پایگاه اطلاع رسانی آیت الله ابراهیم امینی قدس سره

Makrifat Tentang Allah

Makrifat Tentang Allah

 

ISLAM adalah agama ilmu dan pengetahuan. Ia menganjurkan kaum Muslimin agar bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu pengetahuan. Islam meletakkan nilai seseorang dari kacamata ilmunya.

Dan, menurut agama suci ini, belajar ilmu merupakan suatu kewajiban umum dan diwajibkan bagi setiap Muslim. Dalam al-Quran Allah Swt berfirman, Apakah kalian mengira bahwa orang-orang yang alim adalah sama dengan yang jahil.*

Allah berfirman, ...niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang mukmin di antaramu, dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. (QS. al-Mujadilah: 11).

Rasulullah saw bersabda, "Mencari ilmu adalah wajib bagi setiap lelaki dan wanita Muslim."

Di lain kesempatan ayahanda Fathimah Zahra bersabda, "Manusia yang paling pandai adalah yang paling pandai belajar dari pengetahuan orang lain dan menambah ilmu pengetahuannya. Dan, manusia yang paling bernilai adalah orang-orang yang ilmunya lebih luas, sementara manusia yang paling tidak bernilai ialah mereka yang tidak memiliki pengetahuan sedikit pun."

Ali bin Abi Thalib as berkata, "Tiada harta karun yang lebih baik daripada ilmu pengetahuan."

Imam Ja'far Shadiq as berkata, "Aku tidak suka melihat para pemuda kalian, kecuali berada pada salah satu keadaan ini, entah pandai ataukah sedang menuntut ilmu. Apabila tidak kedua-duanya, mereka telah melakukan kesalahan dan telah menyia-nyiakan umur dan barangsiapa yang menyia-nyiakan umurnya, ia adalah pendosa dan masuk ke neraka."

Imam Muhammad Baqir as berkata, "Barangsiapa yang siang dan malamnya mencari ilmu pengetahuan, maka ia tergolong orang yang dirahmati oleh Allah Swt."

Rasulullah saw berkata kepada Abu Dzar, "Satu jam duduk di majelis ilmu adalah lebih baik di sisi Allah daripada seribu malam beribadah, yang setiap malamnya dilalui dengan shalat seribu rakaat."


Makrifah tentang Allah

Dunia ini memiliki Tuhan yang menciptakan dan mengaturnya. Tiada satu pun fenomena yang wujud dengan sendirinya ada tanpa ada penyebabnya. Misalnya, bila kita melihat sebuah bangunan baru, maka kita yakin bahwa bangunan tersebut dibangun oleh seorang insinyur dan para tukang, dan bangunan tersebut tegak berkat jerih payah dan kerja keras mereka. Kita tidak akan pernah berpikir bahkan memberikan kemungkinan bahwa bangunan tersebut berdiri dengan sendirinya tanpa adanya penyebab.

Bila kita meletakkan pena dan kertas putih di atas meja tulis kita, kemudian kita keluar kamar, dan sekembalinya ke kamar, kita menyaksikan kertas itu berubah menjadi hitam dan telah terdapat tulisan di halamannya, maka kita akan meyakini bahwa di saat ketiadaan kita tadi, ada orang yang pergi ke sisi meja dan menuliskan sesuatu di atas kertas tadi. Bila ada yang mengatakan, pena itu bergerak dengan sendirinya, dan menulis sesuatu, maka kita akan menertawakan omongan orang tadi dan bahkan menganggapnya gila.

Bila kita menyaksikan sebuah papan yang berisikan lukisan yang sangat indah dan gambar-gambar yang pemandangannya memukau siapa saja yang melihat, maka kita akan berkata pada diri kita, "Sungguh seniman yang melukis di papan ini, memiliki cita rasa yang sangat baik, dan papan yang sebelumnya tiada berharga berubah menjadi tinggi nilainya lantaran goresan tangannya yang lihai dan kecerdasannya yang luar biasa sehingga papan yang tak bernilai berubah menjadi hal yang sangat berharga.

Suatu ketika, katakanlah, kita duduk di dalam mobil sambil berbincang-bincang. Mobil yang kita kendarai melaju begitu cepat, tiba-tiba, mesinnya berhenti, dan mobil juga otomatis tidak lagi bergerak. Pengemudi yakin, bahwa mesin tidaklah berhenti tanpa adanya alasan dan rusaknya mobil itu pasti ada alasannya.

Tiada seorang pun dari yang menumpang mobil itu yang meragukan persoalan ini. Dari itulah, si pengemudi langsung turun dari kendaraannya dan mencari tahu penyebabnya hingga dia menemukan sebab yang menghentikan mesin dan berupaya memperbaikinya. Ia tidak akan pernah berkata, "Baiklah kita akan bersabar selama satu jam, mungkin mesin mobil ini akan betul dengan sendirinya dan bekerja lagi."

Bila jam Anda berhenti bergerak, maka Anda tidak ragu bahwa rusaknya jam Anda memiliki sebab. Demikian halnya gerakan jarum jam tidaklah tanpa alasan dan bekerjanya jam itu pun niscaya memerlukan sebab.

Anda mengetahui secara umum bahwa tiada satu pun fenomena yang muncul tanpa adanya sebab dan pencipta. Perasaan mencari tahu sebab merupakan fitrah seluruh manusia. Kini kami akan bertanya kepada Anda, apakah Anda memberikan kemungkinan bahwa alam yang terhampar luas ini tidak ada yang menciptakannya dan mewujud dengan sendirinya? Anggapan seperti ini sungguh mustahil terjadi.

Alam yang luas ini, bumi dan lautannya yang luas, bintang-bintang dan matahari yang besar, semua binatang yang menakjubkan, pepohonan yang berbagai jenis dan indah, dan pada akhirnya semua alam ini, mustahil tanpa ada yang mewujudkannya.


Keberaturan dan Ketertiban Alam

Sesungguhnya akal waras akan menghukumi bahwa sebuah bangunan yang begitu rapi-yang di dalamnya ada ketertiban dan susunan yang sangat detail dan teratur, adanya hubungan dan keselarasan yang sempurna, adanya prediksi-prediksi yang lazim dilakukan sehingga tiada satu pun kekurangan dan cela, sehingga bangunan itu memiliki listrik dan air, ruang makan, kamar tidur, ruangan menjamu tamu, kamar mandi dan sarana pemanas serta pendingin, dengan menggunakan pipa-pipa yang dipasang dengan begitu teliti dan keran-keran air yang ditempatkan secara sesuai dan pantas, serta memperhatikan dasar-dasar kesehatan sehingga bangunan itu menyerap sinar matahari yang cukup-tidaklah berdiri dengan sendirinya, melainkan dibangun oleh para pendirinya yang memiliki kemampuan yang luar biasa sehingga membangunnya dengan dasar arsitektur yang benar dengan ketelitian yang nyaris sempurna.

