پایگاه اطلاع رسانی آیت الله ابراهیم امینی قدس سره

IMAM KEDUABELAS: IMAM MAHDI AS

IMAM KEDUABELAS: IMAM MAHDI AS

 

Hujjah bin Hasan lahir di Samira pada malam pertengahan Sya’ban, tahun 255 Hijriah. Namanya, seperti nama Rasulullah, adalah Muhammad dan nama panggilan atau kunyah-nya adalah nama panggilan Rasulullah dan Abu Qasim.

Ayahnya adalah Imam Hasan Askari dan nama ibunya adalah Narjis. Tatkala ayahnya wafat, Imam Mahdi berusia lima tahun. dalam usianya yang muda itu, Imam Mahdi memiliki ilmu dan hikmah yang luas sehingga mencapai maqom imamah, sebagaimana Nabi Yahya di masa kecilnya telah menduduki maqom imam dan Nabi Isa as bin Maryam telah menjadi nabi sejak berada dalam buaian.*

Laqab-nya adalah Hujjah, Qaim, Mahdi, Khalaf, Shalih, Shahibuz Zaman, Shahib.*

Orang-Orang yang Melihatnya di Masa Kecil

Sejumlah orang dari sahabat khusus Imam Hasan Askari pernah melihat putranya di masa kecil atau mendengar tentang beritanya, di antaranya adalah berikut ini.

Hakimah Khatun, bibi Imam Hasan Askari, berkata, “Pada malam kelahiran Qaim (Imam Mahdi), aku berada di rumah Imam Hasan dan bahkan berada di situ saat Imam Mahdi dilahirkan. Di masa itu, aku melihatnya langsung dan setelah itu, aku melihatnya beberapa kali.”*

Fatah Maula Zurari mengatakan, “Aku mendengar dari Abu Ali bin Muthahhar yang berkata, “Aku melihat putra Imam Hasan Askari. Imam Hasan juga menyifati seberapa tinggi tubuh putranya.” *

Amer Ahwazi mengatakan, “Abu Muhammad menunjukkan putranya kepadaku dan berkata, “Ini adalah shahib kalian.”*

Ibrahim bin Muhammad menukil dari Abu Nasher Tharif yang berkata, “Aku menyaksikan putra Imam Hasan as.” *

Nasim, pembantu Imam Hasan, berkata, “Aku melihatnya dua malam setelah  kelahiran Shahibuz Zaman. Ketika aku bersin, Imam Mahdi mendoakan, یر حمک الله , dan aku sangat gembira mendengar itu.”*

Abu Ja’far Umari menceritakan, “Tatkala Imam Mahdi lahir, Abu Muhammad memanggilku agar menemuinya. Ketika aku datang, beliau berkata,  “Putraku ini adalah Shahib kalian setelahku dan khalifahku untuk kalian. Dialah qaim yang masyarakat dunia menantikan kemunculannya untuk memenuhi dunia dengan keadilan setelah dipenuhi dengan kezaliman.”*

Muhammad bin Hasan Karkhi menceritakan, “Aku mendengar dari Abu Harun yang berkata, “Aku melihat Shahibuz Zaman. Kelahirannya adalah pada hari Jumat, tahun 256.”*

Muhammad bin Ibrahim Kufi berkata, “Abu Muhammad menyembelih kambing untuk salah seorang sahabat dan berkata, “Ini adalah aqiqah putraku, Muhammad.”*

Hasan bin Mundzir berkata, “Pada suatu hari, Hamzah bin Abu Fatah datang dan berkata, “Kabar gembira! Semalam, telah lahir seorang bayi, putra Abu Muhammad, dan ia meminta kami untuk merahasiakannya.” Aku bertanya, “Siapakah namanya?” Beliau berkata, “Namanya adalah Muhammad dan nama panggilannya adalah Ja’far.”*

Hasan bin Husain Alawi berkata, “Aku menjumpai Abu Muhammad Hasan bin Ali di Sarro Man Ra’a dan aku mengucapkan selamat atas kelahiran putranya, al-Qaim.”*

Ibrahim, sahabat Abu Muhammad, berkata, “Tuanku Abu Hasan mengirim empat kambing untukku beserta sebuah surat yang bertuliskan, “Gunakanlah empat kambing ini untuk aqiqah putraku, Mahdi! Ambillah juga untuk dirimu sendiri dari daging kambing itu dan berikan juga kepada orang-orang Syiah!”*

 


Nash-Nash Imamah

Dalam kaitan ini, Syaikh Mufid menulis, “Sebelumnya, kami telah menyinggung nash-nash yang dikeluarkan Rasulullah, Imam Ali bin Abi Thalib, setiap imam secara bergiliran, dan akhirnya dari ayahnya, Imam Hasan Askari, dalam riwayat tentang imamah Imam Mahdi as. Imam Hasan Askari menunjuk dan memperkenalkan putranya sebagai imam di sisi tsiqat dari para sahabat dan Syiah-Syiah khususnya.”*

Semua menulis, “Di antara dalil terhadap imamah al-Qaim Muhammad bin Hasan adalah hukum akal mengenai keharusan wujud imam suci di setiap zaman yang terpelihara dari dosa dan kesalahan serta tidak memerlukan ilmu manusia pada zamannya. Hal ini karena masa tidak boleh kosong dari penguasa yang menyeru manusia kepada kemaslahatan, menjauhkan mereka dari kerusakan, menghukum para penjahat, memberikan petunjuk kepada yang jahil (bodoh), menjalankan hudud Ilahi (hukuman), menunjuk para komandan, memelihara negara Islam dari agresi musuh, serta mendirikan shalat Jumat dan Idul Fitri.

Dari berbagai dalil, telah terbuktikan bahwa manusia semacam ini haruslah suci dan telah terbuktikan bahwa imam-imam sebelumnya harus memperkenalkan imam setelah dirinya atau membuktikan imamah-nya bagi masyarakat dengan cara  menunjukkan sebuah mukjizat.

Sepeninggal Imam Hasan Askari, seorang lelaki yang memiliki kelebihan sepertinya tiada lain adalah putranya sendiri, Imam Mahdi as. Oleh karena itulah, imamah-nya terbuktikan dan tidak memerlukan penyebutan nash lagi.*

Ishaq bin Sa’ad Asy’ari mengatakan, “Aku menjumpai Abu Muhammad Hasan bin Ali Askari dan berkata, “Wahai putra Rasulullah! Siapakah khalifah dan imam setelahmu?” Imam berdiri dan dengan begitu cepat masuk ke dalam rumah.  Tidak lama kemudian, beliau kembali dalam keadaan menggendong seorang anak di pundaknya. Anak itu seperti bulan purnama. Usianya kira-kira tiga tahun.  Kemudian Imam berkata, “Wahai Ahmad bin Ishaq!  Sekiranya engkau tidak mulia di sisi Allah dan para imam suci, maka aku tidak akan menunjukkan putraku ini kepadamu. Inilah putraku yang namanya dan nama panggilannya sama dengan Rasulullah saw. Dialah yang akan memenuhi bumi dengan keadilan setelah dipenuhi dengan kezaliman. Wahai Ahmad! Putraku ini seperti Khidhir dan Dzulqarnain. Demi Allah! Dia akan gaib dan selama gaibnya itu, semua orang akan binasa kecuali mereka yang mengukuhkannya dengan imamah dan mendoakan percepatan kemunculannya.” Ahmad bin Ishaq bertanya mengenai apakah ada tanda-tanda yang dapat membuat hatinya yakin dengan itu?  Dalam keadaan itu, anak tersebut dengan bahasa Arab yang fasih berkata, “Akulah baqiyyatullah di bumi-Nya dan yang melakukan pembalasan terhadap musuh-musuh-Nya.”

Ahmad berkata, “Aku sangat senang mendengar berita ini dan lalu keluar. Di hari lainnya, aku kembali dan berkata, “Wahai putra Rasulullah! Aku gembira dengan beritamu ini. Engkau telah banyak berbuat baik kepadaku. Apakah maksudmu dari sunnah Khidzir dan Dzulqarnain?” Imam Hasan Askari mengatakan, “Kegaiban.” Aku berkata, “Wahai putra Rasulullah!  Apakah kegaibannya akan terjadi begitu lama?”  Beliau berkata, “Kegaibannya akan berlangsung begitu lama hingga banyak orang yang meyakini imamah-nya akan kehilangan keyakinannya itu, kecuali orang-orang yang telah menanamkan wilayah kami di hati mereka dan keimanan telah merasuk ke dalam kalbu mereka. Wahai Ahmad bin Ishaq! Kegaibannya adalah atas perintah Allah dan sebuah rahasia dari rahasia Ilahi. Apa yang kukatakan ini, jagalah dengan baik dan simpanlah dari orang-orang yang bukan muhrim! Berterimakasihlah kepada Allah  hingga engkau bersama dengan kami sampai hari kiamat!”*

Muhammad bin Ali bin Bilal berkata, “Abu Muhammad Hasan bin Ali, dua tahun sebelum wafatnya, memberitahuku tentang siapakah calon penggantinya.  Tiga hari sebelum wafatnya, beliau telah memberitahuku siapakah nama penggantinya.” *

Amer Ahwazi berkata, “Abu Muhammad menunjukkan putranya kepadaku dan berkata, “Putraku ini akan menjadi shahib kalian sepeninggalku nanti.”*

Muhammad bin Usman Umari berkata, “Abu Muhammad menunjukkan putranya kepada kami di rumahnya ketika jumlah kami waktu itu empat puluh orang. Beliau berkata, “Putraku ini akan menjadi imam dan khalifah kalian setelahku nanti.  Patuhilah dia dan janganlah kalian berselisih karena kalian akan binasa pada agama kalian! Ketahuilah! Setelah ini, kalian tidak akan melihatnya lagi.” Mereka berkata, “Beberapa hari kemudian, Abu Muhammad meninggal dunia.”*

