پایگاه اطلاع رسانی آیت الله ابراهیم امینی قدس سره

IMAM KELIMA: IMAM MUHAMMAD BAQIR AS

IMAM KELIMA: IMAM MUHAMMAD BAQIR AS

 

Muhammad bin Ali lahir pada tanggal 3, bulan Shafar, tahun 59 Hijriah atau pada awal bulan Rajab tahun 57 Hijriah di Madinah.  Ayahnya adalah Ali bin Husain dan nama ibunya Fatimah Ummu Abdullah, putri Imam Hasan as.  Kunyah-nya Abu Ja’far dan laqab-nya adalah Baqir al-Ulum, Syakir, dan Hadi.

Imam Baqir hidup selama 57 tahun di dunia dan wafat pada tanggal 7 Dzulhijjah tahun 114 Hijriah di Madinah. Tubuhnya yang suci dimakamkan di pemakaman Baqi’.


Nash Imamah

Selain dari argumen-argumen yang sebelumnya telah dikemukakan untuk membuktikan imamah kedua belas imam, berkaitan dengan imamah Muhammad Baqir, juga terdapat nash yang ayahnya, Ali bin Husain, jelaskan dan wasiatkan.

Ismail bin Muhammad bin Abdillah bin Ali bin Husain menukil dari Abu Ja’far yang mengatakan, “Tatkala wafat, Ali bin Husain mengeluarkan sebuah kotak dan mengatakan, “Muhammad! Bawalah kotak ini dan simpanlah di sisimu!”

Tatkala Imam Ali bin Husain wafat, saudara-saudara Abu Ja’far mendatanginya dan meminta warisan dari kotak tersebut. Abu Ja’far mengatakan, “Kalian tidak memiliki bagian dari kotak ini. Apabila kalian memiliki bagian dari kotak ini, niscaya ia tidak akan menyerahkannya kepadaku.”  Di dalam kotak itu, terdapat senjata Rasulullah saw dan kitab-kitabnya.

Isa bin Abdullah dari ayahnya yang menukil dari kakeknya bahwa tatkala meninggal dunia, Ali bin Husain memperhatikan anak-anaknya. Di antara mereka, Imam berkata kepada putranya, Muhammad bin Ali,  “Muhammad! Bawalah kotak ini ke rumahmu sendiri! Di dalam kotak itu, tidak ada dirham dan dinar, melainkan penuh dengan kitab ilmu.”

Dari Muhammad bin Abdul Jabbar, juga diriwayatkan hadis yang seperti ini. Aban bin Usman dalam sebuah hadis menukil dari Imam Ja’far Shadiq bahwa pada suatu hari, Jabir datang ke sisi Ali bin Husain. Putranya, Muhammad, berada di sisinya. Jabir berkata, “Siapakah ini?” Imam Ali bin Husain berkata, “Anakku dan shahibul amri sepeningalku nanti, Muhammad Baqir.”

Usman bin Usman bin Khalid menukil dari ayahnya yang berkata, “Tatkala sakit, Ali bin Husain mengumpulkan anak-anaknya, Muhammad, Hasan, Abdullah, Umar-Zaid, Husain. Di hadapan mereka, Imam Sajjad menentukan Muhammad bin Ali sebagai washi-nya. Imam Muhammad bin Ali dijuluki baqir dan semua urusan anak-anak Ali bin Husain diserahkan kepadanya.

Malik bin A’yun Jahani mengatakan, “Ali bin Husain menetapkan putranya, Muhammad bin Ali, sebagai washi-nya dan berkata, “Anakku! Kujadikan dirimu sebagai khalifah dan penggantiku.”

Zuhri mengatakan, “Aku berkata kepada Ali bin Husain, “Wahai putra Rasulullah! Bila kematianmu telah tiba, kepada siapakah kami nanti merujuk?”  Beliau berkata, “Kepada anakku ini.” Lalu, Imam Sajjad menunjuk Muhammad seraya berkata, “Dialah washi dan warisku. Dialah penyimpan dan tambang ilmuku. Dialah baqirul ulum. Inilah perjanjian Rasulullah saw kepada kami.”

Abu Bashir menukil dari Abu Ja’far yang mengatakan, “Di antara wasiat ayahku kepadaku adalah perkataannya, “Ketika aku meninggal, maka janganlah seorang pun memandikanku kecuali engkau karena seorang imam hanya boleh dimandikan oleh imam.”

