پایگاه اطلاع رسانی آیت الله ابراهیم امینی قدس سره

Mukjizat: Bukti Kenabian

Mukjizat: Bukti Kenabian

 

            Para nabi mengaku bahwa mereka memiliki hubungan dengan Allah Swt dan alam gaib, dan mereka mendapatkan perintah dari-Nya. Mereka menerima pesan-pesan (wahyu)-Nya yang harus mereka sampaikan kepada umat, dan mereka berupaya memberikan bimbingan dan arahan umat mereka. Ini adalah pengakuan yang amat serius yang umat tidak akan menerima (begitu saja) ucapan mereka tanpa bukti dan dalil yang valid.

Karena itu untuk menetapkan kebenaran pengakuan itu mereka harus bisa menunjukkan bukti. Dan bukti terbesar para nabi adalah mukjizat. Mukjizat adalah kasus yang tidak biasa (khâriqul ‘âdah) yang tidak bisa dilakukan oleh manusia biasa. Untuk kebenaran pengakuan yang luar biasa tersebut, para nabi harus memiliki mukjizat. Jika mereka tidak bisa membuktikan pengakuan mereka, maka dari mana umat bisa mengakui bahwa mereka benar dalam pengakuan mereka?

Memperlihatkan mukjizat para nabi menurut al-Quran adalah wajib seperti telah disinggung dalam puluhan ayatnya. Misalnya tongkat Musa as yang menjadi ular besar dan menelan tali-tali sihir milik para penyihir. Musa mengetukkan tongkatnya kepada batu, maka mengalirlah mata air darinya. Ia juga memukulkan tongkatnya kepada air sungai sehingga membelah, lalu timbullah jalan-jalan untuk diseberangi Bani Israil.

Selain itu ucapan Nabi Isa as di masa bayi. Sembuhnya kebutaan ibu yang melahirkan dan orang-orang yang menderita penyakit kusta, dan hidupnya orang-orang mati oleh mukjizatnya. Nabi Ibrahim as menghidupkan burung dan api Namrud menjadi dingin.

            Sebagai misal, perhatikan ayat-ayat di bawah ini,

قَالَ إِن کُنتَ جِئْتَ بَِایَةٍ فَأْتِ بِهَآ إِن کُنتَ مِنَ الصَّدِقِینَ / فَأَلْقَى‏ عَصَاهُ فَإِذَا هِىَ ثُعْبَانٌ مُّبِینٌ‏ / وَ نَزَعَ یَدَهُ فَإِذَا هِىَ بَیْضَآءٌ لِّلنّظِرینَ‏

 

Fir’aun menjawab, “Jika benar kamu membawa bukti, maka datangkanlah bukti itu jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang benar.” Maka Musa menjatuhkan tongkatnya, lalu seketika itu juga tongkat itu menjadi ular yang sebenarnya. Dan ia mengeluarkan tangannya, maka ketika itu juga tangan itu menjadi putih bercahaya (kelihatan) oleh orang-orang yang melihatnya. (QS. al-A’raf:106)

وَ أَوْحَیْنَآ إِلَى‏ مُوسَى‏ أَنْ أَلْقِ عَصَاکَ فَإِذَا هِىَ تَلْقَفُ مَا یَأْفِکُونَ‏

Dan Kami wahyukan kepada Musa, “Lemparkanlah tongkatmu!” Maka sekonyong-konyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. (QS. al-A’raf:117)

وَإِذْ اسْتَسْقَى‏ مُوسَى‏ لِقَوْمِهِ فَقُلْنَا اضْرِب بِّعَصَاکَ الْحَجَرَ فَانْفَجَرَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَیْناً قَدْ عَلِمَ کُلُّ أُنَاسٍ مَّشْرَبَهُمْ کُلُواْ وَ اشْرَبُواْ مِن رِّزْقِ اللَّهِ وَلاَ تَعْثَواْ فِى الْأَرْضِ مُفْسِدِینَ‏

Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman, “pukullah batu itu dengan tongkatmu.” Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan. (QS. al-Baqarah:60)

