kewajiban nurani, dan merupakan kebanggaan bagi mereka jika dapat bekerja lebih banyak dan lebih baik. Mereka merasa malu jika bekerja sedikit dan bekerja tidak baik. Mereka mempunyai keyakinan bahwa kemalasan dan ketidakdisiplinan dalam melaksanakan tanggung jawab sosial, dan tidak gigih berusaha dalam menuntut ilmu pengetahuan sebagai salah satu masalah terbesar yang dihadapi bangsa-bangsa yang terbelakang. Oleh karena itu Islam memberikan perhatian khusus pada masalah kerja dan menganggap bekerja itu ibadah.

Allah Swt berfirman, Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain dari apa yang telah diusahakannya (QS. an-Najm:39).

Rasulullah saw bersabda, “Sungguh tercela orang yang meletakkan kebutuhan hidupnya pada pundak orang lain.”[196] 

Pada hadis lain Rasulullah saw bersabda, “Ibadah itu ada tujuh puluh bagian, dan yang paling utamanya adalah mencari rezeki yang halal.”[197]

Imam Muhammad Baqir as berkata, “Aku benci kepada orang yang malas dalam mengerjakan urusan dunia. Orang yang malas dalam pekerjaan urusan dunia maka dalam pekerjaan urusan akhirat ia lebih malas.”[198]

Dunia adalah tempat bekerja dan berusaha. Barangsiapa yang lebih giat dalam berusaha dan bekerja, dan mengerjakan kewajiban-kewajiban individu dan sosial dengan lebih baik maka ia akan lebih sukses dan lebih dicintai. Para pekerja adalah sebaik-baik dan semulia-mulianya anggota masyarakat. Jika para pekerja tidak berproduksi maka bagaimana mungkin kehidupan masyarakat dapat berjalan. Tiap-tiap manusia memperoleh manfaat dari hasil kerja orang lain, namun ia juga mempunyai kewajiban untuk memberikan manfaat kepada orang lain sebatas kemampuannya. Siapa saja yang mempunyai kemampuan untuk bekerja namun ia tidak bekerja maka ia telah meletakkan beban kehidupannya kepada orang lain, dan di sisi Allah Swt ia adalah orang yang tercela.

Oleh karena itu, kemampuan dan kecintaan kerja, dan penerimaan tanggung jawab dan pengenalan kewajiban merupakan salah satu masalah yang sangat penting yang harus mendapat perhatian para pendidik. Budaya kerja harus disebarluaskan di tengah-tengah masyarakat. Masalah ini memerlukan sebuah gerakan yang menyeluruh dan terkoordinasi. Radio, televisi, surat kabar, majalah, para penulis, para pembawa acara, sekolah-sekolah, perguruan-perguruan tinggi dan orangtua mempunyai kewajiban dalam menyebarkan dan menanamkan budaya ini di tengah-tengah masyarakat.

Namun, di antara mereka semua kedua orangtua mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dan peranan yang lebih penting. Mendorong anak untuk bekerja dan menerima tanggung jawab harus sudah dimulai sejak masa kanak-kanak dan itu dilakukan oleh orangtua. Ayah dan ibu harus tahu bahwa anak kesayangan mereka tidak akan selamanya menjadi anak-anak, tetapi dengan segera mereka akan menjadi besar, menjadi laki-laki dan perempuan dewasa di tengah-tengah masyarakat. Di masa depan mereka akan menjadi anggota masyarakat yang beruntung jika mampu bekerja, mengetahui kewajiban, kuat dan sungguh-sungguh dalam bekerja. Di samping mereka punya keinginan untuk bekerja mereka juga punya kemampuan untuk melakukannya, sehingga mereka mampu berdiri di atas kaki sendiri dan mampu mengerjakan pekerjaan-pekerjaan pribadi dan pekerjaan-pekerjaan sosial.

Para orangtua harus mendidik anak-anak mereka untuk dapat hidup di tengah-tengah masyarakat secara mandiri. Mereka harus mendidik anak-anak perempuan mereka untuk dapat menerima tanggung jawab, mengurus rumah, mengurus suami, mengurus anak, dan melaksanakan kewajiban-kewajiban sosial. Mereka juga harus mendidik anak-anak lelaki mereka untuk dapat menerima tanggung jawab-tanggung jawab sosial, bekerja dengan sungguh-sungguh, memenuhi kebutuhan umum, mengepalai kehidupan keluarga, dan mempunyai istri dan anak, sehingga mereka dapat hidup dalam kemakmuran dan kesenangan, dan menjadi suami atau istri yang baik bagi pasangannya, menjadi ayah atau ibu yang baik bagi anak-anaknya, dan memberikan manfaat bagi orang-orang yang ada di sekelilingnya.