Musa bin Ja’far bin Wahab Baghdadi berkata, “Aku mendengar dari Abu Muhammad Hasan bin Ali yang berkata, “Seolah-olah aku melihat kalian berselisih soal penggantiku. Ketahuilah! Barangsiapa yang menerima para imam pasca-Rasulullah saw tetapi menolak imamah putraku bagaikan orang yang menerima kenabian para nabi tetapi menolak kenabian Muhammad karena kepatuhan terhadap yang paling akhir dari kami adalah seperti orang yang mematuhi orang yang pertama dari kami, dan orang yang memungkiri orang yang paling akhir dari kami adalah seperti orang yang memungkiri orang pertama dari kami. Ketahuilah bahwa putraku akan gaib hingga masyarakat akan meragukan keberadaannya, kecuali orang-orang yang dipelihara oleh Allah.”*

Muhammad bin Usman Umari berkata, “Aku mendengar dari ayahku yang berkata, “Abu Muhammad Hasan bin Ali telah ditanya mengenai hadis ini,  bahwasanya telah sampai dari ayah-ayahnya yang berkata, “Bumi hingga hari kiamat tidak akan kosong dari hujjah. Barangsiapa yang mati sedangkan ia belum mengetahui imamnya mati secara jahiliah.” Kemudian dikatakan kepada beliau, “Siapakah hujjah dan imam setelah kalian?” Beliau mengatakan, “Putraku, Muhammad, setelahku adalah imam dan hujjah.  Barangsiapa yang mati dan tidak mengenalnya mati dalam keadaan jahiliah.  Sadarilah bahwa putraku akan gaib hingga orang-orang bodoh akan mengalami kebingungan dan ahli kebatilan akan binasa! Orang-orang yang menetapkan waktu untuk kemunculannya telah berdusta. Dia akan bangkit seolah-olah aku sedang menyaksikan bendera-bendera putih sedang berkibar di atas kepalanya di Najaf.”*

Sejumlah sahabat menukil bahwa tatkala budak Abu Muhammad hamil, budak itu berkata kepada Abu Muhammad, “Tidak lama lagi seorang anak lelaki dari keturunanmu akan lahir. Namanya Muhammad. Dia adalah Qaim sepeninggalku.”*

Shaqar bin Abi Dulaf berkata, “Aku mendengar dari Ali bin Muhammad Ali yang berkata, “Imam setelahku adalah Hasan, putraku, dan setelah Hasan, putranya Qaim yang akan memenuhi bumi dengan keadilan setelah dipenuhi dengan kezaliman.”*


Dalil-Dalil Lainnya

Selain dari nash-nash yang disebutkan tadi, kami juga memiliki banyak sekali hadis yang dapat digunakan untuk membuktikan wujud Imam kedua belas. Hadis-hadis tersebut dapat dibagi menjadi beberapa golongan.

Golongan pertama adalah hadis-hadis yang datangnya dari Rasulullah saw yang di dalamnya Rasulullah bersabda bahwa para khalifah dan umara’ setelahnya berjumlah dua belas orang.  Rasulullah bersabda, “Semuanya dari Quraisy dan dengan keberadaan mereka, agama Islam akan kekal dan tetap tegak.”

Amir bin Sa’ad bin Waqqash berkata, “Aku menulis kepada Jabir bin Samrah, “Beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang kaudengar dari Rasulullah saw! Dalam jawabannya, ia menulis, “Pada hari Jumat, ketika Aslami pada malam harinya dirajam, aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “Agama Islam akan terus tegak hingga hari kiamat selama dua belas orang khalifah yang semuanya dari Quraisy akan menjadi pemimpin umat.” *

Dari hadis semacam ini, dapatlah disimpulkan bahwa: pertama, agama Islam akan terus kekal hingga hari kiamat; kedua, di dalam masa ini, dua belas orang akan datang sebagai khalifah Rasulullah saw yang semuanya adalah dari Quraisy.

Dalam menentukan substansi dua belas orang ini, telah diberikan beberapa kemungkinan yang tidak satu pun darinya memiliki sanad dan alasan yang dapat dibenarkan. Yang dapat diterima hanyalah akidah Imamiyah yang memandang bahwa para imam dan khalifah pasca-Rasulullah berjumlah dua belas orang dan semuanya adalah dari Quraisy dan Bani Hasyim sementara yang kedua belas adalah Muhammad bin Hasan Askari yang hidup namun gaib dalam pandangan manusia.  Ia akan muncul pada masa yang sesuai dan akan melakukan kebangkitan serta memenuhi dunia dengan keadilan.

Golongan kedua adalah hadis-hadis yang menyebutkan bahwa para imam berjumlah dua belas orang dan yang terakhirnya bernama Qaim atau Mahdi.

Salman Farisi mengatakan, “Aku menjumpai Rasulullah saw dalam keadaan Husain duduk di atas pahanya. Rasulullah mencium mata Husain dan mengecup bibirnya seraya bersabda, “Engkau adalah sayyid, putra sayyid, dan ayah para sayyid. Engkau adalah imam, putra imam, dan ayah para imam. Engkau adalah hujjah, putra hujjah, dan ayah sembilan hujjah yang kesembilannya ialah Qaim.”*

Golongan ketiga adalah hadis hadis yang menyebutkan jumlah imam dua belas dengan disertai nama-nama setiap imam.

Jabir bin Abdilllah Anshari bertanya kepada Rasulullah saw, “Siapakah nama-nama para imam dari anak-anak Ali bin Abi Thalib?” Rasulullah menjawab, “Hasan dan Husain, kedua pemuda surga, setelah itu, Ali Zainal Abidin, dan kemudian, Muhammad Baqir,  dan, wahai Jabir, engkau akan bertemu dengannya. Untuk itu sampaikan salamku kepadanya. Setelahnya, Ja’far Shadiq dan setelah itu, Musa Kazhim, dan setelah itu, Ali Ridha bin Musa, dan kemudian, Muhammad Taqi bin Ali, dan kemudian, Ali Naqi  bin Muhammad, dan setelah itu, Hasan bin Ali Askari, dan ditutup dengan putranya, Qaim bihaq, Mahdi as, yang akan memenuhi bumi dengan keadilan, sebagaimana sebelumnya telah dipenuhi oleh kezaliman.”*

Sahal bin Sa’ad Anshari berkata, “Aku bertanya kepada Fatimah, putri Rasulullah saw, “Siapakah para imam suci itu?” Fatimah berkata, “Rasulullah saw memberitahu Ali, “Wahai Ali! Setelahku, engkau adalah imam dan khalifah, dan engkau lebih berhak terhadap mukminin daripada diri mereka sendiri. Ketika engkau meninggal, putramu Hasan akan menggantikanmu, dan apabila Hasan meninggal, Husain yang paling layak sebagai imam.  Ketika Husain meninggal, putranya  Ali bin Husain yang paling layak. Ketika Ali bin Husain wafat, putranya, Muhammad, yang paling layak. Ketika Muhammad meninggal dunia, putranya, Ja’far, dan ketika Ja’far meninggal, putranya, Musa, dan ketika Musa meninggal, putranya, Ali, yang paling layak. Ketika Ali meninggal, putranya, Muhammad, yang paling layak, dan apabila Muhammad meninggal,  putranya, Ali, yang paling berhak menjadi imam, dan ketika Ali meninggal, putranya, Hasan, dan ketika Hasan meninggal, putranya, Mahdi, yang paling layak. Di tangannyalah, bagian Timur dan Barat bumi akan dipenuhi dengan keadilan.”*

Golongan empat adalah hadis-hadis yang menyatakan bahwa para imam ada dua belas orang dan semuanya suci.

Abu Thufail menukil dari Imam Ali bahwasanya Rasulullah saw bersabda kepadaku, “Engkau adalah washi-ku terhadap orang-orang yang mati dalam Ahlulbaitku dan penggantiku terhadap umatku. Memerangimu adalah memerangiku dan berdamai denganmu adalah berdamai denganku. Engkau adalah imam dan ayah para imam. Sebelas imam dari keturunanmu akan datang dan semuanya suci dan terpelihara. Salah seorang dari mereka, Mahdi, akan memenuhi bumi dengan keadilan. Celakalah bagi orang yang memerangi mereka.”*

Golongan lima adalah hadis-hadis yang menunjukkan bahwa Ahlulbait akan tetap ada hingga hari kiamat.

Rasulullah saw bersabda, “Bintang-bintang adalah keamanan bagi ahli langit. Apabila semua bintang musnah, penduduk bumi juga akan musnah. Ahlulbaitku adalah keamanan ahli bumi. Apabila Ahlulbait musnah, penduduk bumi juga akan musnah.”*

Abdullah bin Sulaiman Amiri menukil dari Imam Ja’far Shadiq yang bersabda, “Bumi tidak akan pernah kosong dari hujjah yang mengenalkan manusia kepada yang halal dan haram serta menunjukkan mereka kepada jalan Allah.”*

Abu Hamzah berkata, “Aku bertanya kepada Imam Ja’far Shadiq, “Apakah bumi akan kekal tanpa imam?” Imam menjawab, “Tidak! Apabila tanpa imam, bumi akan tenggelam.”*

Wassya’ berkata, “Aku bertanya kepada Imam Ridha, “Apakah bumi akan tetap ada tanpa imam? Imam berkata, “Tidak.” Aku bertanya, “Dalam kaitan ini, telah diriwayatkan kepada kami, bahwa bumi tidak akan ada tanpa imam dan bila tiada imam, Allah akan murka kepada hamba-hamba-Nya?” Imam berkata, “Tidak! Bumi tidak akan ada tanpa adanya imam dan kalau tiada imam, bumi akan tenggelam.”*

Dari hadis-hadis seperti ini, dapatlah disimpulkan bahwa wujud imam yang merupakan seorang manusia suci serta sempurna dan menjadi tujuan penciptaaan manusia adalah suatu keharusan bagi kekekalan bumi dan para penduduknya. Bumi tidak akan pernah kekal bila tanpa adanya imam suci. Oleh karena tulah, dapat dikatakan, bahwa masa tidak pernah kosong dari wujud seorang imam meskipun gaib dan tidak terlihat oleh manusia.