Setelah membawakan contoh ini, kini kami akan mengajak Anda memerhatikan salah satu sudut dari kehidupan siang dan malam kita.

Untuk melanjutkan hidupnya, manusia memerlukan makanan dan air agar mengobati rasa lapar dan dahaganya serta menyediakan kebutuhan yang lazim bagi sel-sel tubuh. Agar sel-sel tubuh kita tetap hidup dan melanjutkan kehidupannya, maka haruslah sel-sel tersebut memperoleh berbagai jenis makanan. Jika tiada mendapatkan atau kekurangan dari salah satunya, maka ia akan menghancurkan atau merusakkan kehidupan kita. Manusia memerlukan udara untuk bernapas, dan dengan jalan itulah, ia menarik zat yang berfaedah dari udara dan menolak racun tubuh.

Sekarang, cobalah kalian perhatikan, bagaimanakah semua kebutuhan dan keperluan tubuh kita ada dan tersedia di luar. Bila kita menghendaki makan, maka di luar telah tersedia. Bila kita menginginkan berbagai jenis makanan, maka sudah tersedia di luar. Bila kita memerlukan gandum dan beras serta sayuran serta buah-buahan dan daging serta hal-hal lainnya yang lazim, semua itu tersedia di luar.

Bila kita memerlukan air dan udara, semua itu ada. Kita memiliki kaki sehingga kita dapat mencari makan. Kita punya mata sehingga kita dapat menemukan makanan-makanan yang sesuai. Kita juga punya tangan sehingga dengannya kita dapat mengambil makanan, tangan kita ini diciptakan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi keperluan-keperluan kita dengan baik, dan secara sepenuhnya berada di dalam kekuasaan kita. Ia bergerak, kemana pun yang kita kehendaki. Dengan kemauan kita, ia terbuka dan tertutup serta naik dan turun. Penciptaan jari-jari dan telapak tangan yang begitu teliti dan lembut sungguh amat menakjubkan.

Kita mengambil makanan dengan tangan dan meletakkannya di mulut. Mulut kita ini tercipta sedemikian rupa sehingga buka dan tutupnya tergantung keinginan kita. Bibir diciptakan sedemikian rupa sehingga menutup pintu mulut dan mencegah keluarnya makanan yang kita masukkan ke mulut itu.

Masalah yang mendasar adalah meskipun semua keperluan makanan tubuh terdapat di berbagai jenis makanan, namun bukan seperti itu langsung dapat dimanfaatkan oleh sel-sel. Makanan-makanan itu harus mengalami perubahan dan proses aksi-reaksi mendetail sehingga makanan tersebut dapat digunakan. Alat pencernaan melumat makanan terbagi dalam empat tahapan.


Secara ringkas, kami akan mengingatkannya:

Tahap pertama, kita mengunyah makanan melalui gigi dan menghaluskannya. Gigi-gigi yang diserahkan kepada kita begitu berkesesuaian dengan jenis makanan kita. Lidah itu bergerak di mulut dan makanan itu berada di bawah gigi sehingga lembut dengan baiknya. Selain dari itu, sebagaimana seorang petugas cukai yang benar, ia mengontrol dan memeriksa makanan.

Selain dari itu, ia juga membedakan mana yang buruk dan yang baik, yang sehat dan yang sakit atau rusak. Kelenjar-kelenjar ludah meneteskan cairan khusus di mulut sehingga makanan itu menjadi lembut dengan baik dan dimakan dengan mudah, selain dari itu, air mulut membantu proses pencernaan makanan dan mendatangkan pengaruh kimiawi yang cukup mencolok.

Tahap kedua, tatkala makanan itu dikunyah dengan baik, maka dari mulut akan masuk ke tenggorokan dan dari jalan kerongkongan lalu masuk ke lambung, dan ketika menelan makanan, mulut kecil menutup jalan hidung, dan tabir khusus menutup jalan pernapasan dan batang tenggorokan.

Tahap ketiga, makanan itu untuk beberapa lama haruslah berhenti di lambung sehingga dicerna. Di dinding lambung, terdapat ribuan kelenjar kecil yang meneteskan cairan khusus darinya dan melalui itu, makanan dicerna dan berubah menjadi cairan yang mengalir.

Tahap keempat, makanan masuk ke usus kecil. Pundi-pundi empedu meneteskan kelenjar besar yang bernama pankreas, cairan khusus di atas makanan, yang untuk mencernanya sangat lazimlah dan keharusan. Terdapat ribuan kelenjar kecil di dinding usus yang tetesan-tetesannya sangat berfaedah untuk pencernaan makanan.

Makanan di usus kecil berubah menjadi cairan yang encer, dan ketika itu, bahan makanannya disedot melalui dinding usus dan masuk ke darah. Kemudian darah menyampaikannya ke seluruh tubuh. Hati melalui detak-detak teraturnya menyampaikan zat-zat itu bersama dengan darah ke seluruh tubuh. Dengan demikian, masing masing sel-sel signifikan manusia mendapatkan makanan-makanannya yang sesuai.

Kini, berpikirlah sedikit, dengan adanya hubungan dan keberaturan yang mendetail yang berlangsung di antara anggota tubuh manusia dan fenomena-fenomena dunia lainnya, apakah mungkin seseorang mengatakan, manusia dan fenomena-fenomena dunia lainnya dengan sendirinya terciptakan?

Apabila kita merenungkan bangunan dalam wujud diri kita dan ketelitian yang begitu mendetail di dalam penciptaaan anggota tubuh dan susunan dan keteraturan yang begitu menakjubkan serta hubungan mendalam yang berlaku di antara anggota tubuh kita dan seluruh fenomena dunia, maka kita akan memperoleh sebuah persoalan bahwa manusia dan maujud-maujud lainnya tidaklah tercipta dengan sendirinya, melainkan memiliki pencipta yang menciptakan manusia dengan ilmu dan tadbir (kebijaksanaan yang teliti) dan memprediksikan semua keperluan manusia.