فَأَوْحَیْنَآ إِلَى‏ مُوسَى‏  أَنِ اضْرِب بِّعَصَاکَ الْبَحْرَ فَانفَلَقَ فَکَانَ کُلُّ فِرْقٍ کَالطَّوْدِ الْعَظِیمِ /  وَأَزْلَفْنَا ثَمَّ الْآخَرِینَ‏ / وَأَنجَیْنَا مُوسَى‏ وَمَن مَّعَهُ أَجْمَعِینَ /  ثُمَّ أَغْرَقْنَا الْآخَرِینَ / إِنَّ فِى ذَلِکَ لَآیَةً وَمَا کَانَ أَکْثَرُهُم مُّؤْمِنِینَ

Lalu Kami wahyukan kepada Musa, “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu.”  Maka terbelah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar. Dan di sanalah Kami dekatkan golongan-golongan yang lain. Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang besertanya semuanya. Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda yang besar (mukjizat) dan tetapi adalah kebanyakan mereka tidak beriman.  (QS. asy-Syu’ara:63-67)

قَالُواْ حَرِّقُوهُ وَانصُرُواْ آلِهَتَکُمْ إِن کُنتُمْ فَاعِلِینَ‏ / قُلْنَا یَا نَارُ کُونِى بَرْداً وَسَلَاماً عَلَى‏ إِبْرَاهِیمَ‏

Mereka berkata, “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak.” Kami berfirman, “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim.” (QS. al-Anbiya:68-69)

            Dari ayat-ayat tersebut dan puluhan ayat lainnya dapat disimpulkan bahwa adanya mukjizat para nabi, dalam pandangan al-Quran, adalah sebuah perkara yang pasti. Dan orang-orang yang mengenal al-Quran sebagai kitab langit, tentu mereka tidak akan mengingkari hakikat mukjizat. Bahkan, al-Quran sendiri telah mengenalkan dirinya sebagai mukjizat,

قُل لَّئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنسُ وَالْجِنُّ عَلَى‏ أَن یَأْتُواْ بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْءَانِ لَا یَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ کَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِیراً

 

Katakanlah: “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.” (QS. al-Isra:88)

          
Definisi Mukjizat

            Mukjizat adalah perkara di luar kebiasaan, yang dilakukan dengan cara tidak alami dan tidak diketahui tetapi tetap sesuai dengan hukum kausalitas. Dengan kata lain: hukum kausalitas adalah salah satu hukum yang tak terbantahkan dan rasional, yang juga diterima al-Quran. Oleh karena itu, tiada suatu kejadian muncul tanpa sebab, termasuk mukjizat.

            Singkatnya, satu fenomena dapat muncul dengan dua jalan: alami dan non-alami. Satu misal, sebuah tongkat bisa berubah menjadi ular besar melalui dua jalan:

            Pertama, melalui sebab-sebab dan faktor-faktor alami. Yakni dengan berlalunya masa, jejak dan reaksi-reaksi alami, tongkat itu mengalami keadaan yang memungkinkan untuk menerima (menjadi) ular. Kemudian Allah Swt menambahkan rupa dan nyawa. Dalam kondisi ini, ular tersebut lahir melalui sebab-sebab dan faktor-faktor alami dan bukan sebuah mukjizat.

            Kedua, dengan mukjizat. Dalam hal ini tongkat itu berpotensi (menjadi) seekor ular, tetapi tidak dengan dampak dan reaksi-reaksi alami langsung, tetapi dengan melalui jiwa yang kuat dan kehendak pasti seorang nabi yang menyebabkan potensi ini muncul pada tongkat ini. Saat itulah ia menjadi ular alami dengan izin Allah Swt. Oleh karena itu, mukjizat adalah peristiwa yang muncul melalui hukum sebab akibat. Namun sebab-sebabnya bukan sebab-sebab alami. Muncul disebabkan kehendak Allah Swt dan melalui faktor-faktor non-alami dan tidak biasa. Karena itulah ia dinamakan mukjizat yang dapat menjadi bukti valid bagi klaim kenabian seorang nabi.


Mukjizat Perbuatan Siapa?

            Apakah mukjizat itu ialah kasus langsung dan tanpa perantara Tuhan?  Apakah nabi hanya bisa menunggu mukjizat? Ataukah nabi sendiri yang melakukannya semau dia?