Ini juga menjadi pendukung akidah Imamiyah bahwa Imam Mahdi adalah anak langsung Imam Hasan Askari yang lahir pada tahun 255 Hijriah dan kini tersembunyi dari mata kita. Ia menunaikan kewajibannya hingga landasan bagi kemunculannya tersedia dan bangkit untuk memperbaiki dunia.

Berita-Berita yang Bersusulan tentang Wujud Imam Mahdi dan Qaim

Semenjak zaman Rasulullah saw hingga masa Imam Hasan Askari, berita tentang wujud Imam Mahdi telah diberitakan. Dalam kaitan ini, banyak sekali hadis yang terdapat dalam kitab hadis, misalnya kami akan menyinggung beberapa darinya.

Jabir bin Abdillah Anshari menukil dari Rasulullah saw yang bersabda, “Mahdi adalah dari anakku, namanya adalah namaku, dan nama panggilannya adalah nama panggilanku.  Ia paling menyerupaiku dalam akhlak dan fisik dibanding manusia lainnya. Ia akan gaib sehingga manusia akan mengalami kebingungan dan kesesatan. Kemudian ia akan muncul laksana meteor dan memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana sebelumnya telah dipenuhi dengan kezaliman.”*

Imam Husain as meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, “Qaim (penyelamat) umat ini adalah orang kesembilan dari keturunanku. Ia akan gaib dan warisannya akan dibagikan di masa hidupnya.”*

Sa’id bin Jubair berkata, “Aku mendengar dari Zainal Abidin Ali bin Husain as yang berkata, “Dalam Qaim terdapat salah satu sunnah Nabi Nuh as, yaitu panjang umur.”*

Muhammad bin Muslim Tsaqafi berkata, “Aku mendengar dari Abu Ja’far Muhammad bin Ali yang berkata, “Al-Qaim akan mendapatkan pertolongan dan dukungan dari Allah sehingga para musuhnya merasa ketakutan dan bumi pun akan terlipat karenanya sementara harta karunnya akan menampakkan diri dan kekuasaannya akan meliputi Timur dan Barat.”

Allah swt akan memenangkan agama Islam di tangan Imam Mahdi terhadap agama-agama lainya meskipun kaum musyrikin memusuhi dan membencinya. Dia akan memakmurkan semua bumi. Nabi Isa as akan turun dan mendirikan shalat bersamanya. *

Shafwan mengatakan, “Aku mendengar dari Imam Ja’far Shadiq yang berkata, “Barangsiapa yang menerima semua imam tetapi menolak Imam Mahdi seperti orang yang menerima semua nabi tetapi mengingkari Muhammad.  Telah ditanyakan kepada Rasulullah saw, “Anak siapakah Mahdi as itu?” Rasulullah bersabda,  “Mahdi adalah anak yang kelima dari imam ketujuh. Dia gaib dari kalian dan penyebutan namanya diharamkan bagi kalian.”*

Yunus bin Abdurrahman berkata, “Aku bertanya kepada Musa bin Ja’far, “Apakah engkau adalah al-Qaim?” Beliau menjawab, “Aku adalah qaim kebenaran tetapi qaim yang membersihkan bumi dari musuh dan memenuhinya dengan keadilan sebagaimana sebelumnya telah dipenuhi oleh kezaliman adalah anak kelima dari keturunanku. Ia gaib begitu lama karena mengkhawatirkan keselamatan dirinya. Sekelompok orang akan kehilangan kepercayaan kepadanya dan sebagiannya lagi tetap meyakini keberadaannya.” Lalu, beliau menambahkan, “Betapa beruntungnya para Syiah kami yang di masa gaibnya masih tetap berpegangan dengan kami dan tetap teguh dengan kecintaan kepada kami dan berlepas diri dari musuh-musuh kami! Mereka dari kami dan kami dari mereka. Mereka ridha dengan imamah kami dan kami juga senang dengan kesyiahan mereka. Betapa beruntungnya mereka! Betapa beruntungnya mereka!  Demi Allah! Pada hari kiamat nanti, mereka akan bersama kami.”*

Rayyan bin Shalt berkata, “Aku bertanya kepada Imam Ridha, “Adakah engkau shahibul amer?” Beliau menjawab, “Aku adalah shahibul amer tetapi dia (Imam Mahdi) adalah shahibul amer yang memenuhi bumi dengan keadilan dan kesejahteraan  setelah sebelumnya dipenuhi dengan kezaliman. Dengan kelemahan badanku ini, bagaimana aku dapat menjadi dia? Al-Qaim adalah orang yang dalam usia tuanya keluar dalam wajah muda yang tangguh dan kuat sehingga mampu mencabut pohon yang terbesar dari akar-akarnya. Bila ia berteriak di antara gunung, batu-batu akan berguguran. Tonggak Musa dan cincin Sulaiman ada di tangannya. Dia adalah putra keempat dari keturunanku. Allah swt menggaibkannya dari pandangan lalu ia akan muncul dan memenuhi bumi dengan keadilan setelah sebelumnya dipenuhi dengan kezaliman.“*

Abdul Adzim Hasani berkata, “Aku menemui Muhammad bin Ali bin Musa as dan berniat untuk bertanya mengenai al-Qaim apakah dia al-Qaim ataukah orang selain dia. Lalu beliau berkata kepadaku, “Wahai Abu Qasim! Al-Qaim adalah Mahdi yang di masa gaibnya haruslah dinantikan kemunculannnya dan saat muncul, harus dipatuhi. Demi Tuhan yang telah mengutus Muhammad sebagai nabi dan menjadikan kami sebagai imam, dia adalah putra ketiga dari keturunanku! Apabila usia dunia ini tidak tersisa kecuali sehari saja, maka Allah akan memanjangkannya hingga muncul al-Mahdi yang akan memenuhi bumi dengan keadilan setelah dipenuhi dengan kezaliman. Allah akan mengatur urusan al-Mahdi dalam semalam, sebagaimana urusan Musa diperbaiki hanya dalam semalam. Musa pergi untuk membawa api tetapi kembali sebagai nabi.” Kemudian, beliau menegaskan, “Amalan umat Syiah yang paling utama adalah menantikan munculnya Imam Mahdi.”*

Shaqar bin Abu Dalaf berkata, “Aku telah mendengar dari Imam Ali bin Muhmmad bin Ali yang berkata, “Imam setelahku adalah Hasan, putraku, dan setelah Hasan adalah putranya, yakni al-Qaim yang akan memenuhi bumi dengan keadilan setelah diwarnai dengan kabut kezaliman.” *

Ahmad bin Ishaq Asy’ari berkata, “Aku menemui Abu Muhammad Hasan bin Ali dan berencana untuk menanyakan siapakah penggantinya. Beliau menjawab, “Wahai Ahmad bin Ishaq! Allah swt tidak akan membiarkan bumi kosong dari hujjah hingga hari kiamat. Berkat keberadaan hujjah, malapetaka dan bencana dijauhkan dari penduduk bumi serta hujan turun dan berkah bumi pun keluar.” Aku bertanya lagi, “Wahai putra Rasulullah! Siapakah imam dan khalifah sepeninggalmu nanti?” Imam segera masuk ke dalam rumah dan tak lama kemudian keluar dalam keadaan memanggul seorang anak yang mukanya seperti bulan di malam yang keempat belas (purnama) dan usianya kira-kira tiga tahun. Beliau berkata, “Wahai Ahmad!  Jika engkau tidak mulia di sisi kami, kami tiada akan pernah menunjukkan putraku ini kepadamu. Dia memiliki nama dan panggilan yang sama dengan Rasulullah saw. Dialah orang yang akan memenuhi bumi dengan keadilan setelah dipenuhi oleh kezaliman.” *

Dari hadis tersebut dan puluhan hadis yang serupa dengan itu, disimpulkan bahwa Rasulullah saw dan para imam suci secara berkesinambungan mengabarkan tentang wujud Imam yang kedua belas atau al-Mahdi atau al-Qaim. Dengan cara ini, mereka menyiapkan opini umum untuk menerimanya.  Rasulullah saw telah memulai pemberitahuan ini dan kemudian dilanjutkan oleh para imam suci.

Ramalan tentang Kegaibannya

Sebagaimana yang kalian perhatikan dalam hadis-hadis sebelumnya, masalah kegaiban Imam kedua belas telah dikemukakan di tengah umat Syiah di sepanjang sejarah sejak zaman Rasulullah saw hingga Imam kesebelas. Kegaiban merupakan salah satu kekhususan Mahdi as. Selain dari hadis yang telah disebutkan, dalam hadis yang lainnya juga dijelaskan tentang kegaiban beliau.