Semua ini harus menjadi bagian program pendidikan dan harus sudah dimulai sejak masa kanak-kanak. Karena jika tidak maka tidak akan dapat dicapai sebagaimana yang diharapkan. Jika sejak kecil seseorang tidak dibiasakan untuk bekerja dan menerima tanggung jawab, maka ketika sudah besar akan susah baginya untuk dapat bekerja melaksanakan kewajiban.

Sebagian orangtua lalai akan perkara penting yang sangat menentukan ini. Disebabkan mereka sangat sayang kepada anaknya, mereka mengerjakan semua pekerjaan anaknya dan tidak membebankan tanggung jawab apa-apa kepada anaknya, dan mereka meyakini bahwa itu adalah sebuah bentuk pengorbanan mereka kepada anaknya, padahal dari sisi pendidikan itu adalah sebuah kesalahan dan pengkhianatan.

Namun, orangtua yang cerdas akan senantiasa berpikir tentang masa depan anaknya, dan melangkah di jalan pembentukan kemandirian, kekuatan dan kemampuan kerja anak-anaknya. Mereka menjadikan kebiasaan kerja dan penerimaan tanggung jawab sebagai bagian dari program pendidikan bagi anak-anaknya. Mereka sangat memperhatikan usia, minat dan kemampuan anak mereka. Manakala mereka melihat anak mereka telah siap untuk melaksanakan sebuah pekerjaan dan memperlihatkan minat, maka mereka pun membebankan pekerjaan tersebut ke pundaknya dan mendorongnya untuk melaksanakannya, dan manakala diperlukan mereka segera memberikan petunjuk dan bantuan kepada anaknya. 

Namun hendaknya program ini dilakukan secara bertahap dan pada waktu yang tepat sehingga tidak melelahkan bagi anak. Pada usia-usia dini diberikan pekerjaan-pekerjaan yang mudah dan sederhana kepada anak. Misalnya, kita memerintahkan kepada anak usia tiga tahun: coba makan dengan menggunakan sendok, pakai sepatumu, kenakan atau buka kaus kakimu, pakai celanamu, tolong ambilkan tempat sendok dan garpu di dapur, rapikan mainanmu dan taruh pada tempatnya.

Dengan cara ini, maka semakin besar ia akan mampu mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang lebih sulit. Anak-anak dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan berikut: membentangkan dan melipat selimut tidurnya, melap meja makan, meletakkan wadah makan kecil di meja makan, membawa wadah-wadah bekas makan ke dapur, membantu ibu memasak, membawakan teh, mencuci wadah bekas makan, menyapu kamar, mengasuh adik, menjaga dan memelihara bunga dan tanaman yang ada di pekarangan rumah, mengeluarkan isi tempat sampah, merapikan kamar, memberi makan binatang peliharaan, belanja ke warung, dan pekerjaan-pekerjaan sederhana lainnya yang dapat dilakukan anak sesuai dengan usianya.

Di sini, ada beberapa hal yang perlu kami ingatkan:

1.                  Pada saat hendak memberikan sebuah pekerjaan kepada anak, Anda harus memperhatikan usia anak dan kemampuan otak dan fisiknya, dan berikan pekerjaan kepada anak yang dapat dilakukannya.

2.                  Anda harus tahu bahwa kegiatan utama anak adalah bermain, oleh karena itu pekerjaan yang Anda berikan kepadanya tidak boleh melelahkan, hingga mengganggu kegiatan utamanya. Usahakan pekerjaan yang diberikan adalah pekerjaan yang disukai dan dalam bentuk bermain. Sebelumnya telah kami katakan bahwa dalam memberikan mainan orangtua dapat mempertimbangkan unsur pembentukan karakter dan kerja.

3.                  Usahakan dalam membagi pekerjaan bisa memberikan pengertian kepada anak bahwa ia adalah anggota resmi keluarga yang juga harus ikut serta mengatur dan mengurus rumah, dan menerima tanggung jawab sesuai dengan kemampuannya. Hindari sedapat mungkin memaksa dan membebankan pekerjaan kepada anak.

4.                  Jika memungkinkan berikan hak memilih tanggung jawab kepada anak, dan berikan kebebasan kepadanya dalam memilih pekerjaan yang ingin dilakukannya.

5.                  Bagi pekerjaan di antara seluruh anggota keluarga dan tentukan tanggung jawab masing-masing, supaya mereka mengetahui kewajiban masing-masing dan tidak ragu dalam mengerjakannya.

