پایگاه اطلاع رسانی آیت الله ابراهیم امینی قدس سره

Ilmu Para Nabi

Ilmu Para Nabi

 

Ilmu para nabi berasal dari jalan wahyu, yang lahir dari ilmu Tuhan yang tiada batas. Allah Swt mengutus para nabi untuk menyampaikan secara sempurna undang-undang dan program-program agama kepada umat manusia. Mereka bergiat memberi hidayah dan petunjuk dan menjelaskan sebab-sebab kesempurnaan dan kebahagiaan dunia akhirat kepada umat mereka. Karena itu para nabi harus mengetahui dan memahami semua urusan agama. Pengetahuan mereka ini adalah niscaya untuk kenabian dan hidayah kepada umat. Agar tujuan Tuhan mengutus mereka tercapai.

Allah Swt tidak akan menurunkan program-program agama yang menjamin kebahagiaan itu dalam keadaan cacat dan kabur. (karena) Dia tidak akan menghalangi manusia dari jalan menuju kesempurnaan dan taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) (dengan ajaran yang cacat dan kabur itu—peny.). Cara untuk meyampaikan program itu dengan sempurna tiada lain kecuali dengan mengutus nabi yang harus memiliki pengetahuan penuh tentang program-program agama itu.

Ilmu yang niscaya dimiliki nabi atau untuk kenabian dapat terbagi pada beberapa berikut ini:

1-Pengetahuan yang sempurna tentang Allah dan asmâ` serta sifat-sifat-Nya.

2-Pengetahuan yang sempurna tentang alam barzakh dan sifat-sifatnya. Juga tentang kondisi-kondisi hari kiamat, hisab, catatan amal, mîzân (timbangan amal perbuatan), surga dan neraka.

3-Pengetahuan yang sempurna tentang jiwa manusia beserta penyakit-penyakit batiniah dan cara-cara penyembuhannya. Juga tentang akhlak yang baik dan buruk serta metode penyucian dan penyempurnaan jiwa.

4-Pemahaman yang sempurna tentang seluruh hukum, undang-undang dan aturan agama, yang pengamalannya menjamin kebahagiaan dunia dan akhirat.

Seorang nabi harus memiliki wawasan keilmuan sempurna atas semua hal tersebut, supaya dapat membimbing manusia ke jalan yang lurus. Jika dia sendiri tidak berilmu, bagaimana mungkin dapat membimbing umat. Oleh karena itu, Allah yang mengutus para nabi untuk memberi petunjuk kepada umat, mustahil Dia tidak memberi ilmu-ilmu yang seharusnya kepada mereka.

Masalah ini disinggung dalam banyak ayat al-Quran, di antaranya:

لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَیِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ الْکِتَابَ وَالْمِیزَانَ لِیَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ

Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. (QS. al-Hadid:25)

وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَقَ وَیَعْقُوبَ کُلًّا هَدَیْنَا وَنُوحاً هَدَیْنَا مِن قَبْلُ وَ مِن ذُرِّیَّتِهِ دَاوُدَ وَسُلَیْمَنَ وَأَیُّوبَ وَیُوسُفَ وَمُوسَى‏ وَهَرُونَ وَ کَذ لِکَ نَجْزِى الْمُحْسِنِینَ / وَزَکَرِیَّا وَیَحْیَى‏ وَعیْسَى‏ وَإِلْیَاسَ کُلٌّ مِنَ الْصَّلِحِینَ / وَإِسْمَعِیلَ وَالْیَسَعَ وَیُونُسَ وَلُوطاً وَکُلًّا فَضَّلْنَا عَلَى الْعلَمِینَ‏ / وَمِنْ ءَابَآئِهِمْ وَذُرِّیَّتِهِمْ وَإِخْوَنِهِمْ وَاجْتَبَیْنَهُمْ وَهَدَیْنَهُمْ إِلَى‏ صِرَ طٍ مُسْتَقِیمٍ / ذَلِکَ هُدَى اللَّهِ یَهْدِى بِهِ مَن یَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَلَوْ أَشْرَکُواْ لَحَبِطَ عَنْهُم مَا کَانُواْ یَعْمَلُونَ / أُوْلَئِکَ الَّذِینَ ءَاتَیْنَهُمُ الْکِتَبَ وَالْحُکْمَ وَالنُّبُوَّةَ فَإِن یَکْفُرْ بِهَا هَؤُلَاءِ فَقَدْ وَکَّلْنَا بِهَا قَوْماً لَیْسُواْ بِهَا بِکَفِرِینَ / أُوْلَئِکَ الَّذِینَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَیهُمُ اقْتَدِهْ قُلْ لَا أَسْئَلُکُمْ عَلَیْهِ أَجْراً إِنْ هُوَ إِلَّا ذِکْرَى‏ لِلْعَلَمِینَ