Rasulullah saw bersabda, “Demi Allah yang telah mengutusku untuk memberikan kabar gembira!  Al-Qaim dari keturunanku akan gaib dari pandangan sebagaimana yang telah ditetapkan sehingga sebagian besar manusia akan berkata, “Allah swt tidak lagi memerlukan keluarga Muhammad.” Sementara itu, kelompok lainnya meragukan apakah dia benar-benar dilahirkan atau tidak.  Maka, barangsiapa yang menyaksikan masa gaib harus berupaya menjaga agamanya dan tidak memberikan jalan kepada setan untuk menggodanya. Jangan sampai ia tergelincir dari agama Islam dan keluar dari agama suci ini, sebagaimana sebelumnya, ayah dan ibu kalian telah dikeluarkan oleh setan dari surga.  Allah swt menjadikan setan sebagai wali dan penguasa bagi orang-orang kafir.”*

Imam Ja’far Shadiq berkata, “Jika mendengar berita kegaiban Imam kalian, janganlah kalian pungkiri!*

Thabarsi menulis, “Berita tentang kegaiban wali ashr telah diberitahukan sebelum kelahirannya dan juga berita tentang ayahnya dan kakeknya. Para muhadis Syiah merekamnya di dalam ushul dan kitab-kitab yang telah ditulis pada masa Imam Baqir dan Ja’far Shadiq. Salah satu muhadis dan penulis yang dapat dipercaya adalah Hasan bin Zarrad. Seratus tahun sebelum datangnya masa gaib, ia telah mencatat dan merekam hadis-hadis yang berkaitan dengan kegaibannya di kitabnya, Mashikhah. Dalam kenyataannya, sebagaimana yang diprediksikan dalam hadis, kegaiban ini benar-benar terjadi.”

Muhammad bin Ibrahim bin Ja’far Na’mai yang dilahirkan di masa gaib sughra ‘kecil’ dan yang menulis kitab al-Ghaibah saat berusia delapan puluh tahun menulis, “Para imam suci telah memberitahukan kegaiban Imam Zaman jauh hari sebelum masa kegaiban itu terjadi. Sekiranya kegaiban Imam Mahdi tidak terjadi, hal ini akan menunjukkan kebatilan akidah Imamiyah. Namun, Allah swt telah menampakkan kebenaran berita para imam itu dengan terjadinya kegaiban ini.” *

Selain dari Hasan bin Mahbub, sejumlah orang lainnya dari para sahabat imam suci menulis berbagai buku tentang gaibnya Imam Mahdi as sebelum kelahiran Imam Mahdi. Di antara mereka, kami akan menyinggung sebagiannya.

1.   Ali bin Hasan bin Muhammad Thai Thathari, yang merupakan salah seorang sahabat Musa bin Ja’far, telah menulis sebuah buku tentang gaibnya seorang lelaki fakih dan terpercaya.*

2.  Ali bin Umar A’waj Kufi dari sahabat Musa bin Ja’far menulis sebuah kitab tentang kegaiban Imam Mahdi as. *

3.  Ibrahim bin Shalih Anmathi dari sahabat Musa bin Ja’far menulis sebuah buku tentang gaibnya Imam Mahdi as.*

4.  Hasan bin Ali bin Abi Hamzah, yang hidup di era Imam Ridha, memiliki sebuah kitab tentang kegaiban Imam Mahdi as.*

5.  Abbas bin Hisyam Nasyiri Asadi dari sahabat Imam Ridha as menulis sebuah buku tentang gaibnya Imam Mahdi as.*

6.  Ali bin Hasan bin Fadzal dari sahabat Imam Hadi as dan Imam Hasan Askari menulis sebuah buku yang sama.*

7.   Fadzal bin Syadan Nisyaburi salah seorang sahabat Imam Hadi as dan Imam Hasan Askari menulis sebuah buku tentang al-Qaim Ali Muhammad dan kegaibannya.*

Menimbang apa yang telah disebutkan tadi dan ditambah lagi dengan tiga persoalan lainnya, maka wujud Imam kedua belas yang gaib merupakan suatu perkara yang pasti dan tidak dapat diingkari.

Pertama: berdasarkan burhan aqliyah ‘argumentasi rasional’ dan hadis-hadis yang tidak sedikit jumlahnya, yang bersumber dari para imam suci, telah terbuktikan bahwa keberadaan seorang imam dan hujjah merupakan suatu keharusan bagi kelanggengan keturunan manusia dan bumi tidak akan pernah sepi dari wujud seorang hujjah.

Kedua: dalam banyak hadis yang mencapai batas mutawatir, disebutkan bahwa jumlah para imam suci adalah dua belas.

Ketiga: berdasarkan hadis-hadis dan penyaksian sejarah, telah datang sebelas imam yang tak lama kemudian meninggal dunia. Maka dari itu, haruslah dikatakan bahwa Imam kedua belas, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis-hadis, adalah putra langsung dari Imam Hasan Askari dan hidup dalam keadaan gaib.

Kemuliaan dan Kesempurnaan Imam Mahdi as

Sayangnya, Imam Mahdi sejak kecil hidup dalam keadaan gaib dan tidak sempat berinteraksi secara langsung dengan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat tidak sempat melihat kesempurnaan esensial, kemuliaan akhlak, ilmu pengetahuan, shair dan suluk spiritual beliau. Ia pun tidak sempat menukilkannya kepada kita.  Namun dengan memperhatikan tentang syarat-syarat untuk menjadi imam, haruslah kita katakan, bahwa Imam Mahdi as juga memiliki berbagai kesempurnaan yang terdapat di dalam diri para imam lainnya. Dia juga maksum (suci) dari dosa dan kesalahan serta memiliki semua pengetahuan yang merupakan suatu keharusan bagi seorang imam. Sumber ilmunya juga sama dengan sumber-sumber ilmu para imam suci lainnya.

Perilaku dan perbuatan Imam Mahdi dari berbagai aspek, seperti ibadah, sosial, dan moral adalah sama dengan Rasulullah saw dan para imam suci. Meskipun detailnya tidak dijelaskan kepada kita, di masa kemunculannya nanti, semua kesempurnaan itu akan tampak. Di sejumlah hadis pun telah disebutkan:

Imam Muhammad Baqir berkata, “Ilmu terhadap kitab Allah dan sunnah Rasulullah saw ada di hati Mahdi kami dan tumbuh seperti tumbuhan tumbuh dengan subur di tanah yang sesuai. Apabila di antara kalian ada yang menyaksikan masa kemunculannya, katakanlah salam untuk kalian wahai Ahlullbait, rahmat, nubuwah, tambang ilmu, dan risalah Islam! Salam untukmu wahai Baqiyyatullah di bumi ini.”*

Kembali Imam Baqir berkata, “Ketika bangkit, al-Qaim akan meletakkan tangannya di atas kepala manusia dan mengonsentrasikan serta menyempurnakan pikiran mereka.”*

Imam Ja’far Shadiq berkata, “Ilmu terbagi menjadi dua puluh tujuh bagian. Semua apa yang dibawa oleh para nabi dan diketahui oleh manusia tidak lebih dari dua bagiannya saja. Ketika bangkit, al-Qaim akan menampakkan dua puluh lima bagian lainnya dan membagikannya kepada manusia, selain dari dua bagian yang telah dibawa oleh para nabi yang semuanya menjadi dua puluh tujuh bagian.”*

Hanya saja, dari hadis-hadis yang semacam ini, tidak boleh diasumsikan bahwa ilmu dan kesempurnaan Imam Mahdi as adalah lebih utama daripada ilmu dan kesempurnaan Rasulullah saw dan para imam lainnya! Tidak! Bukanlah seperti itu, melainkan semua imam adalah sama dari segi ilmu. Mereka juga memiliki kelebihan-kelebihan itu. Namun, kondisi, situasi, pemahaman, dan akal masarakat pada zamannya tidaklah memiliki kesiapan untuk memahami ilmu itu.

Gaib Shugra dan Kubra

Menurut keyakinan Imamiyah, Imam kedua belas mengalami gaib dua kali. Gaib shugra ‘pendek' dan gaib kubra ‘lama’. Gaib shugra dimulai sejak kelahiran beliau (tahun 255 H) dan berlanjut hingga tahun 329 H. Sepanjang masa ini, meskipun gaib di mata manusia, ia melalui sejumlah orang khusus menjalin hubungan dengan orang-orang Syiah dan mengurusi keperluan-keperluan mereka serta menjawab persoalan-persoalan agama. Para mediator itu berasal dari orang-orang kepercayaan yang dinamakan naib ‘wakil’. Para naib beliau adalah empat orang yang dijadikan secara berurutan.

Pertama, Usman bin Sa’id. Dia adalah sahabat Imam Hadi dan Imam Hasan Askari yang terpercaya. Dia adalah salah satu orang yang diperlihatkan baginya Imam Mahdi oleh Imam Hasan Askari yang berkata, “Setelah ini, kalian tidak akan melihatnya lagi dan di masa gaib, kalian harus patuh kepada Usman bin Sa’id karena dialah pengganti Imam kalian.”*

Kedua, Muhammad bin Usman. Dia ditunjuk sebagai naib dari pihak yang suci setelah ayahnya. Usman bin Sa’id menjelang wafatnya mengatakan, “Setelahku, putraku, Muhammad, akan menjadi penggantiku dan naib Imam kalian. Niyabah-nya ‘kewakilannya’ telah didukung dan dibenarkan oleh Imam Mahdi as.”*

Ketiga, Husain bin Ruh. Muhammad bin Usman menjelang wafatnya  mengenalkan Husain sebagai penggantinya dan Husain pun mendapat wikalah dari Imam Mahdi.  Kepada sahabatnya, Muhammad bin Usman mengatakan, “Aku telah diberi tugas oleh Imam Mahdi as untuk menunjuk Husain bin Ruh sebagai wakil dan merujuklah kepadanya dalam berbagai urusan agama!”*

Keempat, Ali bin Muhammad Samari. Dia adalah salah seorang tokoh ternama dan terpercaya di kalangan Syiah. Husain bin Ruh, sebelum wafat, menunjuknya sebagai wakil dari pihak yang suci.*

Ali bin Muhammad Samari merupakan naib khusus Imam Mahdi as yang terakhir.  Pada tahun 329 Hijriah, Ali bin Muhammad Samari wafat. Sebelumnya, dia membacakan surat yang datang dari tempat yang suci untuk manusia. Di dalam surat tersebut tertulis, “Enam hari lagi, ajalmu akan tiba. Urusi dan selesaikan semua pekerjaanmu! Namun, jangan engkau menunjuk wakil atau penggantimu! Sejak sekarang, kegaiban akan benar-benar sepenuhnya terjadi. Aku sendiri tidak akan muncul dan keluar dari kegaibanku. Selagi hati manusia belum beku dan bumi belum dipenuhi dengan kezaliman, Allah swt tidak akan mengijinkanku muncul. Sebelum syarat-syarat itu ada, siapa saja yang mengaku melihatku telah berdusta dan janganlah kalian percaya kepadanya!”*

Periode gaib sughra dan niyabah ‘perwakilan’ wakil-wakil khusus terus berlanjut hingga 74 tahun. Di masa ini, orang-orang Syiah mengadakan hubungan dengan Imam Mahdi melalui para wakil-wakil. Mereka menanyakan problem agama mereka dan memperoleh jawabannya melalui surat-surat yang diberi tanda tangan. Adakalanya, pada mulanya, dikeluarkan tanda tangan dari sumber yang suci dan mereka menerima perintah.