            Dalam beberapa ayat, al-Quran menisbahkan mukjizat kepada nabi:

            Disampaikan dari lisan Isa as,

أَنِّى قَدْ جِئْتُکُمْ بَِایَةٍ مِّنْ رَّبِّکُمْ أَنِّى أَخْلُقُ لَکُمْ مِّنَ الْطِّینِ کَهَیْئَةِ الْطَّیْرِ فَأَنْفُخُ فِیهِ فَیَکُونُ طَیْراً بِإِذْنِ اللَّهِ وَأُبْرِئُ الْأَکْمَهَ وَالْأَبْرَصَ وَأُحْىِ الْمَوْتَى‏ بِإِذْنِ اللَّهِ وَ أُنَبِّئُکُمْ بِمَا تَأْکُلُونَ وَمَا تَدَّخِرُونَ فِى بُیُوتِکُمْ

Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu, yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah sebagai bentuk burung; kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah: dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. (QS. Ali Imran:49)

Dalam surah al-Ma`idah diterangkan,

وَإِذْ تَخْلُقُ مِنَ الطِّینِ کَهَیَْةِ الطَّیْرِ بِإِذْنِى فَتَنفُخُ فِیهَا فَتَکُونُ طَیْراً بِإِذْنِى وَتُبْرِئُ الْأَکْمَهَ وَالْأَبْرَصَ بِإِذْنِى وَإِذْ تُخْرِجُ الْمَوْتَى‏ بِإِذْنِى

Dan (ingatlah) pada waktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan seizin-Ku, kemudian kamu meniup padanya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) diwaktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku. (QS. al-Maidah:110)

Tentang kisah Musa as disampaikan,

قَالَ إِن کُنتَ جِئْتَ بَِایَةٍ فَأْتِ بِهَآ إِن کُنتَ مِنَ الصَّدِقِینَ /  فَأَلْقَى‏ عَصَاهُ فَإِذَا هِىَ ثُعْبَانٌ مُّبِینٌ‏ /

Fir’aun menjawab, “Jika benar kamu membawa suatu bukti, maka datangkanlah bukti itu jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang benar.” Maka Musa menjatuhkan tongkatnya, lalu seketika itu juga tongkat itu menjadi ular yang sebenarnya. Dan ia mengeluarkan tangannya, maka ketika itu juga tangan itu menjadi putih bercahaya (kelihatan) oleh orang-orang yang melihatnya. (QS. al-A`raf:106-108)

            Dalam ayat-ayat lainnya perbuatan mukjizat dinisbahkan kepada Allah,

وَظَلَّلْنَا عَلَیْکُمْ الْغَمَامَ وَأَنْزَلْنَا عَلَیْکُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَى

 

Dan Kami naungi kamu dengan awan dan Kami turunkan kepadamu “manna” dan “Salwa”. (QS. al-Baqarah:57)

Dari ayat-ayat di atas dapat disimpulkan bahwa mukjizat menjadi urusan nabi secara langsung dan dengan kehendaknya. Namun dalam mewujudkannya ia tidak mandiri, tetapi perbuatannya itu terwujud dengan izin dan bantuan Allah Swt. Kehendak nabi muncul dikarenakan sebab-sebab, tetapi yang mengadakan mukjizat sebenarnya adalah Allah Swt. Karena itu dalam banyak ayat pelaksanaan mukjizat dinisbahkan kepada nabi. Namun terikat dengan izin Allah. Di salah satu ayat disampaikan dengan sangat tegas,

وَمَا کَانَ لِرَسُولٍ أَن یَأْتِىَ بَآیَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ فَإِذَا جَآءَ أَمْرُ اللَّهِ قُضِىَ بِالْحَقِ‏ّ وَخَسِرَ هُنَالِکَ الْمُبْطِلُونَ‏

Tidak dapat bagi seorang Rasul membawa suatu mukjizat, melainkan dengan seizin Allah; Maka apabila Telah datang perintah Allah, diputuskan (semua perkara) dengan adil. Dan ketika itu Rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil. (QS. al-Mukmin:78)
Perbedaan Mukjizat dengan Sihir

            Kini sampai pada pertanyaan: Apabila nabi (untuk menunjukkan bukti kenabian dalam bentuk mukjizat—penerj.) melakukan hal di luar kebiasaan, yang orang lain tidak mampu melakukannya, maka penyihir juga bisa melakukan hal yang menakjubkan, yang orang lain tidak mampu melakukannya. Lantas apa perbedaan mukjizat dan sihir? Dengan cara apa dapat diyakinkan bahwa perbuatan pengaku nabi adalah mukjizat, bukan sihir? Di bawah ini akan kami bawakan beberapa perbedaan:

            Pertama, dari sihir tidak akan muncul satu hal yang nyata. Penyihir mempengaruhi indra dan kesadaran orang-orang, sehingga hal yang tak nyata tampak nyata. Sebagaimana dalam kisah Nabi Musa, para penyihir di hadapan para hadirin menampilkan tali temali, tongkat dan alat-alat sihir mereka. Lantas mereka menyihir alat-alat tersebut sehingga di mata para hadirin tampak dalam bentuk ular-ular yang bisa bergerak, membuat mereka yang menyaksikannya merasa takut. Padahal itu semua bukan ular-ular yang nyata.

قَالَ أَلْقُواْ فَلَمَّآ أَلْقَوْاْ سَحَرُواْ أَعْیُنَ النَّاسِ وَاسْتَرْهَبُوهُمْ وَ جَآءُو بِسِحْرٍ عَظِیمٍ‏

Karena itu al-Quran mengatakan, Musa menjawab, “Lemparkanlah (lebih dahulu)!” Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan) (QS. al-A`raf:116).

 

قُلْنَا لَا تَخَفْ إِنَّکَ أَنتَ الْأَعْلَى‏ /  وَأَلْقِ مَا فِى یَمِینِکَ تَلْقَفْ مَا صَنَعُواْ إِنَّمَا صَنَعُواْ کَیْدُ سَاحِرٍ وَ لَایُفْلِحُ السَّاحِرُ حَیْثُ أَتَى‏ / فَأُلْقِىَ السَّحَرَةُ سُجَّداً قَالُواْ آمَنَّا بِرَبِ‏ّ هَارُونَ وَمُوسَى

            Sementara dari mukjizat muncul satu hal yang nyata dan alami (takwîni). Dalam kisah Nabi Musa, tongkatnya berubah menjadi ular yang nyata dan benar-benar menelan sihirnya para penyihir. Allah Swt berkata kepada Nabi Musa, Kami berkata, “Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul (menang) dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. Itu adalah tipu daya tukang sihir. Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang.” Lalu tukang-tukang sihir itu tersungkur dengan bersujud, seraya berkata; “Kami telah percaya kepada Tuhan Harun dan Musa.” (QS. Thaha:68-70).

            Saat penyihir melihat ular Nabi Musa menelan alat-alat sihir mereka, mereka baru menyadari bahwa perbuatan Musa itu adalah mukjizat. Dan berbeda total dengan apa yang mereka perbuat. Oleh sebab itu, mereka tunduk pasrah dan beriman.

Kedua, untuk proyeknya itu penyihir memerlukan latihan-latihan khusus, atau mereka membaca zikir-zikir dan wirid-wirid (mantra-mantra) tertentu, atau menggambar dan menulis sesuatu. Sementara mukjizat, untuk melakukannya tidak memerlukan latihan khusus. Cukup dengan kehendak dan keinginan seorang nabi, maka terwujudlah dengan bantuan dan pertolongan Allah.

Ketiga, mukjizat tidak akan pernah kalah. Yakni ketika nabi ingin mewujudkan sesuatu, maka dengan pasti akan terjadi. Dan tiada seorang pun yang mampu mencegah kejadiannya, atau mendustakannya setelah kejadian. Karena bersumber dari kekuatan Tuhan. Dan sihir tidaklah demikian adanya. Sebab boleh jadi si penyihir yang lebih kuat mengalahkannya, atau membatilkannya. Sebagaimana dalam kisah Nabi Musa tadi.

Keempat, sihir termasuk ilmu dan profesi. Berbeda dengan mukjizat, yang bukanlah objek latih (dapat dipelajari). Manusia biasa dengan belajar dan latihan bisa menjadi penyihir, dan sama sekali tidak berkaitan dengan keimanan dan hubungan dengan Tuhan serta bantuan-Nya. Sedangkan kekuatan atas mukjizat adalah anugerah Tuhan dan tidak diperoleh dengan cara belajar dan latihan. Dan pemilik mukjizat memiliki keimanan yang sangat tinggi dan memiliki hubungan yang dalam dengan Allah Swt.