Adakah kekuatan selain dari kekuatan Allah Swt yang tiada batas yang mahabijaksana dan dapat menciptakan ketertiban dan kebersusunan yang menakjubkan di tengah fenomena-fenomena dunia? Apakah watak yang tidak memiliki kesadaran dan kehendak mampu menciptakan kelenjar-kelenjar ludah yang senantiasa membasahi mulut?

Apakah mulut kecil dan tabir penjaga batang tenggorokan? dengan tugasnya yang teramat berat-tercipta dengan sendirinya? Apakah semua kelenjar yang membasahi dinding lambung tiada yang menciptakannya? Kekuatan apakah yang memerintahkan kepada pankreas dan kantung empedu agar membasahi perut dengan cairan yang diperlukan terhadap makanan?

Apakah dua organ penting mengetahui nilai eksistensi dirinya? Kekuatan apakah yang memaksa hati sehingga tiada pernah berhenti-siang dan malam sibuk melaksanakan tugas dan menyampaikan bahan yang signifikan kepada negara-negara tubuh yang luas?!

Demikianlah adanya, selain dari Tuhan semesta alam dan Mahabijaksana, tiada seorang pun yang dapat mewujudkan keberaturan yang sungguh amat luar biasa ini di antara fenomena-fenomena dunia dan mengatur sistem penciptaan yang luar biasa.

Manusia yang paling pandai adalah

yang paling pandai belajar dari

pengetahuan orang lain dan

menambah ilmu pengetahuannya.

Dan, manusia yang paling bernilai

adalah orang-orang yang ilmunya

lebih luas, sementara manusia yang

paling tidak bernilai ialah mereka

yang tidak memiliki

pengetahuan sedikit pun


Masa Kanak-kanak

Kini marilah kita perhatikan sebagian besar dari kehidupan kita sendiri. Ketika kita lahir ke dunia, kita adalah maujud yang tidak bisa apa-apa. Kita tidak bisa berjalan untuk menyediakan makanan untuk diri kita. Bahkan tangan kita tidak mampu untuk mengambil makanan. Kita tidak memiliki gigi untuk mengunyah makanan, lambung kita tidak kuasa untuk mencerna makanan, sedangkan untuk anak-anak tiada makanan yang lebih sesuai daripada susu yang tidak dapat kita bayangkan.

Ketika kita lahir ke dunia oleh Allah, telah disediakan susu yang segar di buah dada para ibu kita. Kecintaan dan sayang telah ditanam pada jiwa ibu kita, agar ia mencintai dan menyayangi kita dan menjaga kita siang dan malam dan sama sekali tiada pernah mengeluh dan bosan menjaga dan mengasuh kita.

Setelah agak besar tangan, kaki, mata serta telinga dan lambung serta usus kita sudah lebih mampu, maka kita memerlukan makanan-makanan yang lebih berat, sedikit-demi sedikit gigi-gigi kita tumbuh di mulut kita dan kita dapat mengkonsumi makanan jenis lainnya.


Berilah Penilaian

Siapakah yang sedemikian mencintai kita dan saat kita masih kanak-kanak dan tidak mampu, telah memprediksikan semua kebutuhan kita? Siapakah Zat yang menciptakan bumi yang luas dan semua bintang besar dan matahari yang bersinar? Siapakah yang menciptakan alam raya ini dan menggerakkannya dengan teliti dan teratur? Siapakah yang mewujudkan siang dan malam secara kontinu dan musim semi dan musim panas dan lisan serta lambung, hati, paru-paru, ginjal, usus, tangan, kaki serta urat-syaraf dan organ tubuh lainnya?!

Apakah mungkin, watak yang tidak memiliki perasaan dan kehendak merupakan penyebab dari terwujudnya organ tubuh manusia dan hewan yang sangat menakjubkan, padahal, setiap dari organ tubuh, seperti mata sedemikian teliti dan detailnya sehinggga para cendekiawan sekalipun setelah melakukan penelitian yang begitu panjang, masih belum menguasai sepenuhnya detail dan keterperincian penciptaaan dan susunannya?

Adalah sangat mustahil, melainkan Allah Swt yang menciptakan segalanya, dan mengatur alam semesta? Allah Swt mencintai hamba-Nya dan menciptakan seluruh nikmat untuknya. Dialah yang selalu ada dan memberikan wujud atau eksistensi kepada ciptaan-Nya. Di hadapan-Nya, kita tunduk dan mematuhi perintah-perintah-Nya. Selain Allah tiada yang patut ditaati dan disembah, dan di hadapan selain-Nya, kita tidak akan (pernah) bersujud dan menghamba.

 

 

Setiap Maujud Mungkin (Mumkin al-Wujud) Memerlukan Sebab

Setiap dari maujud di alam penciptaan kalau kita teliti dan kita pikirkan bagaimana ia diciptakan, maka secara intuitif, kita memahami, bahwa kita sebenarnya tidak memiliki sesuatu apapun dari diri kita, dan wujud yang kita miliki bukanlah dari jenis wujud dzatiyah (wujud secara esensial). Di dalam zatnya, adalah kosong dari wujud dan 'adam serta memiliki potensi untuk ada ataupun tiada.

Maujud yang seperti ini dinamakan mumkin al-wujud. Misalnya, apabila kita memerhatikan air, maka secara intuitif, kita menyadari bahwa air merupakan sebuah hakikat selain dari wujud dan juga bukan 'adam. Bukannya secara dzatiyah menuntut wujud ataupun 'adam, melainkan tiada menuntut satu pun dari kedua tadi. Ia dapat menerima eksistensi ataupun ketiadaan.

Semua peristiwa dan fenomena-fenomena dunia seperti air, di dalam kedudukan zatnya, kosong dari wujud dan 'adam (ketiadaan). Di sini akal Anda menghukumi, maujud dan fenomena-fenomena dunia lantaran di dalam maqam zatnya adalah tiada. Apabila dikehendaki, maka haruslah ada faktor lain yang menghilangkan keperluan dan kekurangan dzatiyah-nya dan memberikan eksistensi kepadanya.

Seluruh fenomena dunia yang kurang dan cacat dari segi dzatiyah-nya dan bersifat memungkinkan, dan tiada memiliki kemandirian dan wujud, maka akan berujung dan berakhir dengan wujud yang sempurna dan mandiri serta tiada memerlukan yang eksistensinya, yaitu (disebut) 'ain adz-dzat. Baginya, ketiadaan dan kebinasaan tidaklah mungkin.

Wujud sempurna seperti ini kita sebut wujud niscaya-ada (wajib al-wujud) dan Tuhan semesta alam. Allah Swt adalah 'ain al-wujud. Ketiadaaan dan kebinasaan tidak bisa dibayangkan untuknya. Ia berdiri di atas wujud-Nya dan seluruh wujud yang lain memerlukan, dan bergantung, kepada-Nya serta mendapat wujud dari-Nya.