Dan Kami telah menganugerahkan Ishak dan Ya`qub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk; dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebahagian dari keturunannya (Nuh) yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik, dan Zakariya, Yahya, Isa dan Ilyas. Semuanya termasuk orang-orang yang saleh. Dan Ismail, Alyasa`, Yunus dan Luth. Masing-masingnya Kami lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya), (dan Kami lebihkan pula derajat) sebahagian dari bapak-bapak mereka, keturunan mereka dan saudara-saudara mereka. Dan Kami telah memilih mereka (untuk menjadi nabi-nabi dan rasul-rasul) dan Kami menunjuki mereka ke jalan yang lurus. Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. Mereka itulah orang-orang yang telah Kami berikan kepada mereka kitab, hikmat (pemahaman agama) dan kenabian. Jika orang-orang (Quraisy) itu mengingkarinya (yang tiga macam itu), maka sesungguhnya Kami akan menyerahkannya kepada kaum yang sekali-kali tidak akan mengingkarinya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: “Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al-Quran).” Al-Quran itu tidak lain hanyalah peringatan untuk segala umat. (QS. al-An’am:84-90)


Para Nabi dan Ilmu Gaib

            Seluruh adaan (yang ada/maujûdat) secara garis besar dapat terbagi pada dua kelompok: maujud yang tak kasat mata, yang disebut “alam gaib”. Dan maujud yang kasat mata, yang dinamakan “alam penyaksian (syuhûd)”.

            Adaan yang terjangkau oleh pancaindra termasuk bagian dari alam syuhûd (nyata). Seperti materi atau jisim beserta segenap jejak dan ciri khasnya antara lain warna, ukuran, bentuk, rasa, bau, suara, halus dan kasar, panas dan dingin. Secara keseluruhan materi dan semua hal material merupakan bagian dari alam syuhûd. Apapun yang dapat dijangkau oleh manusia dengan indranya dan dengan itu ia menjadi berpengetahuan.

            Kebalikannya ialah alam gaib. Seluruh adaan yang lebih tinggi dari materi dan material, merupakan bagian dari alam gaib. Seperti Tuhan, nama-nama dan sifat-sifat-Nya, malaikat, alam barzakh, semua maujud barzakhi, kiamat, surga dan neraka, kenikmatan-kenikmatan surgawi dan siksaan-siksaan ukhrawi. Adaan ini semua adalah mujarrad (non-materi) dan lebih tinggi dari materi. Karena itu terhitung merupakan alam gaib. Oleh sebab itu, kita tidak akan dapat dengan indra kita menjalin hubungan dengan alam gaib dan tidak akan bisa mendapatkan pengetahuan tentangnya. Harus ada jalan lain selain indra untuk memperoleh pengetahuan tentang alam gaib, yang diistilahkan dengan ilmu transenden.

            Pancaindra kita hanya dapat mengadakan kontak dengan adaan material. Di samping itu, pengetahuan akan kita peroleh baik secara langsung maupun tidak. Meskipun dalam masalah ini pengetahuan kita terbatas dan terikat. Mata kita melihat, tetapi melihat sesuatu yang berukuran tertentu, dalam jarak tertentu, dalam kondisi dan waktu tertentu. Sedangkan benda yang teramat kecil, atau yang berjarak waktu dan tempat yang jauh dengan kita dan atau yang gelap dan berhalang, tidak akan terlihat oleh mata kita. Kejadian-kejadian zaman Nabi Nuh atau seribu tahun kemudian tidaklah kita tahu. Dengan ilmu kita, kita tidak akan mampu mengadakan kontak secara langsung dengan kejadian-kejadian zaman tersebut. Kejadian-kejadian zaman itu gaib bagi kita. Namun di mata Tuhan, semua itu hadir dan tampak. Dia mengetahui segalanya. Dia meliputi seluruh adaan alam materi dan gaib.

عَلِمُ الْغَیْبِ وَ الشَّهَدَةِ وَهُوَ الْحَکِیمُ الْخَبِیرُ

            Dalam al-Quran diterangkan,  Dia mengetahui yang tersembunyi dan yang tampak. Dia Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui (QS. al-An’am:73).

وَلِلَّهِ غَیْبُ السَّمَوتِ وَالْأَرْضِ

            Bagi-Nya lah [pengetahuan] kegaiban langit dan bumi (QS. Hud:123).

 إِنَّ اللَّهَ یَعْلَمُ غَیْبَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ

            Allah-lah yang mengetahui kegaiban langit dan bumi (QS. Ali Imran:18).

 

ذَ لِکَ مِنْ أَنْبَآءِ الْغَیْبِ نُوحِیهِ إِلَیْکَ

            Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita gaib yang Kami wahyukan kepadamu (ya Muhammad) (QS. Ali Imran:44).


Hanya Allah-kah yang memiliki Ilmu Transenden?