Karomah dan mukjizat juga telah diceritakan dalam hal ini. Untuk mengkajinya diperlukan waktu yang lebih banyak. Maksud dari terjadinya gaib shugra adalah agar orang-orang Syiah menemukan kesiapan yang lebih untuk menerima kegaiban kubra.

Gaib kubra dimulai dari tahun meninggalnya naib Ali bin Muhammad Samari (329 H) dan terus berlanjut hingga munculnya Imam Mahdi. Rasulullah saw dan para imam suci telah memberitahu terjadinya dua kegaiban ini.

Ishaq bin Ammar mengatakan, “Dari Imam Ja’far Shadiq, aku mendengarnya menyatakan, “Al-Qaim mengalami dua kegaiban: gaib yang lama dan lainnya singkat. Pada gaib shugra, hanya orang-orang tertentu dari Syiah dan yang berwilayah yang mengetahui keberadaan Imam Mahdi saat itu. Selain itu, tiada yang mengetahuinya.”*

Tempat Imam Mahdi hidup tidak jelas dan ada kemungkinan Imam hidup di tengah masyarakat tetapi secara samar. Artinya , Imam berada di antara mereka.

Filsafat Kegaiban

Mungkin saja ada yang mengatakan, “Mengapa Imam Mahdi tidak tampak oleh pandangan?  Mengapa Imam tidak dapat hidup di salah satu bagian dunia ini, sebagaimana manusia pada umumnya dan berupaya untuk menyebarluaskan hukum dan ketetapan agama serta memimpin umat? Apakah tidak memungkinkan bila Imam hidup seperti itu hingga kondisi bagi kebangkitan dunia telah tersedia dan mengijinkannya untuk bangkit dan menggulingkan pemerintahan-pemerintahan yang zalim serta mendirikan pemerintahan Islam yang adil dan sejahtera.

Sebagai jawabannya, dapat dikatakan bahwa hal itu merupakan anggapan atau asumsi yang baik. Namun sayangnya, hal itu tidak dapat dilaksanakan. Untuk lebih jelasnya persoalan ini dan mengapa tidak memungkinkan untuk dijalankan, haruslah diperhatikan beberapa hal di bawah ini.

1.       Program Imam Mahdi as tidak sama dengan program para imam lainnya. Para imam lainnya tidak memiliki kewajiban untuk melakukan perang bersenjata  untuk mendirikan pemerintahan Islam, melaksanakan hukum serta undang-undang agama, memerangi  kezaliman, dan membela orang-orang tertindas serta kaum lemah. Akan tetapi, Imam Mahdi as akan mengemban tugas yang berat ini dan ini terhitung sebagai kekhususannya. Rasulullah saw dan para imam suci mengenalkan Imam Mahdi seperti tersebut.

2.        Pemerintahan Imam Mahdi as bersifat internasional, maktabi, serta Islami. Pemerintahan itu tidak terbatas pada sebuah negara atau teritorial tertentu, kaum atau bahasa tertentu, dan sudah barang tentu untuk mendirikan pemerintahan global seperti itu bukanlah perkara yang mudah sehingga memerlukan kesiapan internasional dari dua sisi. Pertama, kesiapan militer, yakni pasukan Imam Mahdi harus lebih unggul daripada pasukan militer lainnya. Kedua, kesiapan opini umum sehingga sebagian besar masyarakat dunia akan menerima pemerintahan seperti itu dan berjihad serta berkorban di jalan kebenaran.

3.        Dari segi akal dan naqli (al-Quran dan hadis) telah terbuktikan bahwa wujud imam dan hujjah adalah suatu keharusan bagi kelanjutan generasi manusia dan bumi tidak akan pernah kosong dari  wujud seorang hujjah.

4.        Menurut hadis-hadis yang banyak jumlahnya dan bersifat mutawatir, jumlah para imam setelah Rasulullah saw adalah dua belas. Sebelas dari mereka telah datang dan tak lama kemudian meninggal dunia.  Imam yang kedua belas, yakni al-Qaim bil haq atau Mahdi yang dijanjikan, harus hidup dan bertahan hingga hari kiamat.

5.        Rasulullah saw dan para imam suci di masa kehidupannya berkali kali telah memberitahu persoalan Mahdi as dan kebangkitannya. Mereka, antara lain, berkata, “Saat kezaliman sudah merajalela dan menguasai dunia, Mahdi akan bangkit dan melalui jihad serta pengorbanan para sahabat dan mereka yang sepemikiran dengannya, Imam Mahdi as akan memerangi kezaliman dan mencabutnya hingga ke akar-akarnya lalu mendirikan sebuah pemerintahan yang adil dan Islami.

Kini dengan mempertimbangkan hal-hal yang disebutkan tadi, haruslah dilihat bahwa apakah Imam Mahdi dapat hidup sebagaimana manusia pada umumnya di salah satu sudut dunia ini seraya menunaikan kewajiban dan tugas pada batasan yang memungkinkan untuknya? Dengan menerima premis atau anggapan seperti ini, maka apa yang akan terjadi di dunia ini?

            Dengan anggapan seperti ini, Imam Mahdi senantiasa berhadapan dengan dua kelompok dari masyarakat. Golongan yang pertama adalah orang-orang yang tertindas dan yang terzalimi. Golongan ini senantiasa ada di sepanjang sejarah. Kelompok ini merupakan kelompok yang paling banyak ada di tengah masyarakat dan menantikan pertolongan. Kelompok ini yang ketika menyaksikan Mahdi –yang dijanjikan berada di tengah mereka dan sebelumnya mereka telah menunggu kemunculan sang juru penyelamat yang akan memperbaiki keadaan dunia yang gelap oleh kezaliman–akan mendukung Imam Mahdi as dan menghendaki kebangkitan internasional.

Dengan anggapan seperti ini, apabila memberikan jawaban yang positif terhadap keinginan mereka lalu memasuki kancah perang, Imam Mahdi as tidak akan mendatangkan kesuksesan karena belum terciptanya landasan bagi kebangkitan internasional sehingga, mau tidak mau, Imam akan terbunuh dan akhirnya bumi kosong dari hujjah dan imam.

Apabila Imam tidak mengabulkan keinginan orang-orang yang tertindas ini dan tidak bangkit, orang-orang tertindas akan berputus asa dan bercerai berai. Oleh karenanya, tidak ada jalan lain, kecuali gaib untuk sekian lama hingga keadaan bagi perjuangan internasional memungkinkan.

Kelompok kedua adalah pemerintahan-pemerintahan tiran dan arogan di dunia yang sepanjang sejarah dan di berbagai belahan dunia tidak segan melakukan berbagai macam kejahatan untuk melanggengkan dominasi dan kekuasaan mereka. Mereka menghilangkan segala macam kemungkinan yang mengancam kekuasaan mereka.

Kelompok ini, karena mendengar bahwa Mahdi yang dijanjikan akan melindungi dan membantu orang-orang yang tertindas serta berjuang melawan kezaliman, akan merasakan bahaya dan berupaya untuk meneror dan membunuh Imam Mahdi as. Akhirnya, dunia akan kosong dari hujjah.

Oleh karena itulah, kegaiban Imam Mahdi as merupakan suatu keharusan untuk mengantisipasi peristiwa-peristiwa yang semacam itu.


Pengaruh dan Keuntungan Kegaiban Imam Mahdi as

Dalam membahas keharusan wujud imam, maka perlu kiranya disinggung mengenai beberapa tanggung jawab penting imam. Kewajiban atau tugas tersebut adalah sebagai berikut.

    menjaga dan memelihara ilmu, pengetahuan, serta undang-undang yang berkaitan dengan agama.
    menyebarluaskan dan memasyarakatkan ilmu, pengetahuan, serta undang-undang yang berkaitan dengan agama di tengah umat Islam.
    mendirikan dan mengelola pemerintahan Islam serta melaksanakan hukum-hukum yudikatif, politik, sosial, ekonomi, budaya serta urusan lain yang berhubungan dengan pengelolaan negara Islam dan menyesaikan urusan umat Islam.

Kini mungkin saja ada yang bertanya, “memperhatikan semua keperluan tadi –sehingga kita menganggap keberadaan imam merupakan suatu keharusan– sedangkan tidak satu pun dari perkara di atas dapat dilaksanakan oleh Imam yang gaib, maka apa gunanya Imam yang gaib tersebut?”

Maka sebagai jawabannya, saya mengatakan bahwa berkaitan dengan fungsi Imam yang pertama, yakni menjaga dan memelihara ilmu serta pengetahuan agama, Imam gaib tidak berbeda dengan para imam lainnya.  Imam gaib juga memelihara dan menjaga undang-undang agama sehingga dapat dikatakan, setelah Rasulullah saw dan sepanjang sejarah, ilmu dan makrifah agama masih terpelihara dengan seutuhnya tanpa dikurangi dan ditambahi di sisi para imam suci.