Sifat-sifat Allah

Sifat Allah secara keseluruhan terbagi menjadi dua bagian, yang pertama sifat-sifat tsubutiyah (positif) dan sifat-sifat salbiyah (yang dinafikan) atau sifat jamal dan jalal.


A. Sifat-sifat Tsubutiyah

Setiap sifat yang bermuara dari kesempurnaan inti wujud dan menambah nilai wujud yang disifatinya, dan menyempurnakan zatnya-dengan syarat kejasmanian yang disifati dan perubahannya tidaklah dilazimkan-maka itu dinamakan sifat tsubutiyah atau sifat jamal, seperti ilmu, qudrah, kehidupan, berbicara, dan iradah (berkehendak).

Jika kita membandingkan dua maujud secara bersamaan, yang salah satunya adalah alim dan lainnya jahil, maka secara intuitif kita memahami bahwa maujud adalah seorang alim yang lebih sempurna dan lebih berpengaruh dan bernilai dari yang jahil. Dari situlah, kita dapat menghukumi bahwa ilmu merupakan salah satu dari kesempurnaan ashalat al-wujud. Sifat-sifat kesempurnaan lainnya, dapat kita kenali dengan perbandingan yang seperti ini.

Allah Swt memiliki semua sifat kesempurnaan (kamaliyyah) dan keagungan (jamaliyyah) dan semua itu adalah tsabit (tetap) bagi zat-Nya. Untuk membuktikan persoalan ini, kami akan mencukupi dengan dua dalil sederhana.

Dalil pertama, setiap kesempurnaan dan kebaikan yang ada di dunia semuanya itu diciptakan oleh Allah yang diberikan kepada maujud-maujud yang ada.

Karena itu, sebagaimana makhluk-makhluk di dalam inti wujudnya memerlukan Allah, kesempurnaan wujud dan sifat jamal juga memerlukan Allah. Sebagaimana halnya, inti wujud diberikan oleh Allah kepadanya dan sama sekali tiada memiliki kemandirian, mereka memperoleh kesempurnaan wujud dari Allah, maka pencipta semua maujud dan sifat kesempurnaaan mereka adalah Allah.

Kini, setelah Anda sedikit merenung, maka akal Anda akan mengatakan, Allah Swt yang memberikan semua kesempurnaaan kepada makhluk-makhluk-Nya ini.

Adalah tidak mungkin zat-Nya sendiri hampa dari kesempurnaan-kesempurnaan itu. Bila Dia tidak memiliki, maka Dia tidak akan dapat memberikannya kepada yang lain, karena sumber dan muara kesempurnaan tiada akan kosong dari-Nya. Lampu apabila ia sendiri tidak menyala, maka ia tidak akan dapat menjadi dian pelita bagi lain-lainnya. Minyak apabila ia tidak lumas ia tidak akan dapat melumasi benda-benda lainnya. Begitu juga kalau air tidak basah, maka ia tidak akan dapat membasahi lain-lainnya.


Dalam sebuah syair Persia dikatakan:

Zat yang tidak memiliki wujud,

lalu bagaimana ia akan dapat memberikan wujud?

Dalil kedua, zat Allah adalah eksistensi mutlak dan tiada sedikit pun memiliki batasan. Karena ia tidak terbatas dan kurang, maka tidak memerlukan selain-Nya.

Wujudnya tidak diambil dari selain-Nya, yakni wajib al-wujud. Karena itu, setiap sifat dari kesempurnaan wujud adalah permanen untuk Allah. Zat-Nya terhadap diri-Nya, tiada memiliki batasan dan tiada akan pernah kehilangannya. Apabila Zat Allah tidak memiliki kesempurnaan, maka ia akan memerlukan dan terbatas, dan wajib al-wujud, dan tiada akan kaya secara zat-Nya.

Dari dalil ini dan dalil sebelumnya, dapat dipetik suatu kesimpulan bahwa Zat Allah Swt pencipta alam semesta adalah sempurna dari segala sisi dan tiada terbatas dan memiliki semua kesempurnaan wujud dan sifat tsubutiyah.


Sebagian Sifat Tsubutiyah

1. Qudrah (kekuatan). Allah Swt adalah berkuasa dan mahakuat. Artinya, segala perbuatan yang memungkinkan, yang Dia kehendaki, Dia dapat melakukannya. Ia tiada pernah lemah untuk melakukan segala perbuatan, dan tiada pernah terpaksa untuk melakukannya dan kemampuan dan kekuasaan-Nya tiada terbatas.

2. Ilmu. Allah Swt adalah Maha Berilmu dan Bijaksana. Artinya, ia mengetahui segala sesuatu dan menguasai segala maujud dan fenomena dunia keilmuan. Tiada sesuatu apapun yang tersembunyi pada pandangan-Nya. Bahkan dia mengetahui pikiran dan niatan para hamba-Nya. Dalam semua keadaan, Dia mengetahui segala sesuatu.

3. Hidup atau hayat. Ia hidup artinya maujud yang melaksanakan perbuatannya atas dasar ilmu dan kekuatan serta kehendak. Allah Swt tidak seperti maujud-maujud hidup lainnya yang kehidupannya melalui bernapas atau gerak dan makan. Namun, lantaran perbuatan-perbuatan-Nya dilakukannya atas dasar ilmu dan kekuasaaan, maka kehidupannya stabil untuk-Nya.

4. Berkehendak (iradah). Allah Swt berkehendak, yakni perbuatan-perbuatan-Nya dilaksanakan atas dasar kehendak dan niat, dan tidaklah seperti api yang dalam membakar, tidak ada kehendaknya. Wujud Allah Swt adalah wujud yang sempurna, yang bekerja dengan kehendak dan tidaklah cacat pelaku yang tidak memiliki kehendak.

5. Melihat. Allah Swt Maha Melihat, yakni Dia melihat segala peristiwa dan fenomena yang dapat dilihat dan tiada satu pun fenomena yang gaib di hadapan-Nya.

6. Mendengar. Allah Swt mendengar, artinya Dia mendengar segala sesuatu yang didengar, dan tiada lalai dari suara apapun.

7. Qadim dan abadi. Allah Swt bersifat qadim, yakni selalu ada dan tiada didahului dengan ketiadaan. Ia abadi maksudnya akan selalu ada dan tiada memungkinkan ketiadaan dan kebinasaan bagi-Nya.

