پایگاه اطلاع رسانی آیت الله ابراهیم امینی قدس سره

Keteguhan Para Nabi

Keteguhan Para Nabi

 

            Iman kepada Allah dan alam akhirat tertanam jauh di dalam lubuk jiwa para nabi, hingga sampai pada tingkatan yakin dan syuhûd (penyaksian batin). Mereka bersentuhan dengan alam gaib dan sedikit pun tidak meragukan apa yang diperintahkan Allah Swt kepada mereka. Mereka bersandar pada kekuasaan Tuhan yang tiada batas dan tidak merasa takut sedikit pun kepada kekuatan apapun selain Allah Swt. Aral dan rintangan dari para musuh tidak menggoyahkan tekad mereka yang kukuh. Dengan konsisten dan teguh, para nabi selalu berusaha menyelesaikan problem-problem sosial. Keyakinan dan keteguhan ini dapat dianggap sebagai salah satu faktor penting kesuksesan mereka. Sangatlah menarik dan bermanfaat menelaah kehidupan dan kerja keras para nabi. Kami bawakan beberapa contoh di bawah ini:


Keteguhan Nabi Ibrahim as
            Nabi agung ini bangkit melawan kesyirikan dan pemujaan berhala. Berdiri memberontak kekuatan tagut Namrud sang pelindung dan penyembah berhala. Ia tidak takut pada kekuatan besarnya dan dengan yakin ia berkata, Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya (QS. al-Anbiya:57).

Ia bangkit sendirian untuk menghancurkan berhala-berhala. Pada suatu hari para pemuja berhala pergi ke luar kota. Ia masuk ke dalam rumah berhala besar dan menggulingkan berhala-berhalanya. Di pengadilan si tagut Namrud ia dihukum dengan dibakar dalam api, karena telah menghancurkan berhala-berhala. Tapi tak sedikit pun ia menampakkan kelemahan dan rasa sedih. Malah ia begitu kukuh dalam mempertahankan keyakinannya. Bahkan ketika dilempar dengan ketapel besar (manjanik) ke tengah kobaran api, beliau tidak meminta pertolongan kepada siapa pun kecuali kepada Allah. Hingga dengan kehendak Allah api itu menjadi sejuk dan menyelamatkan Nabi Ibrahim as.

Keteguhan Nabi Ibrahim as dalam melawan pemujaan berhala dan penegakkan Tauhid sampai batas seperti digambarkan oleh al-Quran disifati sebagai merepresentasikan kekuatan satu umat,

إِنَّ إِبْرَهِیمَ کَانَ أُمَّةً قَانِتاً لِّلَّهِ حَنِیفاً وَلَمْ یَکُ مِنَ الْمُشْرِکِینَ‏

Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan). (QS. an-Nahl:120)

 

Keteguhan Nabi Musa as

            Nabi Musa as diutus menjadi rasul. Ia diperintahkan untuk menyampaikan kenabiannya dan menyelamatkan kaum teraniaya, Bani Israil, dari tangan si Tagut Fir’aun dan agar ia menasihatinya. Dengan pakaian sederhana dan sebuah tongkat beliau menemui saudaranya, Harun. Tanpa rasa takut dan goyah sedikit pun, ia pergi ke istana besar Fir’aun yang zalim. Dengan penuh rasa percaya diri beliau berkata, “Hai Fir’aun, sesungguhnya aku ini adalah seorang utusan dari Tuhan Semesta alam, wajib atasku tidak mengatakan sesuatu terhadap Allah, kecuali yang hak. Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil (pergi) bersama aku (QS. al-A’raf:104-105).

            Untuk mengajak umat kepada tauhid dan menyelamatkan Bani Israil, Nabi Musa bertahun-tahun melawan Fir’aun yang zalim dan pemerintahannya yang sewenang-wenang. Beliau bersabar dan teguh di hadapan semua masalah dan siksaan para pengikut Fir’aun. Pada saat yang sama beliau menyeru Bani Israil kepada kesabaran dan keteguhan di tengah kesulitan dan penderitaan yang mereka alami.

قَالَ مُوسَى‏ لِقَوْمِهِ اسْتَعِینُواْ بِاللَّهِ وَاصْبِرُواْ إِنَّ الْأَرْضَ لِلَّهِ یُورِثُهَا مَن یَشَآءُ مِنْ عِبَادِهِ وَالْعَقِبَةُ لِلْمُتِّقِینَ‏

Musa Berkata kepada kaumnya, “Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah; Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dihendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-A’raf:128)

            Kaum Musa yang sudah tidak kuat untuk bersabar lagi menimpali, “Kami telah ditindas (oleh Fir’aun) sebelum kamu datang kepada kami dan sesudah kamu datang.” (QS. al-A’raf:129).

            Untuk memberikan spirit kepada mereka, Nabi Musa berkata, “Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi-(Nya), maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu.” (QS. al-A’raf:129).

            Sedemikian teguhnya Nabi Musa dalam melaksanakan tugasnya yang penting dan beresiko ini, hingga pada akhirnya berhasil juga membinasakan Fir’aun dan menggulingkan rezim kezalimannya. Ia selamatkan Bani Israil dari kehinaan perbudakan, kezaliman, siksaan dan kesadisan orang-orang Fir’aun.