Sayyid Murtadha mengatakan, “Tatkala kematian Ali bin Husain sudah mendekat, anaknya, Muhammad Baqir, dipanggilnya dan di hadapan sejumlah orang Syiah dan orang-orang khusyuk, beliau menetapkan putranya sebagai washi dan menjelaskan keimanannya serta menyerahkan ismul a’dzam dan warisan para nabi kepadanya.”

Mas’udi dalam kitab Nisbatul Washiah juga menukil hadis seperti tersebut.



Keutamaan dan Kemuliaan

Imam Muhammad Baqir, seperti juga para imam lainnya, adalah seorang manusia yang sempurna dan terpelihara dari segenap aib dan kekurangan serta memiliki semua kesempurnaan insani.  Pernyataan tersebut bukan hanya diyakini oleh para pecinta Ahlulbait, melainkan juga oleh para penentangnya.  Syaikh Mufid mengenai Imam menulis sebagai berikut. “Imam Baqir Abu Ja’far Muhammad bin Ali bin Husain, di antara saudara-saudaranya, merupakan pengganti ayahnya, Ali bin Husain, washi serta imam setelah sang ayah. Dari segi ilmu, zuhud, serta qiyadah ‘kepemimpinan’ ia lebih mulia daripada saudara-saudaranya.  Di kalangan masyarakat umum dan khusus, ia lebih populer, terkenal, dan lebih berwibawa.  Apa yang tampak dari ilmu agama, sunnah, tafsir al-Quran, sirah, serta adab kehidupan Imam tidaklah tampak pada diri anak-anak Hasan dan Husain lainnya. Sisa-sisa sahabat, para pembesar dari tabi’in, dan ulama fikih meriwayatkan persoalan agama dari Imam Baqir.

Imam Baqir populer dengan keutamaan ilmu sehingga berbagai macam syair dikumandangkan untuk menyifati keutamaannya itu.

Abu Fida’ mengenai Imam mengatakan, “Muhammad bin Ali bin Husain Abu Ja’far Baqir adalah tabi’in yang sangat mulia dari segi ilmu, amal, dan qiyadah. Kemuliaannya merupakan yang paling menonjol di tengah umat. Umat Syiah Imamiyah meyakininya sebagai salah satu imam dari dua belas imam. Dia banyak sekali menukilkan hadis dari Rasulullah saw dan banyak jamaah dari tabi’in yang meriwayatkan darinya. Di antara para perawinya adalah putra Ja’far Shadiq, Hakam bin Utaibah, Rabniah, A’masy, Abi Ishaq Sabi’i, Auzai, A’raj, Ibn Juraih, Atha’, Amer bin Dinar, dan Zuhri.”

Sufyan bin Uyainah menukilkan bahwa Ja’far Shadiq mengatakan, “Ayahku menyampaikan hadis untukku dalam kondisi dialah individu umat Muhammad yang terbaik di muka bumi.”

Ajali mengenai Imam Baqir mengatakan, “Dia adalah salah satu tabi’in yang dapat dipercaya dari penduduk Madinah.”

Muhammad bin Sa’ad mengatakan, “Dia dapat dipercaya dan banyak sekali meriwayatkan hadis.”

Abu Fida’ mengenai Imam Baqir menulis, “Abu Ja’far Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thali, ayahnya adalah Zainal Abidin dan kakeknya adalah Husain yang syahid di Karbala.  Dia dinamakan baqir karena menyingkapkan ilmu dan menyimpulkan hukum. Dia adalah seorang lelaki yang ahli zikir, khusyuk, serta penyabar yang berasal dari keturunan Nabi saw.  Nasabnya tinggi dan hasab-nya mulia.  Dia mengetahui hal-hal yang membahayakan dan menghindari permusuhan serta jidal atau ‘perdebatan’.