6.                  Dalam membagi pekerjaan faktor keadilan harus diperhatikan sehingga tidak timbul pertengkaran di antara anak-anak dan mereka melakukan pekerjaannya dengan semangat.

7.                  Bagi tanggung jawab di antara anak-anak, dan minta mereka untuk mengerjakan masing-masing pekerjaannya secara rutin.

8.                  Pada saat membagi pekerjaan harus diperhatikan faktor usia dan kemampuan anak.

Amirul Mukminin as berkata, “Tentukan bagi tiap-tiap pembantumu pekerjaannya, karena dengan begitu masing-masing mereka akan mengetahui kewajibannya dan tidak akan membebankan pekerjaannya kepada yang lain.”[199]

9.                  Untuk menjadikan anak suka bekerja, dalam melakukan pekerjaan Anda dapat mengikutsertakan mereka, karena biasanya anak-anak suka bekerja sama dengan ayah dan ibunya.

10.               Jika ayah dan ibu bekerja sama dan saling tolong menolong dalam mengurus rumah maka itu menjadi contoh yang paling baik bagi anak-anak.

11.               Pada saat memberikan pekerjaan kepada anak hendaknya Anda juga memperhatikan tugas-tugas dan ujian-ujian sekolah mereka. Tidak boleh pekerjaan yang diberikan mengganggu tugas-tugas pelajaran, terutama pada saat-saat ujian saat diperlukan belajar lebih banyak. Di sini, orangtua harus memperhatikan kondisi anak mereka ini. Seorang pendidik yang pintar akan berusaha menciptakan keseimbangan di antara bermain anak, mengerjakan tugas-tugas sekolah dan melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah, sehingga satu sama lain tidak saling mengganggu.

12.               Melatih anak bekerja tidak hanya berlaku pada saat anak dalam masa kanak-kanak saja, tetapi harus terus dilanjutkan pada saat anak menginjak usia remaja. Pada masa itu anak sudah bisa memikul tanggung jawab yang lebih berat. Latihan kerja pada masa SMP dan SMU harus dilakukan dengan program-program yang menarik dan sungguh-sungguh, dan itu dapat dilakukan pada saat liburan sekolah.

Alangkah bagusnya jika seorang remaja pada masa sekolah SMU dibekali dengan satu bidang keahlian tertentu, bahkan begitu juga bagi mereka yang hendak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Menguasai satu bidang keahlian tertentu merupakan kesempurnaan bagi seorang manusia, dan pada keadaan-keadaan tertentu ia dapat memanfaatkannya, terutama pada bidang-bidang yang berkaitan dengan produksi, seperti pertanian, pertukangan, jahit menjahit, perbungaan, pandai besi, melukis, memasak, menenun dan mekanik.

Petani dan pekerja adalah manusia yang paling mulia dan paling berharga. Jika mereka tidak berproduksi maka kehidupan masyarakat tidak dapat berjalan. Kerja dan para pekerja harus mendapat penghargaan sedemikian rupa, sehingga masyarakat menganggap kerja sebagai sebuah kebanggaan bagi mereka. Oleh karena itu, Islam sangat menghargai para petani dan para pekerja.

Imam Ja`far Shadiq as berkata, “Para petani adalah perbendaharaan masyarakat. Mereka menanam benih-benih yang baik di tanah, lalu Allah menumbuhkan benih-benih tersebut. Pada hari kiamat para petani mempunyai kedudukan yang paling baik, mereka dipanggil dengan sebutan “orang yang diberkati”.”[200]                     

Amirul Mukminin as berkata, “Allah mencintai orang yang mempunyai keahlian dan kejujuran.”[201]

Imam Ja`far Shadiq as berkata, “Setelah engkau mengerjakan shalat subuh maka segeralah bekerja mencari rezeki yang halal. Karena sesungguhnya Allah Swt akan memberikan rezeki kepadamu dan menolongmu.”[202]

Seorang laki-laki datang kepada Imam Ja`far Shadiq as lalu berkata, “Saya tidak bekerja dan juga tidak berdagang. Saya adalah orang miskin yang untuk memenuhi kebutuhan saya dan keluarga saya meminta ke sana ke sini.”