 

Keteguhan Nabi Muhammad saw

            Nabi Muhammad saw juga adalah sosok pejuang yang bangkit melawan di hadapan kesyirikan dan pemujaan berhala. Dengan tekad yang kukuh dan niat yang bulat, beliau berupaya untuk mencapai tujuan tinggi ini. Beliau bersikap konsisten ketika dihadapkan kepada berbagai macam ujian. Sepanjang dua puluh tiga tahun, beliau sekuat tenaga menghadapi ratusan problem dengan tidak menampakkan kelemahan dan keraguan sedikit pun. Karena beliau telah diperintahkan oleh Allah agar tabah di jalan mencapai puncak tujuan ini. Dalam al-Quran diterangkan, Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah tobat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (QS. Hud:112).

            Nabi saw di sepanjang masa risalah, bahkan di awal dakwah, menjelaskan risalah beliau dengan tegas dan pasti. Beliau tidak gentar sedikit pun dengan banyaknya musuh. Saat itu turun ayat,

وَأَنذِرْ عَشِیرَتَکَ الْأَقْرَبِینَ

Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu. (QS. asy-Syu’ara:214)

Beliau diperintahkan mengumumkan dakwah beliau. Beliau menyuruh Ali bin Abi Thalib as menyiapkan makanan dan mengundang karib kerabat, untuk menyeru mereka kepada Islam. Maka Ali as pun mempersiapkan makanan sesuai pesan Rasulullah (saw) dan kemudian mengundang sekitar empat puluh orang kerabat dekat. Setelah makan, ketika beliau hendak bicara, Abu Lahab mencegah beliau saw hingga para tamu bubar. Ali bin Abi Thalib as mengatakan, “Untuk kedua kalinya atas perintah Nabi aku laksanakan tugas ini. Kali ini pun mereka tidak mengizinkan beliau berbicara. Ketiga kalinya, aku kembali mengundang. Kali ini Nabi usai acara makan berkata,

‘Hai Bani Abdul Muthalib, demi Allah tidak kutemukan seorang pemuda di Arab yang memiliki tugas untuk kaumnya lebih baik dariku. Aku tawarkan kepada kalian kebaikan dunia dan akhirat. Allah telah memerintahkanku untuk menyeru kalian kepadanya.

Siapakah yang akan membantuku dalam urusan ini supaya ia menjadi washî (pengemban wasiat) dan wakilku?’ [Imam Ali as melaporkan reaksi mereka bahwa] Mereka semua berpaling dan menolak.

Maka aku meski yang termuda, tetapi paling tajam pandangan serta paling cermat dari mereka, berkata, ‘Akulah wahai utusan Allah, yang bersedia sebagai wakil dan pembantumu.’

Beliau menepuk pundakku seraya berkata, ‘Ini saudaraku, washî-ku dan khalifahku di tengah kalian. Dengarkanlah ia dan taatilah ia!’

Kemudian para hadirin berdiri sambil tertawa dan berkata kepada Abu Thalib, ‘Ia menyuruhmu agar kamu dengarkan anakmu dan mematuhi perintahnya.’”[14]

Kaum musyrik menggunakan segala cara untuk menghalangi pesan Muhammad saw. Tetapi beliau tetap sedemikian teguh. Suatu hari para tokoh Quraisy pergi menemui Abu Thalib, paman Nabi saw. Mereka mengatakan, “Hai Abu Thalib, Anda seorang tua dan lelaki mulia. Kami sebelumnya telah memohon kepada Anda agar mencegah keponakan Anda itu, tetapi tidak Anda lakukan. Demi Allah, kami tidak akan sabar atas keadaan ini. Orang yang telah mencela tuhan-tuhan dan ayah-ayah kami ini, akankah Anda mencegah dia atau kami sendiri harus memerangi dia dan Anda sekalian, sampai binasa salah satu dari kita.”

Bolak baliknya kaum kafir dan kebencian mereka menjadikan Abu Thalib sangat tertekan. Di satu sisi, beliau sangat keberatan untuk menolak Islam dan di sisi lain tidak kuasa untuk menolak permintaan mereka agar menahan Nabi saw. Maka ia mengutus seorang ajudan untuk menyampaikan hal tersebut kepada Nabi saw, dengan mengatakan, “Jagalah dirimu dan diriku! Aku sama sekali tidak berdaya, maka janganlah kamu membebani diriku!” Nabi saw mengira paman beliau merestui dan tidak mencegahnya. Karena itu Nabi saw berkata, “Paman, seandainya mereka letakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku tinggalkan urusan ini, sekali-kali tidak! (aku akan terus hingga) Aku menangkan urusan ini atau aku binasa (karenanya).”[15]

Nabi saw menghadapi dunia yang penuh kesyirikan dan kekufuran. Dalam perjalanan dakwah, banyak problem dan masalah yang beliau alami. Beliau disakiti berulang-kali. Para pengikut beliau disiksa dengan berbagai macam siksaan yang menyakitkan. Beliau bersama pengikutnya ditahan di Syi’b (jalan di bukit). Bersama Abu Thalib berada di bawah pemboikotan ekonomi. Jiwanya selalu terancam. Tak jarang para musuh hendak membunuh beliau dan gangguan-gangguan lainnya. Tetapi dengan keteguhan dan keyakinan, beliau laksanakan perintah Tuhan hingga pada akhirnya beliau menang atas para musuh. Maka berkibarlah bendera Tauhid di alam jagat ini.

Dari peristiwa ini kaum Muslim, para penyembah Allah dan kaum reformis bisa mendapatkan pelajaran kesabaran, keteguhan dan bagaimana memanggul misi kenabian.

 

[14] Al-Kâmil fî at-Tarîkh, juz 1, hal., 487-488.
[15] Al-Kâmil fî at-Tarîkh, juz 1, hal., 488-489.