Ahmad bin Hajar Haitsami mengenai Imam menuliskan, “Abu Ja’far Muhammad Baqir adalah pewaris ilmu, ibadah, dan zuhud Ali bin Husain. Dinamakan baqir sebab dia mampu menyingkap hakikat ilmu dan menguaknya. Dia mengungkapkan  simpanan-simpanan pengetahuan, hakikat hukum, serta hikmah yang dapat diterima oleh semua, kecuali orang-orang yang buta batinnya dan rusak akidahnya. Oleh karena itulah, dia dinamakan dengan ‘pengungkap dan penyebar ilmu’. Hatinya bercahaya. Ilmu dan amalnya bersih. Jiwanya suci. Penciptaannya indah dan tampan. Usianya dibelanjakan dalam ketaatan kepada allah. Akhlak dan cara hidupnya, dalam maqom irfan, tidak terjangkau untuk disifati sementara, dalam sair suluk, serta pengetahuan, dia banyak menyampaikan pandangan yang memerlukan waktu panjang untuk menyebutkannya.”



Ilmu Pengetahuan

Imam Muhammad Baqir, pada masanya, terhitung sebagai salah seorang ahli fikih dan ulama besar. Rasulullah saw sebelumnya telah memberitahukan maqom keilmuannya.  Jabir bin Abdullah Anshari menukil dari Rasulullah saw yang mengatakan kepadanya, “Wahai Jabir! Engkau akan bertemu dengan salah seorang anakku dari keturunan Husain yang namanya sama dengan namaku. Dia menyingkapkan ilmu dan mendedahkan hakikat.”

Jabir memiliki umur panjang sehingga dapat bertemu dengan Imam Muhammad Baqir dan menyampaikan salam Rasulullah saw kepada Imam.

Banyak sekali pembesar yang memuji maqom keilmuan Imam.  Di antaranya adalah  beberapa orang berikut ini.

Ibn Barqi menyebut Imam sebagai seorang ahli fikih yang mulia sementara Nasai menyebutnya sebagai ahli fikih Madinah dari kalangan tabi’in.

Abdullah bin Atha’ Makki berkata, “Ulama begitu merendahkan diri di hadapan Muhammad Baqir, hal yang tidak mereka lakukan di hadapan orang lain. Aku melihat Hakam bin Utaibah dengan kewibawaan dan keagungan yang dimilikinya, tatkala bertemu dengan Muhammad bin Ali, bagaikan anak kecil yang berada di hadapan gurunya.”

Jabir bin Yazid Ja’fi berkata, “Ketika menukil hadis dari Imam Muhammad Baqir, Hakam berkata, “Washi auliya dan pewaris ilmu para nabi adalah Muhammad bin Ali bin Husain yang berkata kepadaku.”

Ibn Abil Hadid menulis, “Muhammad bin Ali bin Husain adalah pembesar para ahli fikih Hijaz. Masyarakat belajar darinya dan dari putranya, Ja’far. Dia mendapatkan gelar baqirul ulum. Saat belum dilahirkan, Rasulullah saw memanggilnya dengan laqab tersebut dan kepada Jabir bin Abdullah Anshari, Nabi saw memberitakan kabar gembira tentang pertemuan Jabir dengan cucunya itu seraya berkata, “Sampaikan salamku kepadanya!”

Syaikh Mufid menulis, “Dari Abu Ja’far, banyak sekali diriwayatkan hadis tentang awal mula penciptaan alam, sejarah para nabi, peperangan, sunnah dan sirah, serta manasik haji Rasulullah saw sementara dalam tafisr al-Quran, banyak sekali dinukilkan hadis melalui khawas dan ammah, bahwa dia berdebat dengan sekelompok ahli kebatilan dan pembangkang. Masyarakat banyak menukilkan ilmu darinya.”

Bukti yang terbaik untuk menisbatkan maqom ketinggian ilmu Imam Baqir adalah banyaknya hadis yang keluar darinya dalam berbagai bidang keilmuan: akidah, kalam, filsafat, fikih, akhlak, sejarah, dan persoalan-persoalan sosial. Para mufasir dan perawi hadis  menukilkan dan mencatat hadis-hadis itu dalam kitab-kitab mereka.

Hadis-hadis yang dinisbatkan kepada Imam begitu banyaknya sehingga dapat dikatakan bahwa, Imam Baqir dan putranya, Imam Shadiq, di antara para imam, adalah yang paling banyak memiliki hadis.

