پایگاه اطلاع رسانی آیت الله ابراهیم امینی قدس سره

PUASA

PUASA

Salah satu ibadah agung dalam Islam adalah puasa. Seseorang yang berniat melakukan puasa menjauhi semua yang membatalkan puasa semenjak terbit fajar hingga Maghrib. Puasa termasuk ibadah dan harus dilakukan dengan niat qurbah (mendekatkan diri) kepada Allah. Puasa akan batal bila disertai niat riya` atau pamer.

Banyak hadis yang diriwayatkan seputar keutamaan puasa:

Rasul saw bersabda, “Puasa adalah tameng manusia dari api neraka.” [270]

Imam Shadiq as berkata, “Allah berfirman, ‘Puasa adalah milik-Ku dan Aku adalah pahalanya.’” [271]

Beliau juga mengatakan, “Tidur orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, amalnya diterima dan doanya akan dikabulkan.” [272]

Sabda Rasul saw, “Allah berfirman, ‘Semua pahala amal baik manusia dilipatgandakan dari sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat, kecuali kesabaran yang khusus bagi-Ku dan Aku adalah pahalanya.’ Hanya Allah yang tahu pahala kesabaran. Maksud kesabaran adalah puasa.” [273]

Imam Baqir as berkata, “Islam dibangun di atas lima fondasi: shalat, zakat, haji, puasa dan wilayah (Ahlulbait as).” [274]

Setiap Muslim yang telah balig dan tidak memiliki uzur syar`i wajib berpuasa. Bila ia membatalkan puasa tanpa ada uzur, maka ia telah melakukan dosa besar. Selain wajib mengqadhanya, ia pun harus membayar kafarah, yaitu puasa enam puluh hari, atau memberi makan enam puluh orang miskin atau membebaskan seorang budak di jalan Allah.

Puasa tidak diwajibkan atas beberapa kelompok:

1. Orang sakit yang bila terus berpuasa akan membahayakan dirinya.

2. Musafir yang jarak tempuh pulang perginya minimal delapan farsakh.

3. Wanita haid atau nifas.

4. Wanita hamil yang akan melahirkan dan puasa akan membahayakan kandungannya.

5. Wanita menyusui yang bila berpuasa, maka air susunya akan berkurang hingga membahayakan anaknya.

Orang-orang di atas boleh tidak berpuasa, namun mereka harus mengqadhanya setelah bulan Ramadhan tanpa harus membayar kafarah atau dianggap berdosa.

Tentu, pria dan wanita tua yang tidak bisa berpuasa atau kesulitan melakukannya, tidak wajib berpuasa dan tidak wajib mengqadhanya. [275]

Semua hal seputar puasa yang disebut di atas sesuai dengan fatwa fukaha, namun ulama akhlak memandang kewajiban imsâk (menahan diri dari hal yang membatalkan puasa) lebih luas dari yang tersebut di atas. Menurut mereka, puasa dalam istilah fikih, meski sah dan menggugurkan taklif, namun harus dibarengi dengan meninggalkan semua dosa supaya puasa itu diterima. Mereka mengatakan, puasa seseorang baru sempurna dan diterima Allah bila semua anggota tubuhnya juga ‘berpuasa’, yaitu mata, telinga, tangan dan kakinya tidak digunakan melakukan dosa. Puasa ini disebut dengan puasa khawash (orang-orang khusus).

Lebih tinggi dari puasa ini, adalah yang disebut dengan puasa khawash al-khawash. Maksudnya, selain meninggalkan dosa dan hal yang membatalkan puasa secara fikih, ia juga hanya menujukan hatinya kepada Allah dan tidak berpaling kepada selain-Nya, melihat-Nya hadir dan mengawasinya.

Muhammad bin Ajlan meriwayatkan, “Aku mendengar Imam Shadiq as berkata, ‘Puasa tidak hanya sekedar menahan diri dari makan dan minum. Bila engkau berpuasa, maka telinga, mata, lidah, perut dan auratmu juga harus ‘berpuasa’. Jagalah tangan dan auratmu, jangan (banyak) berbicara kecuali untuk hal terpuji dan berbaik hatilah kepada pembantumu.” [276]

Imam Shadiq as juga berkata, “Saat berpuasa, jagalah telinga dan matamu dari perbuatan haram dan jangan bersitegang dengan pembantumu. Engkau harus menampakkan keagungan dan kewibawaan puasa dalam dirimu dan jangan sampai hari puasamu sama seperti hari kau tidak berpuasa.” [277]

Rasul saw bersabda, “Orang yang berpuasa Ramadhan dalam keadaan diam dan menjaga telinga, mata, aurat dan anggota tubuhnya dari hal haram dengan niat taqarrub, maka Allah akan mendekatkannya kepada diri-Nya sedemikian rupa sehingga kakinya akan menyentuh kaki Ibrahim al-Khalil.” [278]

Orang yang berpuasa diundang ke perjamuan Allah dan harus menjaga etika bertamu. Ia harus berusaha menjadi tamu yang baik sehingga mendapat penghargaan dan hadiah dari tuan rumahnya, hadiah yang jauh lebih bernilai dari hadiah duniawi.