Imam Ja`far Shadiq as berkata, “Bekerjalah, letakkan bebanmu di atas kepalamu dan jadikan dirimu tidak butuh kepada orang lain. Rasulullah saw juga bekerja. Bahkan pernah pada suatu hari Rasulullah saw mengangkat batu besar dan meletakkannya di kebunnya. Batu itu pun hingga kini masih pada tempatnya. Besarnya ukuran batu tersebut tidak diketahui, namun hingga kini ia masih tetap pada tempatnya.”[203]


Mendidik Pancaindera

Satu-satunya alat berhubungan langsung manusia dengan alam luar adalah pancaindera. Berbagai pengetahuan dan informasi kita tentang dunia luar diperoleh melalui pancaindera ini. Dengan mata kita mengetahui objek-objek yang dapat dilihat, dengan telinga kita mengetahui objek-objek yang dapat didengar, dengan indera perasa kita dapat mengenal berbagai rasa, dengan alat penciuman kita dapat mencium berbagai macam bau, dan dengan sentuhan kita dapat mengetahui sesuatu yang lembut, keras, panas dan dingin. Bahkan dalam ilmu pengetahuan tentang hal-hal yang bersifat universal pun, sebelumnya kita harus mengetahui terlebih dahulu bagian-bagiannya melalui indera kita. Oleh karena itu, indera dikenal sebagai pintu ilmu manusia, sehingga dikatakan, “Barangsiapa yang tidak memiliki indera tidak memiliki ilmu”. Jika salah satu indera seseorang cacat maka ilmu yang diperolehnya pun akan cacat.

Oleh karena itu, keselamatan dan kesempurnaan indera terhitung sebagai kesempurnaan terbesar bagi manusia, dan harus menjadi perhatian para pendidik dan mereka harus berusaha dalam menjaganya. Indera anak tidak berbeda dengan anggota tubuh anak lainnya, ia akan berkembang sesuai dengan keadaan alaminya, dan dalam hal ini memerlukan perhatian para pendidik. Para pendidik mempunyai peranan yang sangat penting dalam menyediakan lahan yang sesuai bagi pengembangan dan penyempurnaan indera anak dan sekaligus mencegah terjadinya faktor-faktor yang akan menghambat perkembangannya. Dengan melakukan pengawasan dan pelaksanaan program-program yang sesuai, seorang pendidik telah membiasakan indera anak untuk mengerjakan kewajibannya secara baik.

Oleh karena itu, pendidikan indera secara benar sangatlah penting, dan seorang pendidik tidak dapat bersikap masa bodoh dalam hal ini. Para ahli telah membahas masalah ini secara terperinci dan telah memberikan petunjuk-petunjuk yang diperlukan, dan bagi siapa saja yang berminat silahkan membaca buku-buku yang telah ditulis mengenai hal ini. Namun demikian, tidaklah salah kiranya jika saya mengingatkan secara ringkas poin-poin berikut:

1.                   Tubuh dan indera anak masih sangat lemah dan rentan terhadap berbagai kerusakan yang timbul. Dengan satu suara yang keras dan menggelegar bisa saja gendang telinga anak menjadi rusak. Bisa saja sesuatu mengenai matanya yang dengan itu ia tidak dapat melihat untuk selamanya. Banyak sekali contoh-contoh yang seperti ini yang dapat kita sebutkan. Di lain pihak, sayangnya, anak—terutama pada masa-masa awal kehidupannya—tidak mempunyai pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk menjaga dirinya dari bahaya-bahaya yang mengancam. Oleh karena itu, merupakan tugas pendidik untuk menjaga makhluk yang lemah ini, pada masa-masa kritis ini dari berbagai macam bahaya yang mengancamnya.

2.                   Memelihara kebersihan dan menaati aturan-aturan kesehatan juga sangat berpengaruh pada keselamatan anak dan inderanya. Debu, asap, udara beracun dan mencuci tangan atau badan dengan air kotor dapat membahayakan kesehatan anak. Para pendidik mempunyai kewajiban menjaga lingkungan tempat tinggal anak agar senantiasa bersih dan sehat. Manakala mendapati mata atau telinga anak tidak sebagaimana biasanya harus segera pergi ke dokter dan mengobatinya.

Kedua orangtua dan guru harus menaruh perhatian kepada kesehatan mata anak, mengajarkan kepadanya cara membaca dan menulis yang benar, memberikan pengertian kepadanya bahwa membaca pada ruangan yang kurang cahaya atau terlalu silau oleh cahaya, dan juga sikap terlalu membungkuk dalam membaca sehingga mata sangat dekat dengan buku dapat membahayakan matanya.

Jika kedua orangtua atau guru melihat kekurangan pada penglihatan anak maka harus segera membawanya ke dokter spesialis, dan jika ia memerlukan kaca mata maka harus segera diusahakan. Dalam mengatur urutan duduk para siswa pun seorang guru juga harus memperhatikan tingkat kemampuan penglihatan siswa. Para siswa yang mempunyai kemampuan penglihatan lemah ditempatkan di bangku-bangku depan sehingga mereka dapat melihat tulisan yang ada di papan tulis dengan jelas.