Imam Baqir, sepanjang hidupnya, mendidik murid-murid yang pandai dan istimewa. Murid-murid Imam terhitung sebagai sahabat dan perawi hadisnya. Kami akan menyinggung sebagian dari mereka:  Abu Hamzah Tsumali, Tsabit bin Dinar, Qasim bin Muhammad bin Abi Bakar, Ali bin Rafi’ Dhahhak bin Muzahim Khurasani, Hamid bin Musa Kufi,  Abu Fadzl  Sudair bin Hakim  bin Shuhaib Shairafi, Abdullah Barqi, Yahya bin Ummu Thawil Math’ami, Hakim bin Jubair, Farazdaq, Farat bin Ahnaf, Ayyub bin Hasan, Abu Muhammad Quraisy Saddi Kufi, Thawus bin Kiysan Hamadani, Aban bin Thaglib bin Riyah, Qays bin Ramanah, Abu Khalid Kabuli, Sa’id bin Musabbib Makhzumi, Umar bin Ali bin Husain, dan saudaranya, Abdullah serta Jabir bin Muhammad bin Abi Bakar.

Asad Haidar, murid dan perawi hadis Imam, menyebutkan sejumlah nama dari murid beliau sebagai berikut.

Amer bin Dinar Hajami, Abdurahman bin Umar Auza’i, Abdul Malik bin Abdul Azis, Qurrah bin Khalid Sadus, Muhammad bin Munkadir, Yahya bin Katsir, Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaid Zuhri, Abu Usman Rabiah bin Abdurrahman, Abu Muhammad Sulaiman bin Mehran Asadim, Abu Muhammad Abdullah bin Abi Bakar Anshari, Zaid bin Ali bin Husain, Musa bin Salim Abu Jahdham, Musa bin Abi Isa Hunath, Abu Mughirah Qasim bin Fadzl, Qasim bin Muhammad bin Abi Bakar Taimi, Muhammad bin Suqah, Hajjaj bin Artah, Makruf bin Kharbuz Kufi, Aban bin Taghlib, Barid bin Muawiyah Ajali, Abu hamzah Tsumali, Tsabit bin Dinar, Jabir bin Yazid Ja’fi, Muhammad bin Muslim bin Riyah,  Hamran bin A’yun Syaibani, Zurarah bin A’yun Syaibani, dan Abdul Malik bin A’yun Syaibani.


Sumber-sumber Ilmu Imam Baqir

    Imam hidup kurang lebih dengan ayahnya, Imam Zainal Abidin, selama 35 tahun dan meneguk banyak ilmu dari sang ayah.
    Kitab-kitab hadis diterima Imam melalui warisan. Kitab-kitab tersebut didiktekan Rasulullah saw melalui tulisan tangan Ali bin Abi Thalib yang diwariskan kepada para imam suci.
    Imam memanfaatkan dengan teliti segala potensi zatiah ‘esensial’ dan dukungan Ilahiah dari ayat al-Quran.
    Imam menyingkapkan ilham gaib dan batin yang diperolehnya melalui ruh malakuti dan qudsiah dari alam gaib.


Ibadah dan Penghambaan

Imam Muhammad Baqir, dari segi ibadah, zikir, doa, munajat, serta rasa takut kepada Allah, seperti juga ayahnya, Zainal Abidin, berada di martabah yang sangat tinggi sehingga begitu menonjol di tengah masyarakat pada zamannya. Di antara kemuliaan Imam, kami akan menyebutkan sebagian darinya.

Imam Ja’far Shadiq mengatakan, “Ayahku begitu banyak berzikir. Ketika berjalan atau makan, bahkan ketika berbicara dengan orang, dia tidak melupakan zikir atau mengingat Allah. Zikir Lailaha illa Allah senantiasa disebutkan oleh lisannya. Adakalanya dia mengumpulkan kami dan memerintahkan agar kami berzikir hingga terbitnya matahari. Imam juga memerintahkan kepada orang-orang yang mampu membaca al-Quran agar membacanya.”

Imam Ja’far Shadiq mengatakan, “Ayahku di pertengahan malam berada dalam keadaan menangis dan bermunajat. Dia berkata, “Ya Allah! Engkau memerintahkanku sementara aku tidak patuh dan engkau melarangku sedangkan aku tidak menjauhinya. Kini, hambamu ini berada di sisimu tetapi tidak memohonkan ampunan.”