Adapun tentang pengejewantahan perkara kedua dan ketiga, meskipun masyarakat di masa gaibnya Imam tidak dapat memanfaatkan wujud Imam, yang harus dipersalahkan bukanlah Imam melainkan masyarakatlah yang bersalah karena tidak mempersiapkan landasan bagi munculnya pemerintahan dan kekuasaan Imam. Oleh sebab itulah, Imam terpaksa hidup gaib untuk mempersiapkan pendahuluan-pendahuluan bagi kemunculannya.

Selain dari itu, kita tidak memiliki argumen yang jelas dan tegas bahwa Imam Mahdi as, di masa gaibnya, sama sekali tidak terlibat dalam persoalan-persoalan ilmu dan budaya yang berkaitan dengan agama serta penyelesaian problema politik dan sosial yang berkaitan dengan umat Islam. Akan tetapi, dapat diperkirakan bahwa di sebagian waktu yang menjadi keharusan, Imam menjelaskan persoalan ilmiah, baik secara langsung ataupun tidak langsung, kepada sejumlah orang atau kelompok. Selain itu, pada masa krisis, Imam mungkin bersegera membantu umat Islam dengan memberikan petunjuk-petunjuk yang diperlukan secara samar kepada para pejabat terkait. Kemungkinan hal-hal seperti itu tidak bisa dipungkiri keberadaannya.

Selain dua faedah kegaiban tadi, dua faedah lainnya juga akan kami sebutkan di sini.

Pertama, untuk membuktikan kelangsungan dan kelanggengan generasi manusia serta pembangunan dan kemakmuran dunia, dapatlah dibawakan dua dalil (argumen) yang salah satunya adalah dalil naqliyah dan yang lain adalah dalil aqliyah.
Dalil-Dalil Naqliyah

Banyak sekali hadis yang menjelaskan bahwa wujud hujjah atau imam adalah suatu keharusan bagi kelanggengan generasi manusia. Maka, ketiadaannya akan menyebabkan rusaknya bumi dan musnahnya generasi manusia. Sebelumnya, telah disinggung sebagian hadis seperti itu. Oleh karena itu, pengulangannya tidak diperlukan di sini.

 

Dalil-Dalil Aqliyah

Dalam kitab kalam, akidah, dan filsafat, telah disampaikan sebuah dalil mengenai keharusan adanya manusia sempurna di semua zaman. Dalil ini mendukung keharusan wujud hujjah dan imam. Penjelasan dalil ini memerlukan disebutkannya pendahuluan-pendahuluan yang telah terbuktikan dalam kitab-kitab terkait sehingga beberapa halaman berikut ini tidak akan dapat mewakilinya. Oleh sebab itu, kami di sini hanya akan menyebutkan ringkasan dari sebagian hasil yang telah terbuktikan dan diperlukan. 

1.     Manusia terdiri dari jasad fisik dan ruh yang metafisik (mujarrad) atau malakuti.  Dua senyawa ini membentuk sebuah maujud yang bernama manusia.  Manusia memiliki dua peringkat wujud. Peringkatnya yang tertinggi adalah jauhar al-mujarradah yang bersifat malakuti dan kekal sedangkan peringkatnya yang terendah adalah fisik dan jasad. Oleh karena itulah, gerakan dan proses menuju kesempurnaan adalah hal yang memungkinkan bagi manusia.  

2.     Manusia di dalam batin zatnya dapat bergerak di salah satu dari dua jalur: pertama, shirat mustaqim ‘jalan lurus’ kemanusiaan dan pengembangan sifat-sifat kesempurnaan manusia serta perjalanan naik kepada Allah; yang lainnya, kesesatan dan penyelewengan dari shirat mustaqim kemanusiaan yang diakibatkan oleh pengembangan sifat-sifat hewani sehingga manusia jatuh ke lembah kehewanan yang menyeramkan. Di tangan manusialah, terletak keputusan untuk memilih salah satu dari dua jalur tersebut.

3.      Penciptaan manusia dan dunia bukanlah sia-sia melainkan memiliki tujuannya, yaitu untuk mencapai kesempurnaan jiwa manusia, melakukan perjalanan menuju Allah, dan mencapai kesempurnaan spiritual serta akhirat.

4.     Manusia tidaklah mandiri dan merdeka dalam menemukan shirat mustaqim kemanusiaan dan gerakan batin yang menuju kesempurnaan serta kebahagiaan abadi. Akan tetapi dalam hal ini, manusia memerlukan Sang Pencipta manusia, petunjuk-Nya, dan bantuan para nabi-Nya. Oleh sebab itulah, dikatakan bahwa untuk menjamin kebahagiaan dunia dan akhirat manusia, karunia Ilahi menuntut adanya program-program yang diperlukan melalui para nabi dan utusan pilihan. Hukum dan undang-undang agama diturunkan untuk tujuan ini. Inilah shirat mustaqim kemanusiaan dan jalan sair serta suluk kepada Allah. Akidah yang benar, akhlak yang terpuji, amal yang saleh merupakan sebab-sebab penyempurnaan jiwa manusia yang akan menciptakan kebahagiaan akhirat bagi manusia. Sebaliknya,  akidah yang batil, akhlak yang buruk, serta pelaksanaan dosa dan perbuatan-perbuatan yang buruk akan menyebabkan jatuh dan binasanya manusia.

5.        Perjalanan gerak manusia tidaklah bersifat majazi ‘tidak hakiki’ tetapi merupakan sebuah perjalanan yang sesungguhnya. Esensi jiwa manusia bergerak pada satu perjalanan yang sesungguhnya, yakni boleh jadi menuju ke sumber kesempurnaan sehingga menjadi lebih sempurna atau semakin jauh dari kemanusiaan dan menuju ke lembah kehewanan yang gelap.

Dari apa yang telah berlalu, dapat dimengerti bahwa tujuan penciptaan manusia adalah perjalanan menuju Allah dan kesempurnaan jiwa.  Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa  di antara manusia, selalu ada  manusia sempurna yang bergerak pada teks agama dan shirat mustaqim. Semua akidah yang benar, akhlak yang terpuji, dan perbuatan-perbuatan yang baik teraktualisasikan dalam diri manusia sempurna tadi sehingga tujuan penciptaan manusia telah teraplikasikan pada dirinya.  Manusia istimewa seperti ini bergerak menuju kesempurnaan yang multak dan senantiasa mendapatkan karunia serta rahmat Ilahi. Ia mengangkat manusia-manusia lain untuk bergerak di jalan yang sama menuju kedudukan tinggi spiritual dengan magnet batiniahnya. Para imam suci tersebut memberikan petunjuk kepada para pengikutnya dengan karunia-karunia ilahi yang selalu turun kepada ruh malakuti dan kedudukan tinggi imamah.

Manusia istimewa seperti itu adalah puncak penciptaan manusia. Ia adalah imam dan pemuka kafilah kemanusiaan serta hujjah Allah di muka bumi. Keberadaannya menyebabkan kelangsungan dan kelanggengan generasi manusia sementara ketiadaannya akan menyebabkan musnahnya generasi manusia dan rusaknya bumi.

Oleh karena itulah, dapat dikatakan bahwa faedah yang paling penting dari wujud imam adalah kelanggengan generasi manusia. Oleh sebab itu, dalam keberkesanan pengaruh penting ini, tidak ada beda antara zuhur atau gaibnya imam.

Dalam sejumlah hadis, Imam yang gaib diumpamakan sebagai matahari yang bersembunyi di balik awan.

Sulaiman mengatakan, “Aku bertanya kepada Imam Ja’far Shadiq, “Bagaimana manusia dapat meneguk manfaat dari Imam yang gaib?” Imam Ja’far berkata, “Sebagaimana halnya mereka meneguk keuntungan dari matahari di balik awan.”* Untuk menjelaskan hadis tersebut, dapatlah dikatakan bahwa sebagaimana telah terbukti dalam ilmu alam dan perbintangan, matahari adalah sentral atau poros  tatasurya. Daya tariknya telah menjaga bumi dari kejatuhan dan membuat bumi mengitarinya serta mewujudkan berbagai musim, siang, dan malam. Cahayanya menerangi bumi dan panasnya menyebabkan kehidupan manusia, binatang, dan tumbuhan. Keberkesanan pengaruh ini tidak berbeda antara kemunculannya di siang hari dan kegaibannya di malam hari atau di saat mendung.

Manfaat kedua adalah menguatkan ruh harapan dalam menantikan kemenangan serta mempersiapkan diri untuk menjalani program-program yang besar dan perbaikan internasional Imam Mahdi as. Program perbaikan Imam Mahdi yang dijanjikan adalah sebagai berikut: menggulingkan pemerintahan tiran dan mencabut  kezaliman untuk selama-lamanya; mendirikan pemerintahan yang satu di dunia Islam dan menyebarluaskan keadilan serta kesejahteraan; menyebarluaskan Islam di dunia dan mengalahkan  agama-agama lain; menghapus sepenuhnya kesyirikan dan kekufuran; melaksanakan secara sempurna hukum dan peraturan Islam dan mencabut akar kemiskinan serta ketertindasan.

Dengan sedikit ketelitian, jelaslah sudah bahwa perealisasian perkara ini tidak akan memungkinkan tanpa adanya kesiapan semua pihak, khususnya dengan menimbang bahwa kemenangan yang agung akan diraih dengan perang dan jihad, bukan mukjizat. Selain itu, dengan mempertimbangkan  kondisi sekarang,  yakni bahwa para tiran di dunia memiliki kemajuan yang menakjubkan dalam ilmu dan industri –khususnya industri militer dan pembantaian massal, orang-orang yang benar-benar meyakini kedatangan Mahdi dan menghendaki kebangkitan serta perbaikan dunia yang akan dilakukannya haruslah mempersiapkan dirinya untuk menghadapi perang besar ini. Pertama, mereka hendaknya mencetak diri mereka sebagaimana yang dikehendaki Imam Mahdi terhadap seluruh manusia. Kedua, opini umum haruslah dipersiapkan untuk menerima Islam dan pemerintahan satu dunia. Ketiga, mereka hendaknya berupaya untuk mengejar ketertinggalan mereka dalam ilmu pengetahuan dan industri, khususnya industri militer, dan mempersiapkan pasukan tempur, bahkan harus lebih baik daripada yang lain. Inilah makna menantikan al-Mahdi yang disebutkan dalam banyak hadis. Hal ini boleh disebut sebagai salah satu faedah beriman kepada wujud Imam gaib.