3.                   Cara pemberian makanan kepada ibu yang memberikan air susu dan juga cara pemberian makanan kepada anak akan sangat berpengaruh pada tingkat pertumbuhan dan kesehatan anak. Jika makanan yang diberikan kepada ibu dan anak kaya dengan berbagai zat nutrisi—terutama macam-macam vitamin—yang dibutuhkan tentu akan sangat mendorong tingkat pertumbuhan anak dan juga kesehatan inderanya. Sebaliknya, kekurangan salah satu zat nutrisi yang  dibutuhkan akan membahayakan kesehatan anak.

4.                   Seorang pendidik harus tahu bahwa pendidikan dan penguatan indera yang benar hanya dapat diperoleh dengan cara memfungsikan indera. Kemampuan melihat akan menjadi kuat dengan cara melihat berbagai macam warna, bentuk dan benda. Kemampuan mendengar akan menjadi kuat dengan cara mendengar berbagai macam suara, kemampuan mencium akan menjadi kuat dengan cara mencium berbagai macam bau, kemampuan merasa dapat menjadi kuat dengan cara merasa berbagai macam rasa. Dengan menggunakan inderanya seorang anak dapat mengindera berbagai hal, dan dengan mencoba dan melakukan suatu perbuatan secara berulang-ulang ia dapat mengetahui nilainya, sehingga dengan cara begitu berbagai kemampuan yang ada dalam dirinya menjadi kuat. Hanya seorang pendidiklah yang mampu menyediakan lahan yang seperti ini bagi anak dan membimbingnya pada saat-saat yang diperlukan.


Melatih Berbicara

Salah satu kelebihan besar yang dimiliki manusia atas binatang ialah memiliki kemampuan berbicara. Manusia telah diciptakan sedemikian rupa hingga mampu berkata-kata. Yaitu dengan cara membunyikan huruf dan kata-kata melalui lidah ia dapat berhubungan dengan manusia lainnya dan menjelaskan keinginan-keinginannya. Berbicara memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan perantaraan bahasa manusia dapat saling memahami di antara satu sama lain, dengan perantaraan bahasa manusia dapat mengerti maksud, tujuan dan perasaan satu sama lain. Bahasa juga mempunyai peranan yang sangat besar pada penyebaran ilmu, kebudayaan, peradaban dan hasil penelitian. Dengan berbicara kualitas pribadi seseorang dapat diketahui. Oleh kerena itu, dalam sebuah syair disebutkan,

“Selama seseorang tidak berbicara,

kekurangan dan kelebihannya tidak ada yang tahu.”

            Masalah kemampuan bicara sedemikian pentingnya hingga dalam mendefinisikan manusia disebutkan: Manusia adalah hewan yang dapat berbicara.

Meskipun tujuan dari berbicara ialah menjelaskan keinginan, namun tidak semua manusia berada pada tingkatan yang sama dalam kemampuan berkata-kata. Sebagian manusia dapat berbicara sedemikian fasih dan indahnya hingga para pendengarnya menjadi begitu terpesona. Bahkan, terkadang, keindahan berbicara bisa sampai kepada derajat mukjizat, sebagaimana yang terjadi pada al-Quran. Sebaliknya, ada sebagian manusia yang mempunyai tingkat kemampuan berbicara sedemikian rendahnya hingga ia kesulitan menjelaskan apa yang diinginkannya. Di antara dua tingkatan ini terdapat perbedaan yang sangat jauh. Kesimpulannya, kemampuan berbicara sudah menjadi sebuah keahlian, dan kedudukan sosial seseorang dan juga kesuksesannya sedikit banyaknya mempunyai kaitan dengan sejauh mana kemampuan ia berbicara.

Masing-masing manusia mempunyai potensi yang berbeda-beda dalam berbicara, dan tidak setiap orang mampu menjadi pembicara yang ulung. Namun demikian, semua orang dapat melatih dan mengembangkan kemampuan berbicaranya supaya menjadi lebih baik. Dapat berbicara dengan baik merupakan kelebihan bagi seseorang, dan semua manusia mempunyai potensi untuk bisa berbicara lebih baik.

Oleh karena itu, para pendidik harus menjadikan kemampuan berbicara dengan baik sebagai salah satu program pendidikannya, dan sejak awal sudah mulai memikirkannya. Mengembangkan kemampuan berbicara pada diri seorang anak merupakan kewajiban orangtua, dan harus sudah sejak awal anak dilatih untuk berbicara. Berkenaan dengan hal ini hendaknya para orangtua memperhatikan poin-poin berikut:

1.                 Dalam berbicara dan mengucapkan kata-kata serta intonasi nada seorang anak akan mengikuti kedua orangtuanya dan orang-orang yang ada di sekelilingnya. Oleh karena itu, bagi para orangtua yang menaruh perhatian pada masa depan anaknya hendaknya mereka berbicara kepada anaknya atau di hadapan anaknya dengan pengucapan kata-kata yang benar dan fasih.