Aflah, salah seorang budak Imam Muhammad Baqir, berkata, “Aku pergi ke haji bersama Imam. Ketika tiba di Masjidil Haram, Imam menangis hingga suara tangisnya begitu kencang.  Aku berkata, “Ayah dan ibuku kukorbankan untukmu! Masyarakat sedang memandangi Anda. Alangkah baik kalau tuan menangis agak pelan!”  Imam berkata, “Celaka kamu wahai Aflah! Bagaimana mungkin aku tidak menangis? Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepadaku sehingga nanti pada hari kiamat, aku tergolong orang yang berbahagia dan sukses.” Aflah berkata, “Selanjutnya Imam bertawaf dan setelah itu, shalat di maqam Ibrahim. Ketika Imam mengangkat kepala dari sujud, tempat sujudnya basah lantaran banyak menangis.”

Jabir Ja’fi berkata, “Muhammad bin Ali berkata kepadaku, “Wahai Jabir! Aku cemas dan bimbang.” Aku berkata, “Mengapa engkau khawatir dan apakah yang membuat tuan khawatir?”  Imam berkata lagi, “Wahai Jabir!  Barangsiapa yang hatinya telah ditembus oleh agama yang tulus akan berkonsentrasi hanya kepada Allah dan berpaling dari selain-Nya. Wahai jabir! Dunia tidak lebih bernilai daripada kendaraan yang engkau tunggangi atau pakaian yang kaukenakan atau istri yang kau gauli. Wahai Jabir! Orang mukmin tidak meyakini kekekalan dunia dan melihat ketidakamanan dari kematian dan datangnya akhirat. Apa yang mereka dengar dengan telinga tidak membuat mereka lalai dari zikir kepada Allah. Perhiasan dan gemerlap dunia tidak membuat mata mereka terhalangi untuk menyaksikan cahaya Allah. Mereka akan mendapatkan pahala orang-orang yang berbuat kebajikan. Ahli takwa adalah masyarakat dunia yang paling kecil jumlahnya dan paling rendah pengeluarannya. Untukmu, mereka adalah penolong yang terbaik.  Jika engkau lalai dan lupa, mereka akan mengingatkanmu kepada Allah. Jika engkau berzikir, mereka akan membantumu. Lisan mereka mengucapkan hak Allah. Mereka mendirikan perintah Allah dan menyucikan kecintaan hanya untuk Allah. Dengan hati, mereka melihat Allah dan kasih sayang-Nya. Mereka takut terhadap dunia karena ingin taat kepada sesembahan yang hakiki. Mereka memandang sikap seperti itu adalah bagian dari mereka dan kondisi mereka. Mereka memandang dunia tidak lebih daripada rumah pemberhentian sementara dan harus sesegera mungkin meninggalkannya, atau seperti harta yang diperolehnya dalam mimpi. Namun, ketika bangun, engkau tidak memperolehnya. Mareka bersungguh-sungguh dalam menjaga agama dan hikmah Allah.”

Imam Ja’far Shadiq berkata, “Aku, pada setiap malam, menghamparkan tempat tidur ayahku dan menanti agar beliau beristirahat di tempat pembaringannya. Kemudian aku pergi ke pembaringanku sendiri. Pada suatu malam, aku menghamparkan tempat pembaringannya dan menantikannya. Namun, beliau tidak datang. Setelah semua orang terlelap tidur, aku mencari ayahku di masjid.  Aku melihatnya sedang bersujud. Aku mendengar suara rintihannya yang berkata, “Mahasuci engkau Ya Allah! Tuhanku yang sesungguhnya. Aku bersujud kepada-Mu, wahai Tuhanku, sebagai ibadah dan ketertundukan hati! Sesungguhnya amalku lemah, maka lipat gandakanlah untukku, ya Allah! Jauhkanlah dariku siksaan-Mu pada hari Engkau memutus hamba-hamba-Mu dan terimalah tobatku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha Pengasih.”

Imam Ja’far Shadiq mengatakan, “Apabila sedih atau khawatir karena sesuatu, ayahku memanggil wanita dan anak anak lalu berdoa sementara mereka diminta untuk mengatakan, amin.

Aban bin Maimun Qadah berkata, “Abu Ja’far berkata kepadaku, “Bacalah al-Quran!” Aku berkata, “Dari mana?”  Imam berkata, “Surah kesembilan.” Aku ingin menemukan surah itu. Imam berkata lagi, “Bacalah dari surah Yunus!” Ketika aku tiba pada ayat, Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya[370],”  Imam mengatakan, “Cukup! Rasulullah saw bersabda, “Aku heran bila aku membaca al-Quran, rambutku kemudian tidak memutih.”