 

Hadis-Hadis yang Berkaitan dengan Imam Mahdi dalam Kitab Ahlus Sunnah

Hadis-hadis yang berkaitan dengan Mahdi yang dijanjikan tidaklah khusus milik kitab-kitab Syiah. Akan tetapi, banyak ulama Ahlus Sunnah yang juga menuliskan hadis-hadis yang sama dalam kitab-kitab mereka. Di antaranya akan kami singgung berikut ini.

Ali bin Abi Thalib menukil dari Rasulullah saw yang bersabda, “Apabila masa hanya tersisa sehari, Allah swt akan mengutus seorang lelaki dari Ahlulbait untuk memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana sebelumnya telah dipenuhi oleh kezaliman.”*

Ummu Salamah berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “Mahdi adalah dari itrah-ku ‘keluargaku’ dan anak keturunan Fatimah.”*

Ali bin Abi Thalib menukil dari Rasulullah saw yang bersabda, “Mahdi adalah dari Ahlulbaitku dan Allah swt menyiapkan sebab-sebab bagi kebangkitannya dalam semalam.”*

 

Selain itu, ada puluhan hadis lain yang menyerupai hadis-hadis tersebut.

Dari hadis semacam ini, dapat disimpulkan bahwa keyakinan kepada Mahdi yang dijanjikan bukanlah khusus milik orang-orang Syiah tetapi merupakan sebuah akidah Islam yang besumber dari Rasulullah saw. Ahlus Sunnah juga meyakini hal ini. Dengan perbedaan bahwa di dalam keyakinan orang Syiah, Imam Mahdi merupakan pribadi yang telah dikenali dari anak-anak Rasulullah saw, Fatimah, serta Imam Husain as dan merupakan putra langsung Imam Hasan Askari yang dilahirkan pada tahun 255 Hijriah dan kini masih hidup dalam keadaan gaib dan kebangkitannya terjadi di akhir zaman, ketika dunia telah siap menerimanya. Namun, Mahdi yang dijanjikan di sisi Ahlus Sunnah merupakan sosok yang tidaklah dikenal dan belum ada tetapi hanya disebutkan sebatas bahwa dia berasal dari keturunan Rasulullah saw dan Fatimah yang akan bangkit di akhir zaman dan memenuhi bumi dengan keadilan.

Oleh karena itu, mereka, yakni Ahlus Sunnah, meyakini bahwa Mahdi akan dilahirkan di akhir zaman dan bangkit untuk memperbaiki dunia.

Akidah atau keyakinan itu bersumber dari hadis-hadis yang ada di kitab-kitab mereka. Di sana, tidak disebutkan bahwa Imam Mahdi telah dilahirkan dan bahwa dia adalah putra langsung Imam Hasan Askari yang mengalami gaib shugra dan kubra. Karena tiada penafian, keyakinan mereka tidaklah bertentangan dengan keyakinan orang-orang Syiah.

Di bagian akhir dan penutup, perlu kiranya kami sebutkan bahwa meskipun kelahiran dan kegaiban Imam Mahdi as tidaklah disebutkan dalam kitab-kitab Ahlus Sunnah, sekelompok dari mereka mengakui tentang kelahiran putra Imam Hasan Askari lalu meriwayatkannya dalam kitab mereka.

Muhammad bin Thalhah Syafi’i dalam kitab Mathalibus Su’ul, Muhammad bin Yusuf dalam Kifayah Thalib, Ibn Shabagh Maliki dalam Fushul Muhimmah, Yusuf bin Qazaughali dalam kitab Tadzkirah Khawashul Ummah, Syabalanji dalam Nurul Abshar, Ibn Hajar dalam ash-Shawaiq al-Muhriqah, Muhammad Amin Baghdadi dalam Sabaikudz Dzahab, Ibn Khalkan  dalam Wafiyatul A’yan , Sya’rani dalam al-Yawaqit wal Jawahir, Khajah Parsa dalam Fashul Khitab, Abu Falah Hanbali dalam Syadaratudz Dzahab, Muhammad bin Ali Hamuwi dalam Sejarah Manshuri adalah di antara mereka.

Imam Mahdi dan Panjang Usianya

Salah satu dari persoalan penting yang berkaitan dengan Mahdi yang dijanjikan adalah usianya yang panjang. Usia Imam dimulai dari tahun kelahirannya     (255 H) dan berlanjut hingga masa ini. Ia terus akan hidup hingga muncul pada waktu yang tidak jelas dan terus berlanjut hingga wafat. Hasilnya, usia Imam amatlah panjang dan tidak biasa. Hal ini tiada bandingannya di zaman sekarang.  Mungkin meyakini adanya usia sepanjang ini bukanlah suatu perkara yang mudah bagi sejumlah orang. Oleh karena itu, hal ini memerlukan pembahasan dan pengkajian yang sayangnya bukan merupakan keahlian saya.

Penyingkapan sebab dan faktor panjangnya usia Imam memerlukan serangkaian kajian yang mendalam dan luas, yang harus dilaksanakan oleh tim cendekiawan dan para pakar ilmu terkait seperti ilmu biologi, kedokteran, nutrisi, kesehatan dan pengobatan, antropologi, sosiologi, dan ilmu-ilmu lain yang ada hubungannya. Dengan kerjasama dan keseriusan para cendekiawan itu, dapat disingkap tentang rahasia di balik panjangnya usia manusia dan dari mereka akan diperoleh informasi sehingga banyak manusia yang memanfaatkan pengetahuan tersebut untuk tetap sehat, panjang umur, serta awet muda. Penyingkapan rahasia panjang umur bukan hanya bermanfaat bagi mereka yang meyakini Mahdi tetapi juga mendatangkan manfaat bagi kemanusiaan secara umum. Di sini, akan kami sebutkan beberapa hal penting.

1.                  Batas pertengahan usia manusia di sepanjang sejarah di berbagai                 negara adalah tidak sama tetapi berbeda dan selalu berubah.  Perbedaan ini disebabkan jenis dan cara makan, pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit-penyakit menular, lingkungan kehidupan, dan kemajuan ilmu kedokteran.

2              Sejumlah manusia hidup lebih lama dibanding manusia lainnya, bahkan mereka bertahan hingga usia seratus tahun. Sebagai pengecualian, ada saja orang yang hidup sampai usia seratus tahun atau bahkan seratus lima puluh tahun.  Menurut beberapa kesaksian, terdapat orang-orang langka yang hidup hingga usia dua ratus tahun atau bahkan sedikit lebih banyak. Hal yang menarik untuk diperhatikan adalah bahwa hingga kini tidak satu pun cendekiawan yang dapat menentukan batasan tertentu bagi usia manusia, untuk dapat dikatakan bahwa manusia tidak mungkin melebihi batasan itu walaupun dalam bentuk langka dan jauh sekali.

3              Meskipun Allah swt melaksanakan pekerjaan-Nya melalui sebab-sebab dan faktor-faktor alamiah, kekuasaan-Nya tidak terbatas oleh batasan khusus atau tertentu dan tidaklah terbatas oleh sebab-sebab.  Akan tetapi, Allah dapat menjalankan urusan-Nya melalui sebab-sebab yang tidak diketahui, sebagaimana Allah swt menunjukkannya dalam mukjizat. Oleh karena itu, dapatlah dikatakan bahwa apabila wujud manusia khusus diperlukan hingga waktu yang panjang, Allah swt berkuasa untuk menciptakan sebab-sebab alamiah atau bahkan non-alamiah. Maka, usia manusia yang mencapai ratusan tahun atau bahkan ribuan tahun, secara pengecualian, tidak dapat dipungkiri.

4              Sebab-sebab ketuaan dan kematian tidaklah jelas bagi manusia. Kita tidak memiliki alasan atau dalil bahwa semua manusia sudah pasti, tanpa terkecuali, di usia tertentu akan menjadi tua dan kehilangan kekuatan jasmaninya.

5              Dalam sejarah, telah disinggung beberapa orang yang memiliki usia ratusan tahun dan bahkan seribu tahun atau lebih. Hanya saja untuk membuktikan usia panjang seperti ini, memerlukan dalil yang pasti. Namun, inti kemungkinannya juga tidak dapat diragukan.

6              Salah seorang yang usianya terpanjang dalam sejarah adalah Nabi Nuh as. Di dalam al-Quran, disebutkan bahwa Nabi Nuh berdakwah kepada umatnya untuk bertauhid dan menyembah Tuhan yang Esa selama 950 tahun. Namun, ia senantiasa mendapat penentangan dari kebanyakan manusia sehingga angin taufan yang besar datang dan semua orang kafir binasa. Selain Nuh dan para pengikut khususnya yang menaiki perahu, semua binasa. Hanya mereka yang menaiki perahu selamat.*

Dari ayat yang disebutkan tadi, dapat diketahui bahwa Nabi Nuh as menyeru umat selama 950 tahun. Hanya saja tidak jelas dalam usia berapa, Nuh ditunjuk sebaga rasul. Juga belum jelas, setelah peristiwa taufan, Nuh hidup beberapa lama. Namun secara ringkas, dapat simpulkan bahwa usia Nuh melebihi seribu tahun.