2.                 Usahakan ciptakan lingkungan yang baru bagi anak, yang memiliki hal-hal yang menarik sehingga mendorong anak mau berbicara mengutarakan keinginan-keinginan dan pikiran-pikirannya.

3.                 Ceritakanlah kepada anak cerita-cerita yang menarik, dengan kata-kata yang indah dan mudah dipahami.

4.                 Mintalah anak untuk menceritakan kepada Anda apa-apa yang telah mereka dengar dan apa-apa yang telah mereka lihat, dan dengarkanlah baik-baik ceritanya, dan doronglah ia dalam melakukannya.

5.                 Berilah kesempatan kepada anak-anak untuk berbicara pada pertemuan-pertemuan keluarga.

6.                 Perhatikan dengan seksama pertanyaan-pertanyaan anak dan jawablah dengan kata-kata yang jelas, indah dan mudah dipahami.

7.                 Berbicaralah dengan anak dan doronglah anak agar mau berbicara.

8.                 Jangan sekali-kali memotong perkataan anak dan melarang mereka berbicara.

9.                 Pada saat-saat yang tepat bantulah anak dalam menemukan kata-kata yang tepat dan menyusun kalimat yang indah.

10.              Doronglah anak untuk mau mendengarkan perkataan orang lain.

11.              Doronglah anak untuk berbicara dengan benar dan baik.

12.              Sekolah juga dapat membantu anak dalam mengembangkan potensi kemampuan bicaranya. Di sini, seorang guru dapat membantu anak pada dua sisi:

a.    Jika guru melihat ada kesalahan atau kekurangan dalam pembicaraan anak, yang sudah menjadi kebiasaan dalam lingkungan keluarganya, maka ia harus meluruskannya dan membiasakannya untuk berbicara dengan benar.

b.    Semaksimal mungkin guru harus memperkenalkan anak didiknya dengan kata-kata yang indah dan fasih, dan berikan kesempatan kepada anak untuk berbicara. Dengarkan pembicaraannya, dan suruh juga anak-anak yang lain untuk mendengarkannya. Tanyailah anak tentang satu persoalan dan suruhlah ia menjawabnya secara panjang lebar. Mintalah anak didik untuk menceritakan sebuah cerita yang telah dibaca atau didengarnya di hadapan anak-anak didik yang lain. Bagus juga jika diadakan perlombaan berbicara di antara anak-anak, lalu yang terbaik diberikan hadiah.

Singkatnya, jika kedua orangtua dan guru menaruh perhatian terhadap kemampuan bicara anak, dan melangkah di jalan pengembangan potensi kemampuan bicara anak serta memperlakukan mereka dengan cara-cara yang tepat, dapat dipastikan mereka akan berhasil. Meski potensi dan bakat anak juga ikut berpengaruh, karena tidak semua anak mempunyai potensi untuk dapat menjadi pembicara yang baik, namun setidaknya pendidikan dan pengembangan yang diberikan akan memberikan pengaruh. Dengan pendidikan yang benar potensi kemampuan bicara tiap-tiap anak dapat dikembangkan sampai batas kemampuannya.


Mendidik Naluri Seksual

Naluri seksual adalah salah satu naluri yang sangat kuat dan penting yang ada dalam diri manusia. Dalam menyikapi naluri ini terdapat dua pandangan yang saling bertentangan: Sekelompok orang menganggap naluri ini sebagai sesuatu yang rendah dan harus dimusuhi. Mereka menyarankan kepada orang yang sedang melakukan proses penyucian diri untuk membunuh naluri ini dan menghindarkan diri darinya sama sekali. Mereka menganggap praktek hidup tidak menikah sebagai sebuah keutamaan bagi manusia dan membantu usaha penyucian diri. Contoh untuk pandangan ini dapat ditemukan pada diri para pastor Kristiani dan para biksu Budha, yang terhitung sebagai orang-orang yang meninggalkan dunia.