8. Allah Swt adalah eksistensi mutlak. Wujud-Nya adalah Zat-Nya itu sendiri. Dari itulah, dalam wujud, Dia tidak memerlukan selain-Nya dan selalu ada dan akan selalu ada. Tiada orang yang memberinya wujud sehingga Dia harus memuji lainnya. Allah lebih mulia dari waktu dan maujud-maujud zaman dan tiada berlaku kepadanya masa lalu dan akan datang.

9. Takallum (berbicara), yakni Ia dapat mengungkap hakikat untuk orang lain dan memahamkan maksudnya kepada mereka.
Sifat-sifat seperti ini dinamakan sifat tsubutiyah dan telah ditetapkan untuk Zat Allah.


Catatan yang Diperlukan

Lantaran kita manusia tidak sempurna dalam zat dan sifat kita, maka kita tidak dapat melakukan suatu pekerjaan tanpa indra dan sarana jasmaniah. Kita memiliki kekuatan, namun tanpa campur tangan anggota badan, maka kita tidak akan dapat melakukan suatu pekerjaan. Kita memiliki daya dengar, namun tanpa telinga dan urat syaraf, kita tidak akan mampu mendengar.

Kita memiliki kekuatan atau daya melihat, namun tanpa bantuan mata dan urat syaraf, kita tidak akan dapat melihat. Akan tetapi, Zat Allah, karena berada pada puncak kesempurnaan, dan sifat-Nya berada dalam batas tinggi kesempurnaaan, maka Ia melihat tanpa mata, mendengar tanpa telinga, dan bekerja tanpa anggota tubuh dan memahami tanpa urat syaraf dan otak.

Jalan untuk melihat dan mendengar bukanlah hanya terlaksana dengan mata dan telinga. Sehingga sekiranya, melihat dan mendengar berlaku tanpa indra, maka kita akan mengatakan bahwa itu bukan melihat dan mendengar. Padahal, hakikat melihat dan mendengar tiada lain adalah hal-hal yang dilihat dan didengar yang tidak tersembunyi atau tertutup bagi seseorang meskipun tanpa keterlibatan indra.

Sekiranya kita dapat melihat tanpa keterlibatan mata dan mendengar tanpa keterlibatan telinga, maka sudah pasti itu dapat dikategorikan sebagai melihat dan mendengar. Sebagaimana halnya, di alam mimpi, kita melihat dan mendengar tanpa mata dan telinga biasa.

Akan tetapi Tuhan semesta alam, lantaran Dia berada di puncak kesempurnaaan wujud dari sisi Zat dan Sifat, perbuatan-Nya berbeda dengan perbuatan-perbuatan manusia dan tiada istilah keperluan dan kekurangan di dalam pekerjaan-Nya.


Sifat Zat dan Sifat Perbuatan

Sifat tsubutiyah Allah secara garis besar terbagi menjadi dua bagian, sifat zat dan sifat perbuatan. Sifat zat adalah sifat-sifat yang senantiasa tetap untuk Zat Allah dan ketetapannya tidak bergantung terhadap sesuatu yang lain seperti ilmu, kuasa, dan hidup. Sifat-sifat ini senantiasa tetap pada zat Allah dan ketetapannya tidaklah bergantung atau bersandar terhadap wujud lainnya, melainkan 'ain ad-dzat itu sendiri. Allah Swt alim dari dahulu dan sampai kini dan seterusnya, bahkan sebelum ia menciptakan maujud. Dia berkuasa sebelum menciptakan sesuatu maqdur (yang ditetapkan). Dia selalu hidup. Allah Swt adalah ilmu itu sendiri, kekuatan, dan kehidupan itu sendiri. Kedudukan zat Allah Swt tidaklah kosong dari ilmu dan qudrah, sebab kalau tidak demikian, maka ia terbatas dan tidak sempurna dan memerlukan sesuatu, dan sesuatu zat yang terbatas dan naqish (tidak sempurna), ia tidak akan dapat menjadi wajib al-wujud.
Sifat Fi'il (perbuatan): sifat-sifat yang diambil dari sebagian kerja-kerja Allah, dinamakan sifat fi'il, seperti al-khaliq, ar-raziq, jawad, dan ghafur. Disebabkan Allah menciptakan maujud-maujud, maka dinamakan al-khaliq (pencipta), dan karena dia memberi rezeki, maka dinamakan ar-raziq. Dan karena dia memberi, maka dinamakan dengan al-jawad (yang dermawan). Dan karena, ia menutup aib-aib dan dosa-dosa hamba-Nya, maka ia dinamakan dengan al-ghafur. Sifat-sifat yang seperti ini, pada dasarnya menunjukkan sejenis hubungan khusus yang berlangsung antara Allah dan makhluk-makhluk-Nya.


Sebuah Hadis

Husein ibn Khalid mengatakan, aku mendengar dari Imam Ridho as yang berkata: " Allah swt senantiasa alim dan qadir dan hayyu (hidup) dan qadim serta maha mendengar dan melihat. Lantas aku bertanya kepada beliau: "Yabna Rasul, ada sekelompok orang yang mengatakan, Allah SWT senantiasa alim, tetapi ilmunya adalah lain atau terpisah dari dzatnya, dia qadim, tetapi keqadimannya itu merupakan tambahan dari dzatnya. dia maha mendengar, tetapi mendengarnya itu di luar dzatnya, ia bashir (maha melihat), tetapi penglihatannya terlepas dari dzat-Nya; Imam Ridho as mengatakan: "Barang siapa yang meyakini bahwa sifat-sifat Allah adalah terpisah dari dzatnya dan dianggapnya qadim, maka ia tergolong musyrik dan bukanlah pengikut kami. Allah SWT senantaiasa alim, qadir, dan hayyu serta qadim, bashir dan sami'. Akan tetapi, sifats-fat inin merupakan Zat-Nya itu sendiri.'"

 

B. Sifat-sifat Salbiyah

Setiap sifat yang menunjukkan bahwa Allah tidak memiliki kekurangan dan aib (cela), maka itu dinamakan dengan sifat-sifat salbiyah dan sifat jalal. Dzat Allah adalah sempurna, dan sama sekali tidak memiliki kekurangan dan cacat. Setiap sifat yang merupakan kekurangan untuk Allah--haruslah dinafikan dari Allah.


Sebagian sifat salbiyah

1. Allah swt tidak terdiri dari beberapa bagian atau susunan, setiap maujud yang terbuat dari dua bagian atau lebih, maka ia dinamakan murakkab. berbeda dengan Allah swt , dia bukan murakkab dan tidak memiliki bagian, karena setiap yang murakkab rangkapan, ia memerlukan bagiannya.