Imam Shadiq as berkata, “Orang yang berpuasa berkeliling di taman-taman surga dan menikmati semua yang tersedia di sana. Para malaikat selalu berdoa untuknya sampai saat berbuka tiba.” [279]

Amirul Mukminin as meriwayatkan dari Rasulullah saw bahwa pada malam mi`raj, beliau bertanya kepada Allah, ‘Wahai Tuhanku, apa ibadah yang pertama?’ Allah menjawab, ‘Puasa.’ Rasul saw bertanya kembali, ‘Apa manfaat puasa?’ Ia berfirman, ‘Puasa menghasilkan hikmah dan hikmah memberi pengetahuan yang akan membuat seseorang yakin. Bila ia mencapai derajat yakin, ia tidak akan merasa takut, baik dalam kemudahan atau kesulitan.’” [280]

Hasan bin Shidqah meriwayatkan ucapan Imam Musa as, ‘Tidurlah barang sebentar di tengah hari (bulan Ramadhan), karena Allah akan mengenyangkan dan memberi minum orang yang berpuasa dalam tidurnya.” [281]

Amirul Mukminin as berkata, “Suatu hari, Rasulullah saw berpidato di depan kami dan bersabda, ‘Wahai orang-orang! Bulan Allah (Ramadhan) telah datang menjelang dengan membawa berkah dan ampunan dari Tuhan kalian. Ia adalah bulan terbaik di sisi Allah. Siang harinya adalah siang terbaik, malam-malamnya adalah malam terbaik dan waktu-waktunya adalah yang terbaik. Pada bulan ini, kalian diundang ke perjamuan Allah dan mendapat kemuliaan dari-Nya. Nafas-nafas kalian adalah tasbih, tidur kalian adalah ibadah, amal kalian diterima dan doa kalian akan dikabulkan.’” [282]


Hikmah Puasa

Puasa adalah salah satu cara terbaik menyucikan jiwa dan perjalanan ruhani (sair sulûk) menuju Allah. Bila puasa dilakukan sesuai ketentuan Allah, ia dapat menghilangkan karat dosa dari hati dan menyinarinya, mengusir setan dari hati dan mempersiapkannya untuk kedatangan malaikat dan cahaya hikmah. Orang yang puasanya seperti ini, berarti ia telah menerima undangan Allah dan layak menerima hadiah Ilahi.

Hikmah kedua puasa adalah orang-orang kaya yang berpuasa dapat merasakan lapar hingga mereka memikirkan keadaan orang-orang miskin yang kelaparan dan membantu mereka.

Hisyam bin Hakam pernah bertanya tentang hikmah puasa dari Imam Ja`far as. Beliau menjawab, “Allah mewajibkan puasa supaya orang-orang kaya setara dengan orang-orang miskin, karena pada selain bulan Ramadhan, orang-orang kaya tidak pernah merasa lapar, hingga ia bersimpati kepada orang-orang miskin. Sebab itu, Allah menghendaki supaya mereka merasakan pahitnya rasa lapar pada bulan puasa sehingga mereka mengasihi orang-orang lapar.” [283]

Dalam jawabannya kepada Muhammad bin Sanan, Imam Ridha as menulis, “Sebab diwajibkannya puasa adalah supaya orang yang berpuasa merasa lapar dan haus, merasakan kehinaan, kemiskinan, mendapat pahala dan bersabar. Puasa juga sebagai dalil atas kesusahan-kesusahan di akhirat, perantara untuk mengontrol hawa nafsu dan semacam nasihat baginya hingga ia merasakan makna kefakiran di dunia dan akhirat.” [284]

Dengan menjaga hikmah puasa tersebut di atas, sedikit banyak bisa membantu problema kelaparan di dunia. Caranya, orang-orang kaya yang berpuasa menyisihkan biaya makan perhari mereka selama bulan puasa, kemudian pada akhir bulan mereka memberikannya kepada orang-orang miskin di daerah mereka atau di negara-negara lain. Bila kita menambahnya dengan sedekah dan infak yang dimustahabkan di bulan Ramadhan, maka akan terkumpul sejumlah besar uang yang bisa digunakan membantu fakir miskin dan orang-orang kelaparan. Tentu, dengan syarat uang ini dikumpulkan dan dibagikan dengan baik dan benar.

Hikmah puasa yang ketiga dan terpenting adalah mendidik ruhani dan berlatih meninggalkan dosa serta meningkatkan ketakwaan. Seorang yang benar-benar berpuasa di bulan Ramadhan menjauh dari perbuatan dosa, bahkan ia pun menahan diri dari kenikmatan yang dihalalkan seperti makan, minum dan selainnya. Ia melakukan olah jasmani dan ruhani ini selama sebulan dengan niat mendekatkan diri kepada Allah.  Orang semacam ini memiliki tekad dan kekuatan kukuh sehingga ia bisa menjaga ketakwaannya usai bulan Ramadhan. Al-Quran juga menyinggung hal dalam salah satu ayatnya, Wahai orang-orang yang beriman! Puasa diwajibkan atas kalian sebagaimana halnya ia diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian supaya kalian menjadi orang-orang bertakwa. [285]

 

269. Ibid., 244.
270. Al-Kâfî, 4/62.
271. Ibid., 63.
272. Wasâil asy-Syî’ah, 10/401.
273. Ibid., 404.
274. Al-Kâfî, 4/62.
275. Selain puasa Ramadhan, kita juga memiliki puasa-puasa wajib lain dan puasa mustahab. Ada pula puasa haram dan makruh yang semuanya disebutkan dalam kitab-kitab fikih dan risalah amaliah.
276. Wasâil asy-Syî’ah, 10/165.
277. Ibid., 163.
278. Ibid., 164.
279. Ibid., 406.
280. Bihâr al-Anwâr, 77/27.
281. Al-Kâfî, 4/65.
282. Wasâil asy-Syî’ah, 10/313.
283. Al-Wâfî, 11/33.
284. Ibid., 34.
285. QS. al-Baqarah:183.