Sementara sekelompok lain sebaliknya, mereka meyakini kebebasan seksual secara penuh. Naluri seksual adalah sesuatu yang sangat penting, dan bagaimana cara menyikapinya juga sebagai sesuatu yang sangat penting dan akan sangat berpengaruh pada masa depan kehidupan seseorang. Oleh karena itu, kepada masing-masing manusia harus diberikan kebebasan penuh untuk menyalurkan dan memuaskan hasrat seksualnya sekehendaknya. Mereka berkeyakinan bahwa tindakan membatasi dan mengekang hasrat seksual dan tidak memberikan kebebasan untuk melakukan aktivitas seksual akan mendatangkan tekanan-tekanan kejiwaan dan penyakit-penyakit psikis maupun fisik. Bahkan, mereka mengatakan bahwa sebagian tindak pembunuhan, kriminalitas dan perilaku-perilaku menyimpang adalah disebabkan hambatan-hambatan yang dilakukan terhadap dorongan hasrat seksual. Oleh karena itu, para pendukung paham kebebasan seksual senantiasa memburu berbagai kesenangan seksual, bahkan mereka menganggap tindakan onani dan melakukan hubungan seks sesama jenis sebagai sesuatu yang lumrah. Berdasarkan keyakinan mereka di atas, mereka menganjurkan kepada para orangtua dan pendidik untuk memberikan kebebasan secara penuh kepada anak-anak mereka dalam menyalurkan hasrat seksualnya, bahkan mereka menganjurkan agar para orangtua dan pendidik mau mengajarkan anak-anaknya bagaimana cara membangkitkan hasrat seksual, mengenal organ seks, dan cara-cara untuk memperoleh kelezatan seksual.

Islam menganggap kedua pandangan tersebut salah dan menyimpang. Kedua pandangan tersebut berada pada dua kutub ekstrim dan menyimpang dari yang semestinya. Islam menawarkan jalan yang ketiga, yaitu jalan keseimbangan. Islam tidak memandang hasrat seksual sebagai sesuatu yang rendah dan pemenuhannya sebagai sesuatu yang jelek dan bertentangan dengan keutamaan manusia. Islam tidak pernah menganjurkan kepada para pengikutnya bahwa untuk menyucikan diri dan menyempurnakan jiwa seseorang harus membinasakan hasrat seksualnya dan hanya sibuk beribadah di sudut-sudut mesjid.

Islam tidak menganggap praktek hidup kependetaan (tidak menikah) sebagai sebuah kesempurnaan, bahkan sebaliknya Islam menganggap perbuatan seksual (menikah) sebagai suatu perbuatan yang mustahab dan bahkan pada keadaan-keadaan tertentu hukumnya wajib. Islam mempunyai keyakinan bahwa hasrat seksual harus dipuaskan namun harus melalui jalan pernikahan yang sah. Islam menentang paham kebebasan seksual dan menganggap segala bentuk pemuasan hasrat seksual yang dilakukan di luar nikah sebagai sesuatu yang salah, dosa dan menyimpang. Untuk membimbing dan mengendalikan hasrat seksual, Islam melakukannya melalui dua sisi: Dari satu sisi, Islam memandang perbuatan menikah dan membentuk keluarga adalah perbuatan yang baik dan bahkan dihitung sebagai ibadah. Dalam hadis-hadis banyak sekali dianjurkan kaum Muslim untuk menikah, dan meninggalkannya dihitung sebagai sesuatu yang dibenci.

Dari sisi lain, Islam juga sangat menentang segala bentuk pemuasan hasrat seksual yang tidak sah, dan menganggapnya sebagai sebuah dosa dan sesuatu yang menyimpang, dan dilarang dengan tegas dalam banyak ayat dan hadis. Dalam pandangan Islam perbuatan zina, seks sesama jenis dan onani termasuk dosa besar, dan akan mendapatkan balasan di dunia dan di akhirat.

Allah Swt berfirman, Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk (QS. al-Isra:42).

Imam Ali Ridha, dalam menjawab pertanyaan Muhammad bin Sinan menulis, “Allah Swt mengharamkan zina disebabkan zina dapat menyebabkan pembunuhan, hilangnya nasab, terabaikannya pendidikan anak, rusaknya hukum waris dan kerusakan-kerusakan lainnya.”[204]                           

Imam Ja`far Shadiq as berkata, “Azab terberat yang diterima seorang hamba pada hari kiamat ialah azab seseorang yang menumpahkan spermanya pada rahim wanita yang bukan istrinya.”[205]

Berkenaan dengan pengharaman hubungan seks sesama jenis, banyak sekali hadis yang berbicara. Salah satunya ialah, Imam Ja`far Shadiq as berkata, “Seorang laki-laki yang berhubungan seks dengan seorang anak laki-laki, kelak pada hari kiamat ia akan datang dalam keadaan junub sementara air dunia tidak akan pernah dapat menyucikannya, dan dalam keadaan mendapat murka dan laknat dari Allah Swt. Sementara pada saat yang sama api neraka dinyalakan untuknya dan neraka Jahannam menjadi tempat abadi baginya.”[206]