Al-Quran merupakan sebuah data yang pasti dan tidak dapat dipungkiri. Adanya usia yang melebihi seribu tahun telah dibenarkan oleh al-Quran. Jika usia setua itu dapat diterima, keberadaan usia yang lebih sekalipun tidak dapat dipungkiri.

 

Waktu Zuhur ‘Kemunculan’

Adalah tidak ditentukan waktu atau zaman tertentu bagi kemunculan Imam Mahdi dan kebangkitannya yang bersifat mendunia. Para imam suci dalam beberapa hadis bahkan mendustakan mereka yang menentukan waktu kemunculan al-Mahdi.

Fudzail mengatakan, “Aku bertanya kepada Imam Muhammad Baqir, “Apakah perkara kemunculan Imam Mahdi terjadi pada masa yang tertentu?” Imam sebanyak tiga kali mengatakan, “Mereka yang menentukan waktunya adalah telah berbohong.”*

Muhammad bin Muslim mengatakan, “Imam Ja’far Shadiq mengatakan, “Apabila ada yang menentukan waktu munculnya Imam Mahdi as, janganlah engkau gentar untuk mendustakannya karena kami tidak memastikan waktu bagi kemunculannya.”*

Dari hadis-hadis seperti itu, dapatlah disimpukan bahwa Rasulullah saw dan juga para imam suci tidak memberitahukan kapan Imam Mahdi akan muncul. Dengan demikian, mereka telah menutup segala jalan untuk penyalahgunaan. Oleh karena itu, apabila ada yang menisbatkan kepada imam atau selain imam yang berkaitan dengan kepastian waktu kemunculan Mahdi yang dijanjikan, kita berkewajiban untuk mendustakannya.

 

Tanda-Tanda dan Syarat-Syarat Kemunculan (zuhur) Mahdi

Terdapat tanda-tanda yang menunjukkan dekatnya waktu zuhur ‘kemunculan’ Imam Mahdi as yang tercatat dalam hadis. Namun, sebagian besarnya adalah lemah serta tidak memiliki sanad yang muktabar dan dapat dipercaya. Selain itu, ada kemungkinan pemalsuan di dalamnya. Untuk mengkaji hal tersebut, diperlukan waktu yang lebih banyak.

Tampaknya, syarat kemunculan Imam Mahdi as yang paling penting adalah adanya kesiapan yang bersifat mendunia. Apabila syarat ini telah terwujud, kita boleh berharap bahwa waktu kemunculannya sudah dekat dan untuk memperjelas duduk persoalannya, kita harus memperhatikan beberapa hal walaupun secara ringkas.

Program dan Kekhususan Pemerintahan Imam Mahdi as

Pemerintahan Imam Mahdi as bukanlah suatu hal yang biasa melainkan –sebagaimana dijelaskan dalam banyak hadis, sangat berbeda dan memiliki banyak kekhususan.

1.        Pemerintahannya adalah sebuah pemerintahan yang sepenuhnya agamis dan Islami.  Di masa itu, Islam berkuasa secara utuh. Hukum serta undang-undang samawi dilaksanakan secara total dan digunakan dalam semua urusan sosial.

2.        Pemerintahan Imam Mahdi as bersifat internasional. Di masa itu, perbatasan-perbatasan buatan yang menciptakan fitnah, seperti geografis, negara dan etnik, serta bahasa, semuanya tenggelam dan dunia hanya diatur oleh satu pemerintahan. Semua masyarakat dunia bekerjasama dalam mengelola dunia.

3.       Kesyirikan dan kekufuran tercabut dari muka bumi dan Islam mengalahkan semua agama serta menemukan kekuasaannya. Para pemilik agama samawi hidup dengan penuh kedamaian dan ketulusan.

4.        Pemerintahan-pemerintahan tiran yang arogan akan berjatuhan. Kezaliman akan tercabut dari dunia untuk selamanya dan keadilan serta kesejahteraan terhampar luas di seluruh penjuru dunia.



Kondisi Dunia saat ini

Di masa sekarang, banyak sekali masyarakat dunia yang musyrik atau kafir dan yang berkuasa adalah para tiran serta pemerintahan-pemerintahan boneka kaum musyrik dan kafir. Selain itu, ilmu pengetahuan dan teknologi militer yang sangat destruktif serta berbahaya berada di bawah penguasaan mereka.  Ringkasnya, kaum mustakbirin dan imperialis menguasai masyarakat dunia dan dengan seluruh kekuatannya, mereka menumpas semua gerakan yang menuntut kemerdekaan dan kebebasan.


Syarat Penting bagi Kemenangan

Salah satu syarat penting bagi kemenangan gerakan dan revolusi adalah adanya semua sebab dan penunjang yang dengan ketiadaannya, kemenangan mustahil diraih. Gerakan dan revolusi mendunia Imam Mahdi juga tidak terpisahkan dari undang-undang universal dan alamiah ini. Memperhatikan hal penting ini juga sangat diperlukan meskipun Imam Mahdi dan para sahabatnya, dalam revolusi dunia, mendapatkan dukungan Ilahi. Namun, sebagaimana yang dipahami dari berbagai hadis, kemenangan Imam Mahdi dan para sahabatnya diraih dengan perang dan pertumpahan darah, bukan dengan mukjizat.

Basyir mengatakan, “Hari itu, aku menemui Abu Ja’far. Hadirin bertanya kepada beliau, “Tatkala al-Mahdi bangkit, apakah semua urusan secara alamiah akan lancar di hadapannya, dan bahkan tiada setetes pun darah yang tertumpah?” Imam berkata, “Demi Allah, keadaannya tidaklah demikian! Sekiranya urusan seperti itu mungkin, maka hal itu juga akan berlaku bagi Rasulullah saw. Gigi Rasulullah saw patah di medan tempur, darahnya mengucur, serta keningnya yang suci terluka. Demi Allah! Kebangkitan dan gerakan Shahibul amr juga tidak akan mencapai kemenangan, kecuali di medan tempur dengan menumpahkan keringat dan darah-darah.” Ketika itu, Imam menyeka kening beliau yang suci.”*

Memandang program besar serta luar biasa Imam Mahdi as, kondisi kontemporal serta masa depan dunia dari sisi industri perang yang menakjubkan, dominasi serta kekuasaaan kaum imperialis dunia terhadap industri itu, dan juga dengan melihat gerakan, kebangkitan Imam Mahdi, serta kemenangannya yang berlangsung dengan perang dan jihad, maka kami sampai kepada kesimpulan bahwa untuk mewujudkan kemenangan besar ini, kita memerlukan persiapan yang luas pada semua sisi dalam skala internasional. Tanpa itu semua, Imam Mahdi tidak akan muncul dan kemenangan tidak akan memungkinkan baginya.

Tanggung jawab untuk mempersiapkan kondisi dan keadaan dunia bagi kemunculan Imam Mahdi dan kebangkitannya berada di pundak Muslimin, orang-orang yang meyakini keberadaan Imam Mahdi as, dan mereka yang menantikan kemunculannya. Mereka memiliki sejumlah kewajiban untuk merealisasikan perkara-perkara penting sebagai berikut:

1.                          Mereka hendaknya menyucikan dan mendidik jiwa, membina akhlak yang baik dan menjauhi dosa-dosa, khususnya kezaliman, menjaga objektifitas dan konsistensi dari segi amaliah terhadap hukum-hukum dan undang-undang Islam, serta berupaya membela orang-orang tertindas dan menyebarluaskan keadilan.  Mereka harus mencetak diri mereka sebagaimana yang diinginkan oleh Imam Mahdi as karena Imam bangkit untuk itu.

2.                          Mereka harus mengemukakan kelebihan-kelebihan nilai-nilai hukum dan undang-undang Islam dalam berbagai dimensi, seperti akidah, ritual, akhlak, politik, sosial, budaya, dan ekonomi terhadap masyarakat dunia dengan menggunakan berbagai sarana media yang canggih dan propaganda serta mempersiapkan pemikiran masyarakat untuk menerima Islam.

3.                          Mereka harus bersungguh-sungguh mencari ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai industri, khususnya militer, sehingga dapat mengejar ketertinggalan-ketertinggalan dan menerjunkan diri mereka ke barisan kafilah ilmu dan industri yang telah mengalami banyak kemajuan dan bahkan telah mendahului mereka.

4.                          Hendaknya mereka memperkuat pasukan militer dan mempersenjatai pasukan dengan berbagai senjata mutakhir. Dengan ini, mereka dapat membuktikan kekuatan militernya kepada masyarakat dunia dan membuat takut pihak musuh sehingga tidak berani menyerang Islam dan umat Islam.

5.                          Mereka hendaknya berupaya mendirikan atau mewujudkan sebuah pemerintahan yang seratus persen Islam sebagai model dan dengan menerapkan secara seutuhnya hukum dan undang-undang Islam di berbagai sektor, mereka mendirikan negara yang kukuh dan maju. Mereka harus pula berupaya menyesaikan problema ekonomi, politik, sosial, dan budaya serta memerangi kemiskinan, kezaliman, dan diskriminasi. Mereka juga harus menyebarluaskan keadilan dan kesejahteraan sehingga secara praktik, dapat menunjukkan kepada masyarakat dunia bahwa dunia ini dapat dikelola secara sangat baik dengan menerapkan secara seutuhnya hukum dan undang-undang Islam.

Inilah makna dari penantian faraj (kemenangan) yang dalam hadis disebutkan sebagai kewajiban pada masa kegaiban Imam Mahdi as sehingga begitu ditekankan. Apabila umat Islam yang meyakini kemunculan Imam Mahdi as dan kebangkitan internasionalnya bersikap seperti itu, secara lambat laun akan tercipta landasan bagi kemunculan Imam Mahdi as dan hal itu dapat dikategorikan sebagai alamat atau tanda semakin dekatnya kemunculan Imam Mahdi.