Allah adalah satu dan tidak memiliki

sekutu dalam penciptaam dunia. Allah

adalah pelaksana semua urusun dunia

ini dan selain-Nya tiada pencipta dan

pemberi. Semua maujud dari yang

besar hingga yang kecil, adalah

ciptaan Allah. Dalam

menciptakannya, Dia tidak

memerlukan bantuan


Tanpa keberadaan bagian-bagiannya itu, ia mustahil menemukan wujudnya. Sekiranya Allah adalah murakkab, maka mau tidak mau dia memerlukan bagian-bagiannya. Dan dzat yang memerlukan dan memiliki kekurangan, ia tidak dapat dinamakan wajib al wujud. Selain dari itu, setiap yang murakkab memerlukan penyebab agar membentuk atau menyusun bagian-bagiannya dan mewujudkan sebuah murakkab dari penyatuannya.

Sekiranya Allah itu murakkab, maka ia memerlukan illah (penyebab). Sedangkan dzat yang tidak sempurna dan memerlukan penyebab, maka ia tidak bisa dinamakan dengan wajib al wujud.

2. Allah swt bukanlah jisim (materi), karena jism adalah murakkab, dan sebelumnya telah dibuktikan bahwa Allah bukan murakkab, maka ia juga otomatis bukan materi. Disamping itu, setiap jism memerlukan tempat dan untuk berada di tempat itu, dan ia tidak akan menemukan wujud tanpa tempat, sedangkan Allah yang menciptakan tempat itu sendiri, ia tidak memerlukan semua itu. Maujud yang berupa fisik atau jism, dan memerlukan tempat, ia bukanlah wajib al-wujud.

3. Allah SWT tidak bisa dilihat, yakni, ia tidak dapat dilihat oleh mata. Karena, hanyalah jism (benda) dan kekhususan jisim yang dapat dilihat dengan mata, sedangkan sebelum ini telah dibawakan dalilnya bahwa Allah bukanlah jism, dari itulah, Allah tidak akan dapat dilihat dengan mata.

4. Allah tidak jahil dan dungu, karena sebelum ini--di dalam pembahasan sifat stubutiyah telah terbuktikan bahwa Allah mengetahui segala sesuatu, dan ilmunya tiada terbatas, kejahilan dan kedunguan merupakan suatu kekurangan dan cela yang tidak memiliki celah untuk memasuki wujud Allah yang sempurna.

5. Allah swt tidak lemah, karena sebelumnya--dalam pembahasan qudrah telah terbuktikan bahwa Allah SWT memiliki kemampuan untuk melakukan apa saja dan ia tidak lemah untuk melakukan apa saja yang bersifat mungkin, dan bagi kekuasaannya tidak dapat digambarkan adanya batas. Kelemahan dan ketidakmampuan merupakan suatu aib dan kekurangan yang besar yang tidak berlaku untuk dzat Allah yang sempurna.

6. Tidak berlaku perbuhan dan peristiwa di dalam dzat Allah. Perubahan dan yang menyerupainya tidak terjadi di dalam wujud-Nya, dia tidak menjadi tua, tidak sakit, tidak lupa , tidak penat dan tidur, dan tidak pernah menyesal karena melakukan sesuatu perbuatan, karena sifat -sifat sejenis ini merupakan pengaruh dari jasmani dan metarial, dan karena--sebelumnya telah terbuktikan bahwa Allah bukan jism dan meteri, maka di dalam wujud Allah tidak terjadi peristiwa atau kejadian yang seperti ini.

7. Allah SWT tidak memiliki sekutu, dan anda akan membaca dalil persoalan ini di dalam pembahasan tauhid.

8. Allah tidak memiliki tempat, dan tidak berada di tempat, bukan di langit, bukan di bumi, karena ia bukan jisim, sehingga menempati satu tempat.
Allah yang menciptakan tempat, maka ia lebih mulia dan lebih tinggi dari tempat, dan tidak memerlukannya. karena ia menguasai semua maujud. Tiada satupun wadah yang dapat cukup menjadi wadah atau tempat bagi wujud-Nya, dia ada di mana-mana dan berkuasa dan muhith terhadap segala sesuatu, tetapi bukannya dengan arti, dia seperti benda yang besar yang menempati dan mengisi seluruh penjuru bagian dunia ini , melainkan karena dia adalah wujud yang mutlak, dan tiada terbatas dengan batasan apapun, dan tidaklah bergantung kepada tempat, maka ia berkuasa ( muhith) terhadap segala sesuatu dan tiada terpisah dari-Nya. Untuk Allah, tidak dapat dikatakan, di sini dan di sana.

Adapun, mengapa kita menengadahkan tangan kita ke langit sewaktu berdoa, hal itu bukannya , kita meyakini Allah berada di langit, melainkan, kita ingin dengan cara ini, menunjukkkan kehinaan dan ketidakmampuan kita dan menggambarkan seorang peminta yang gelisah dan benar-benar memerlukan.

Jika kita menamakan masjid dan Ka'bah sebagai rumah Allah, hal itu lantaran, Allah disembah di sana, dan dia sendiri yang memberikan kemuliaan kepada rumah itu dan menyebutnya sebagai rumah-Nya.

9. Allah SWT tidak memerlukan, dan ia tiada memerlukan terhadap apapun jua dan siapapun juga, karena dzat Allah adalah sempurna dari segala sisi, dan tidak memiliki kekurangan sehinggga memerlukan yang lainnnya, jika ia memerlukan sesuatu, maka ia kurang dan terbatas, dan bukan wajib al wujud.

Dan bila Allah menentukan kewajiban-kewajiban serta tugas, hal itu bukan lantaran , dia memerlukan shalat dan puasa serta ibadah kita, melainka dia ingin mensucikan dan menerangi ruh dan jiwa kita melalui ibadah serta perbuatan perbuatan yang baik, sehingga kita menemukan kelayakan untuk kehidupan akhirat yang baik dan menggunakan nikmat-nikmatnya yang abadi.

Dan apabila dia menghendaki agar kita mengeluarkan zakat dan khumus atau shodaqoh, serta berbuat baik kepada manusia-manusia sejenis kita, serta berada di barisan tedepan dalam kebajikan kebajikan sosial, bukan karena dia memerlukan bantuan materi kita, melainkan, semua perintah tadi ( khumus, zakat dan shodaqah mustahab ) merupakan sebuah keharusan dan kepereluan bagi pengelolaan urusan sosial kita dan menguntungkan bagi bangsa secara umum.