Dalam hadis yang lain Imam Ja`far Shadiq as berkata, “Sebagai akibat perbuatan hubungan seks sesama jenis `Arsy Allah menjadi bergetar.”[207]

Hadis-hadis juga melarang perbuatan onani. Sebagai contoh, Imam Ja`far Shadiq as berkata, “Pada hari kiamat Allah Swt tidak akan berbicara dengan tiga kelompok manusia, tidak akan memandang mereka dengan pandangan rahmat, tidak akan menyucikan mereka, dan akan menyiksa mereka dengan siksa yang amat pedih: Orang yang mengerok bulu wajahnya, orang yang melakukan onani, dan orang yang melakukan hubungan seks sesama jenis.”[208]

Singkatnya, Islam menyetujui pemenuhan hasrat seksual melalui jalan pernikahan dan pembentukan keluarga, dan menganggap hal itu sebagai perkara alami dan merupakan kebutuhan hidup, namun Islam tidak memandang pemenuhan hasrat seksual sebagai sesuatu yang pokok melainkan sebagai alat untuk membentuk keluarga, menciptakan ketenteraman dan memperoleh keturunan. Melakukan aktivitas seksual tidak sama dengan aktivitas membuang kotoran yang tidak memerlukan syarat-syarat tertentu, melakukan aktivitas seksual merupakan alat untuk terciptanya daya tarik di antara laki-laki dan wanita, pembentukan keluarga dan mendidik anak. Oleh karena itu, Islam sangat menentang berbagai tindakan penyimpangan seksual. Karena pada penyimpangan seksual memang terdapat pemenuhan hasrat seksual namun tidak sejalan dengan tujuan keberadaan hasrat seksual tersebut, di samping itu penyimpangan-penyimpangan seksual biasanya diikuti oleh akibat-akibat buruk baik secara fisik, psikis maupun sosial.

Oleh karena itu, para orangtua dan pendidik berkewajiban menaruh perhatian terhadap pendidikan seks anak, namun yang kami maksud dengan pendidikan seks di sini bukanlah memperkuat dan mengembangkan dorongan seksual mereka melainkan berarti membimbing dan menyeimbangkan dorongan tersebut.[]


[176] Awwalin Sal_e Zendeghi, hal., 132.
[177] Bihâr al-Anwâr, jilid 10, hal., 103.
[178] Bihâr al-Anwâr, jilid 10, hal., 103.
[179] Bihâr al-Anwâr, jilid 10, hal., 546.
[180] Al-Kâfi, juz 6, hal., 269.
[181] Mustadrak al-Wasâ’il, juz 3, hal., 80.
[182] Mustadrak al-Wasâ’il, juz 3, hal., 81.
[183] Mustadrak al-Wasâ’il, juz 3, hal., 82.
[184] Mustadrak al-Wasâ’il, juz 3, hal., 82.
[185] Mustadrak al-Wasâ’il, juz 3, hal., 82.
[186] Bihâr al-Anwâr, jilid 114, hal., 95.
[187] Majma` az-Zawâ’id, juz 5, hal., 132.
[188] Makarim al-Akhlâq, hal., 70.
[189] Makarim al-Akhlâq, hal., 71.
[190] Makarim al-Akhlâq, hal., 72.
[191] Makarim al-Akhlâq, hal., 54.
[192] Makarim al-Akhlâq, hal., 176.
[193] Makarim al-Akhlâq, hal., 216.
[194] Makarim al-Akhlâq, hal., 216.
[195] Makarim al-Akhlâq, hal., 217.
[196] Al-Kâfi, juz 5, hal., 72.
[197] Al-Kâfi, juz 5, hal., 72.
[198] Al-Kâfi, juz 5, hal., 85.
[199] Ghurar al-Hikam, hal., 124.
[200] Al-Kâfi, juz 5, hal., 261.
[201] Al-Kâfi, juz 5, hal., 113.
[202] Al-Kâfi, juz 5, hal., 118.
[203] Al-Kâfi, juz 5, hal., 72.
[204] Wasâ’il asy-Syî`ah, juz 14, hal., 234.
[205] Wasâ’il asy-Syî`ah, juz 14, hal., 239.
[206] Wasâ’il asy-Syî`ah, juz 14, hal., 249.
[207] Wasâ’il asy-Syî`ah, juz 14, hal., 268.
[208] Wasâ’il asy-Syî`ah, juz 14, hal., 268.