            Apakah manusia juga mampu mengetahui yang gaib? Sebagian ulama mengatakan: ilmu tentang yang gaib hanya milik Tuhan. Mereka berargumen dengan beberapa ayat, di antaranya,

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَیْبِ لَا یَعْلَمُهَآ إِلَّا هُوَ

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri. (QS. al-An’am:59)

وَیَقُولُونَ لَوْلَآ أُنزِلَ عَلَیْهِ ءَایَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَقُلْ إِنَّمَا الْغَیْبُ لِلَّهِ فَانتَظِرُواْ إِنِّى مَعَکُم مِّنَ الْمُنْتَظِرِینَ‏

Dan mereka berkata, “Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu keterangan (mukjizat) dari Tuhannya?” Maka katakanlah: “Sesungguhnya yang gaib itu kepunyaan Allah; sebab itu tunggu (sajalah) olehmu, sesungguhnya aku bersama kamu termasuk orang-orang yang menunggu.” (QS. Yunus:20)

قُل لَّا یَعْلَمُ مَن فِى السَّمَوَاتِ وَ الْأَرْضِ الْغَیْبَ إِلَّا اللَّهُ وَ مَا یَشْعُرُونَ أَیَّانَ یُبْعَثُونَ

 

Katakanlah: “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.” (QS. an-Naml:65)

قُل لَّآ أَقُولُ لَکُمْ عِنْدِى خَزَآئِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَیْبَ وَلَا أَقُولُ لَکُمْ إِنِّى مَلَکٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا یُوحَى‏ إِلَىَّ قُلْ هَلْ یَسْتَوِى الْأَعْمَى‏ وَ الْبَصِیرُ أَفَلَا تَتَفَکَّرُونَ‏

 

Katakanlah: “Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang gaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.” (QS. al-An’am:50)

قُل لِّا أَمْلِکُ لِنَفْسِى نَفْعاً وَلَا ضَرّاً إِلَّا مَا شَآءَ اللَّهُ وَلَوْ کُنتُ أَعْلَمُ الْغَیْبَ لَاسْتَکْثَرْتُ مِنَ الْخَیْرِ وَمَا مَسَّنِىَ السُّوءُ إِنْ أَنَاْ إِلَّا نَذِیرٌ وَ بَشِیرٌ لِّقَوْمٍ یُؤْمِنُونَ‏

Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak pula menolak kemudaratan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudaratan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (QS. al-A’raf:188)

          Mereka (sebagian ulama) berargumen bahwa ilmu transenden hanya milik Allah. Dan manusia tidak dapat memperolehnya.

            Akan tetapi dapat dipetik dari sebagian ayat bahwa sebagian manusia juga dapat menjangkau ilmu transenden ini,

عَالِمُ الْغَیْبِ فَلَا یُظْهِرُ عَلَى‏ غَیْبِهِ أَحَداً / إِلَّا مَنِ ارْتَضَى‏ مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُ یَسْلُکُ مِن بَیْنِ یَدَیْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَداً

(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakang. (QS. al-Jin:26-27)

مَا کَانَ اللَّهُ لِیَذَرَ الْمُؤْمِنِینَ عَلَى‏ مَآ أَنْتُمْ عَلَیْهِ حَتّى‏ یَمِیزَ الْخَبِیثَ مِنَ الطَّیِّبِ وَمَا کَانَ اللَّهُ لِیُطْلِعَکُمْ عَلَى الْغَیْبِ وَلَکِنَّ اللَّهَ یَجْتَبِى مِن رُّسُلِهِ مَن یَشَآءُ

Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang gaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. (QS. Ali Imran:179)       

ذِى قُوَّةٍ عِندَ ذِى الْعَرْشِ مَکِینٍ / مُّطَاعٍ ثَمَّ أَمِینٍ / وَ مَا صَاحِبُکُم بِمَجْنُونٍ / وَلَقَدْ رَآهُ بِالْأُفُقِ الْمُبِینِ / وَ مَا هُوَ عَلَى الْغَیْبِ بِضَنِینٍ

Sesungguhnya Al-Quran itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi disisi Allah yang mempunyai ‘Arsy, yang ditaati disana (di alam malaikat) lagi dipercaya. Dan temanmu (Muhammad) itu bukanlah sekali-kali orang yang gila. Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang. Dan dia (Muhammad) bukanlah seorang yang bakhil untuk menerangkan yang gaib. (QS. at-Takwir:19-25)

ذَ لِکَ مِنْ أَنْبَآءِ الْغَیْبِ نُوحِیهِ إِلَیْکَ

Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita gaib yang Kami Wahyukan  kepada kamu (ya Muhammad). (QS. Ali Imran:44)

          Dapat dipetik dari ayat-ayat ini bahwa walaupun ilmu gaib pada hakikatnya hanya milik Allah dan pintu alam gaib tertutup bagi manusia, namun melalui wahyu hamba-hamba pilihan-Nya, para nabi, bisa bersentuhan dengan alam gaib ini. Di tangan mereka Allah titipkan hakikat-hakikat dan masalah-masalah gaib.

            Dari semua ayat di atas disimpulkan bahwa gaib mutlak adalah salah satu milik khusus Allah. Karena eksistensi-Nya tiada batas dan Dia meliputi sepenuhnya alam gaib dan kasat mata. Para nabi, mulanya tidak memiliki wawasan ilmu ini. Namun karena mereka, dengan bantuan dan karunia Allah Swt, mempunyai kemampuan menerima wahyu dan berhubungan dengan alam gaib ini sehingga mereka mendapatkan hakikat-hakikat alam gaib yang tak terbatas, menurut kadar potensi eksistensial mereka masing-masing.