Dan Allah mewajibkan penunaian sebagian dari perintah itu dan ada juga yang tidak sampai diwajibkan melainkan sangat ditekankan seperti memberi sedekah, dan membangun hal hal yang manfaatnya kembali kepada publik.

Disamping itu, membelanjakan harta di jalan Allah dan membantu serta berbuat ihsan kepada orang-orang yang memerlukan serta membangun hal hal yang baik, ia sendiri merupakan sejenis ibadah besar yang menyebabkan kesempurnaan jiwa dan meraih pahala pahala akhirat.

10. Allah SWT tidak dzalim , anda akan membaca dalil dari persoalan ini di dalam pembahasan keadilan.


Tauhid

Allah adalah satu dan tidak memiliki sekutu dalam penciptaan dunia. Allah adalah pelaksana semua urusan dunia ini dan selain-Nya tiada pencipta dan pemberi. Semua maujud dari yang besar hingga yang kecil, adalah ciptaan Allah, dan dalam menciptakannya, dia tidak memerlukan bantauan, dan ini didukung oleh beberapa argumen.


Dalil atau argumen pertama:


" Apabila ada dua Tuhan atau lebih, maka akan terjadi seperti berikut ini.

Kemungkinan pertama: " Masing-masing dari dua tuhan tadi, menciptakan semua maujudat atau makhluk secara mandiri, yakni setiap maujud menemukan wujudnya dalam dua tahap dan setiap Tuhan mewujudkannya dengan mandiri atau sendiri-sendiri. Kesalahan atau kebatilan asumsi ini akan jelas , bila mau sedikit saja merenung, karena, setiap maujud tidak memiliki lebih dari satu wujud, dan dari itulah, ianya tidak dapat memiliki lebih dari satu pencipta dan khaliq, setelah Allah memberikan wujud kepadanya. adalah tidak mungkin, ada faktor lain yang memberikan eksistensi kepadanya atau dengan istilah, tahshil hashil (mencari sesuatu yang sudah didapat) dan pengaruh dua sebab di dalam satu ma'lul (akibat) adalah suatu kemustahilan.

Kemungkinan kedua: kedua Tuhan tadi menciptakan maujud atau makhluk dengan saling bekerjasama antara satu dengan lainnya, sehingga setiap maujud adalah makhluk atau ciptaan dua Tuhan dan masing-masing Tuhan merupakan bagian dari sebab dan separuh dari yang membuat.

kemungkinan tadi juga batil dan tanpa dasar. Karena, kerjasama dua Tuhan adalah disebabkan kekurangan dan keperluan, dan tidak kuasa menciptakan sesuatu sendirian dan dengan tanpa bantuan, sedangkan sifat kurang dan lemah adalah jauh dan tidak sesuai untuk Allah SWT. Dan jika dikatakan, masing-masing dari Tuhan dapat menciptakan Tuhan dengan sendirinya, namun dalam pada itu, mereka berkompromi dan menciptakan makhluk dengan kerjasama, seperti halnya beberapa orang yang mengangkat sebuah batu besar , padahal masing-masing dapat mengangkat batu itu sendiria.

Kemungkinan ini juga tidak benar, karena dua sebab dan pelaku yang dapat melakukan sesuatu sendirian, bila mereka menutup mata dari kemandirian dan meminta bantuan dari tenaga yang lainnnya, dan melakukan perbuatan dengan kerjasama dan bantuan, hal itu bukanlah tanpa tujuan. Yaitu, mereka mungkin ingin menghemat energi atau tenaga yang mereka keluarkan ataupun mereka ingin agar selamat dari penentangan dan makar dari selain dirinya, ataupun mereka takut terhadap masing-masing , al hasil, mereka memerlukan kompromi dan kerjasama.

Padahal, rasa perlu dan kemiskinan apapun jenisnya sama sekali tidak berlaku untuk Allah SWT.

Selain dari itu, setiap dari anggapan Tuhan yang seperti itu, lantaran ia mengetahui mashlahat penciptaan dunia dan mampu mewujudkannya, dan ilmu serta kekuatannya adalah dzatnya itu sendiri. dan tiada kebakhilan atau kepelitan di dalam wujud-Nya , maka dia harus mandiri dan merdeka di dalam penciptaan alam semesta dan berkehendakl sesuai dengan ilmu dan kekuasaan.

Sebagai hasilnya, tampaknya lazim, bahwa masing-masing dari dua Tuhan --dalam anggapan di atas-- untuk menciptakan alam sendiri tanpa bantaun siapapun dan secara mandiri, dan padahal sebelumnya telah terbuktikan bahwa pengaruh dua sebab di dalam satu akibat atau ma'lul adalah perkara yang mustahil.

Kemungkinan ketiga, dua Tuhan tersebut menciptakan makhluk di dunia ini dengan membagi antara mereka dan masing-masing dari kedua Tuhan itu menciptakan sebagian atau sekelompok makhluk atau maujud secara sendirian atau mandiri dan tidak mencampuri dalam penciptaan makhluk yang lainnnya.

Kemungkinan atau anggapan seperti ini juga tidak benar, karena, masing masing dari kedua Tuhan yang seperti itu, apabila ua mengetahui kemashlahatan dan memiliki kemampuan untuk mewujudkannya. maka ia harsulah menjadi penciptanya dan kelazimannnya adalah dua sebab berlaku terhadap satu akibat atau ma'lul. Dan kebatilan asumsi seperti ini telah terbuktikan sebelumnya, Dan pabila Tuhan yang satu tidak mengetahui mashlahatnya, ataupun tidak mampu menciptakannya ataupun pelit untuk itu, maka ia tetap saja tidak sempurna dan tidak layak menjadi Tuhan.


Dalil kedua

Salah satu dari dua Tuhan ?di dalam anggapan tadi ---bilamana ia menciptakan sebuah maujud, sedangkan Tuhan yang lainnya memutuskan untuk memusnahkanny, sekiranya Tuhan yang pertama dapat membela makhluknya dan mencegah perbuatan Tuhan yang kedua, maka berarti Tuhan yang kedua itu lemah dan tidak layak menjadi Tuhan. Dan bila Tuhan tidak dapat menjaga makhluk buatannya, maka ia tidak dapat dikatakan sebagai Tuhan.