Infak dan Ihsan

Meskipun tidaklah kaya dan tidak memiliki kekayaan yang melimpah –dan di sisi lain pembelanjaan hidupnya cukup tingggi, dalam batas kemampuannya, Imam Muhammad Baqir memberikan sedekah dan melakukan ihsan.  Imam Shadiq berkata, “Ayahku dari segi kekayaan adalah yang paling miskin di dalam keluarga. Namun, pengeluarannya lebih banyak dari yang lain. Namun demikian, setiap hari Jumat, ayahku bersedekah sebanyak satu dinar dan berkata,  “Memberikan sedekah setiap hari Jumat adalah lebih baik daripada di hari-hari lainnya.”

Hasan bin Katsir berkata, “Aku mengeluhkan kemiskinanku dan ketiadaan perhatian para sahabatku kepada Imam Baqir. Imam berkata, “Betapa buruk para sahabat, yang ketika engkau kaya, datang kepadamu tetapi ketika engkau miskin, meninggalkanmu.”

Kemudian Imam memerintahkan kepada pembantunya untuk memberikan kepadaku kantung uang yang berisi tujuh ratus dirham. Selanjutnya, Imam mengatakan,  “Belanjakan uang ini! Setiap kali habis, beritahukan kepadaku lagi!”

Amer bin Dinar dan Ubaidillah bin Ubaid berkata, “Setiap hari kamis ketika kami mendatanginya, Imam Muhammad Baqir memberikan uang dan pakaian kepada kami dan berkata, “Aku telah mempersiapkan semua ini untuk kalian sebelumnya.”

Sulaiman Qaram berkata, “Abu Ja’far Muhammad bin Ali adakalanya memberi kami lima ratus atau enam ratus atau seribu dirham kepada kami dan sama sekali tidak pernah bosan untuk berbuat baik kepada saudara-saudara dan mereka yang meminta berharap dari kebaikannya.”

Salma, budak wanita Imam Muhammad Baqir, berkata, “Mereka yang menjumpai Imam tidak keluar, kecuali setelah diberi makan, pakaian, serta uang. Aku menginginkan dari Imam untuk sedikit memberi. Imam berkata, “Hasanah yang paling baik di dunia adalah ihsan terhadap saudara seiman.”

Imam Shadiq berkata, “Aku berada di sisi ayahku. Beliau membagikan delapan ribu dinar kepada orang-orang miskin di Madinah padahal untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, Imam Baqir berkeja keras di udara Madinah yang panas.

Muhammad bin Munkador berkata, “Aku tidak mengira Imam Ali bin Husain akan memiliki pengganti yang sepertinya dalam kemuliaan. Pada suatu hari, aku berjumpa dengan Muhammad Baqir dan berniat untuk menasehatinya. Namun, ia menasehatiku. Para sahabatnya berkata, “Bagaimana ia menasehatimu?” Aku berkata,  “Pada udara yang terik, aku melihat sekeliling Madinah. Lalu, aku menyaksikan Muhammad bin Ali, yang sedang menyandarkan dirinya kepada dua budaknya. Aku berpikir, bahwa sungguh mengherankan seorang syaikh dari suyukh Quraisy di saat seperti ini keluar untuk mencari dunia. Aku harus menasehatinya. Aku mendekatinya dan menyampaikan salam. Dia menjawab salamku sambil nafasnya terengah-engah dan mengucurkan keringat. Aku berkata, “Syaikh dari suyukh Quraisy di saat-saat panas seperti ini keluar rumah mencari dunia? Apabila engkau mati dalam keadaan seperti ini, bagaimana engkau akan menjawab Allah swt?” Beliau melepaskan tangannya dari pundak para pembantunya dan berkata, “Demi Allah! Apabila kematianku tiba dalam keadaan seperti sekarang ini, aku berada dalam ketaatan kepada Allah swt karena aku pergi untuk bekerja agar aku tidak meminta-minta kepada orang sepertimu. Aku harus khawatir kalau aku mati dalam keadaan bermaksiat kepada Allah swt.” Muhammad bin Munkadir berkata, “Semoga Allah merahmatimu. Aku berniat untuk menasehatimu tetapi malah engkau yang menasehatiku.”

 

[370] QS. Yunus: 26