Natijah (hasil) tauhid

Lantaran kita meyakini akan keesaan Tuhan dan kita melihatnya sebagai satu-satu-Nya yang berkuasa di dunia ini, maka selain dari dia, siapapun dia dan apapun dia, maka kita menganggapnya lemah dan tidak berdaya. Dan selain Allah, tiada yang kita anggap memiliki kekuasaan dan wajib ditaati, dan kita tidak akan bersujud dan tunduk di depan siapa pun.

Kita tidak akan menampakkan penghambaan untuk selain Allah. Dan kita tidak akan menyerahkan kehendak dan kebebasan kita di tangan siapapun. Dan di depan manusia manapun, kita tidak akan melakukan penghormatan dan pujian yang melampaui batas , dan kita melihat menjilat-jilat dan merunduk-runduk di depan manusia sebagai budi pekerti yang tidak terpuji.

Dan kita memuliakan dan menghormati para Nabi dan Imam serta pemuka agama dan kita mematuhi perintah-perintah mereka, hal itu lantaran Allah mewajibkan kita untuk taat kepada mereka serta mengikuti manusia-manusia suci tersebut. Perintah manusia-manusia suci itu selalu di garis untuk menyebarluaskan hukum dan undang-undang agama, dan mereka tidak akan pernah melampaui perbatasan agama.

Kita mengunjungi dan berziarah ke makam para Nabi dan Imam dan memuliakan makam mereka, namun bukannya dengan tujuan menyembah dan ibadah, melainkan dengan tujuan penghormatan dan mengangungkan kedudukan spiritual dan kequdusan serta kesucian mereka.

Kita memperbaiki dan membangun makam mereka dan kita pergi menziarahi mereka, adalah untuk berterimakasih terhadap pengorbanan dan perjuangan agama yang mereka lakukan serta menghargai kedudukan tinggi manusia-manusia suci itu dan kita memahamkan kepada orang lain bahwa barang siapa yang bersusah payah di jalan Allah, dan berupaya untuk memberi petunjuk kepada masyarakat , maka mereka tidak akan pernah dilupakan di dunia ini.

Kita melakukan munajat dan berdoa di makam mereka ?manusia-manusia pilihan Allah tersebut?sebab tempat dimana jasad mereka dikubur, adalah tempat yang suci dan di tempat-tempat itulah, kita menyampaikan hajat dan ampunan kepada Allah dan kita jadikan ruh-ruh suci manusia-manusia ilahi itu sebagai syafaat dan wasilah.


Keadilan

Allah SWT adalah adil, dan tiada berbuat dzalim kepada siapapun. Dan perbuatan yang buruk tidak akan keluar dari Allah, semua perbuatannya adalah berdasarkan hikmah dan mashlahat, dan ia tidak akan membiarkan perbuatan-perbuatan baik para shalihin sia-sia tanpa pahala dan Allah tidak melanggar janji, tidak berbohong, dan tidak akan menyerat orang-orang yang tidak berdosa ke neraka, dengan dua dalil.


Dalil pertama

Orang yang berbuat dzalim, ataupun melakukan perbuatan buruk, tidak keluar dari tiga kemungkinan ini, pertama, ia tidak menyadari sisi buruk perbuatan itu dan disebabkan ketidaksadarannya itu, ia melakukan sebuah kedzaliman. Ataupun ia mengetahui sisi buruk kedzaliman, namun dia melihat sesuatu ada di tangan orang lain sedangkan ia tidak memilikinya dan ia dalam keadaan butuh dengan benda itu sehingga ia mendzalimi mereka dengan tujuan memperoleh hasil dari jerih payah mereka.

Misalnya seorang juragan yang berbuat sewena-wena terhadap para pekerjanya dan mensia-siakan hak hak mereka, ataupun seorang dzalim yang melanggar hak-hak orang-orang tertindas, dan itulah yang membuatnya melakukan kedzaliman dimana dia melihat dirinya kekurangan dari segi uang dan kemampuan dan ingin mengurangi hasil dari orang lain dan memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dengan cara merampas , ataupun dia mengetahui keburukan kedzaliman dan ia juga tidak membutuhkan, namun ia melakukan kedzaliman tersebut dengan tujuan membalas dendam ataupun bermain-main.

Setiap orang yang berbuat kedzaliman-mau tidak mau-pasti memiliki diantara orientasi ini, akan tetapi Allah SWT tidak pernah melakukan kedzaliman, karena tiada dapat dibayangkan suatu kejahilan dan kebodohan tentang diri-Nya dan ia mengetahui semua mashlahat dan sisi baik dan buruk segala sesuatu. Dia mahakaya dan tidak memerlukan apa pun dan tidak memerlukan suatu apapun dan juga suatu pekerjaan apapaun. Dan dari-Nya tidak keluar suatu perbuatan yang sia-sia dan permainan. Oleh karena itulah, suatu ketidakadilan tidak dapat dibayangkan dan dinsibatkan kepada-Nya.


Dalil kedua

Akal kita menyadari bahwa kedzaliman merupakan suatu pekerjaan yang buruk dan tidak terpuji. Semua orang yang berakal bersepakat dengan persoalan ini. Allah SWT juga melarang manusia berbuat kedzaliman melalui para Nabi dan manusia-manusia pilihan-Nya. Dari itulah, bagaiman mungkin, Allah SWT melakukan suatu kedzaliman yang dianggapnya buruk dan Allah sendiri melarang perbuatan itu?

Hanya saja, semua manusia tidaklah sama dan tidak berada di peringkat yang sama. Melainkan terdapat perbedaaan dari segi kemiskinan dan kekayaaan, ketampanan, kecantikan, dan lain sebagainya, dan juga dari segi cacat atau tidak.

Sebagian orang mengalami mushibah atau benca yang menyedihkan , namun semua itu adalah disebabkan serangkaian sebab-sebab dan faktor-faktor alamiah dan suatu kelaziman yang tidak bisa dipisahkan dari alam meteri, dan dalam sistem penciptaan dunia meteri, tiada jalan untuk lari dari itu semua. Faktor-faktor alamiah dan adakalanya manusia itu sendiri juga berperan banyak dalam mewujudkannya , namun bagaimanapun juga, tiada larangan anugerah dari Allah.

Setiap maujud mencari anugerah dari Allah dalam kapasitas potensi dzatiyah-nya dan bantuan sebab-sebab dan kondisi alamiah dari Allah. Allah SWT tidak memberikan kewajiban atau tugas kepada seorangpun di luar batas kemampuannya, dan upaya serta kerja seseorang tidak akan sia-sia dan untuk setiap orang ?dalam batasan sikonnya kondusif, terbuka jalan kemajuan dan peningkatannya.