پایگاه اطلاع رسانی آیت الله ابراهیم امینی قدس سره

Al-Quran, Mukjizat Abadi

Al-Quran, Mukjizat Abadi

 

            Di satu sisi al-Quran adalah mukjizat terpenting bagi Nabi saw dan dalil terbaik bagi kenabian beliau. Mukjizat agung ini memiliki keistimewaan atas seluruh mukjizat karena memiliki:

            1-Keabadian dan kesinambungan. Selalu hadir di tengah umat manusia dan di sepanjang sejarah mereka (manusia) menjadi saksi kemukjizatan al-Quran. Hal ini berbeda dengan seluruh mukjizat lain yang diturunkan untuk zaman tertentu saja (terbatas oleh zaman).

            2-Tidak terbatas oleh tempat. Dimana pun dan kapan pun al-Quran ada akan tampak kemukjizatannya bagi semua orang. Berbeda dengan semua mukjizat lain yang terjadi di tempat tertentu dan disaksikan oleh orang-orang tertentu.

            3. Di samping sebagai mukjizat dan bukti kenabian, al-Quran juga merupakan program hidup dan sumber petunjuk. Sedangkan semua mukjizat selainnya tidak memiliki keistimewaan ini.

            Al-Quran adalah kalam Tuhan dan mukjizat yang makhluk selain-Nya tidak mampu mendatangkan kalam seperti ini. Al-Quran mengenalkan dirinya sebagai sebuah mukjizat dan melemparkan tantangan kepada semua makhluk,

قُل لَّئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنسُ وَالْجِنُّ عَلَى‏ أَن یَأْتُواْ بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْءَانِ لَا یَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ کَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِیراً

            Katakanlah: “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa al-Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.” (QS. al-Isra:88).

            Bahkan mereka mengatakan, “Muhammad telah membuat-buat al-Quran itu.” Katakanlah: “(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar.”

Jika mereka yang kamu seru itu tidak menerima seruanmu (ajakanmu) itu maka (katakanlah olehmu): “Ketahuilah, sesungguhnya al-Quran itu diturunkan dengan ilmu Allah dan bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia, maka maukah kamu berserah diri (kepada Allah)?” (QS. Hud:13-14).

 

وَإِنْ کُنْتُمْ فِى رَیْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلَى‏ عَبْدِنَا فَأْتُواْ بِسُورَةٍ مِّنْ مِّثْلِهِ وَادْعُواْ شُهَدَآءَکُمْ مِّن دُونِ اللَّهِ إِنْ کُنْتُمْ صَدِقِینَ‏ / فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ وَلَن تَفْعَلُواْ فَاتَّقُواْ النَّارَ الَّتِى وَقُودُهَا النَّاسُ وَ الْحِجَارَةُ أُعِدَّتْ لِلْکَفِرینَ‏

Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja)  yang semisal al-Quran itu dan ajaklah penolong-penolong selain Allah, jika kamu orang-orang yang memang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir (QS. al-Baqarah:23-24).

            Ayat-ayat di atas menerangkan bahwa al-Quran adalah mukjizat dan dalil bagi kebenaran pengakuan kenabian Muhammad saw serta menegaskan kepada orang-orang bahwa jika mereka meragukan kemukjizatan al-Quran atau risalah Nabi Muhammad saw, maka datangkan seperti al-Quran atau sepuluh surah atau satu surah sepertinya.

            Seandainya kaum penentang Islam mampu melakukan tantangan ini, pastilah mereka melakukannya. Minimal satu surah seperti al-Quran, lalu mereka perlihatkan kepada Nabi saw dan kaum Muslim. Dengan jalan ini (bila mereka mampu melakukannya—penerj.) maka tentunya mereka akan meragukan kebenaran kenabian beliau saw. Cara ini adalah sebaik-baik bentuk perlawanan dan penaklukan. Karena itu jika mereka mampu melakukan pekerjaan ini, maka mereka dapat mencegah pengaruh dan penyebaran Islam. Membuat kaum Muslim lari dari sisi Nabi Muhammad saw, dan tidak akan lahir semua peperangan, pertumpahan darah dan penderitaan ini (karena Nabi hanya seorang diri saja, tanpa pendukung).

            Alhasil tantangan al-Quran tidak hanya untuk umat di masa Nabi saw dan bangsa Arab. Tetapi ditujukan juga pada semua bangsa manusia di dunia, dimana pun dan kapan pun. Jika mereka meragukan risalah Nabi Muhammad saw, hendaklah golongan cerdik pandai dan sastrawannya membuat seperti al-Quran atau satu surah sepertinya. Tetapi sebagaimana yang telah diramalkan al-Quran, hingga kini pekerjaan ini tidak pernah dilakukan. Musuh-musuh Islam walaupun telah menulis buku menolak dan merendahkan al-Quran, tetapi sampai kini mereka tidak pernah berhasil menulis sebuah kitab yang menyamai al-Quran.

            Dalam firman Allah terdapat kelembutan yang indah dan daya tarik yang khas, yang tidak dimiliki oleh semua kitab lainnya. Karena itu ia benar-benar mempengaruhi intuisi-intuisi yang jernih dan bernas. Banyak orang di awal Islam terpikat mendengar ayat-ayat al-Quran. Lalu mereka menerima Islam. Hal ini banyak kasusnya seperti yang disebutkan dalam sejarah Islam. Daya tarik al-Quran bahkan memikat musuh-musuh Islam dan membuat mereka takjub. Sehingga mereka mengakui keluarbiasaannya. Berikut ini kami bawakan beberapa contoh mengenainya:

            Abul Fida mencatat: “Walid, putra Mughirah, datang kepada Rasulullah saw. Lalu beliau membacakan al-Quran untuknya, sampai hatinya luluh dan menerima Islam. Berita ini sampai ke telinga Abu Jahal. Maka Abu Jahal mendatanginya dan berkata, ‘Paman, kerabatmu punya niat mengumpulkan harta untukmu.’

            ‘Untuk apa?’ tanya Walid.

            Ia menjawab, ‘Untuk diberikan kepadamu! Sebab kamu telah menemui Muhammad demi mendapatkan sesuatu.’

            Walid berkata, ‘Kaum Quraisy mengakui bahwa aku adalah orang terkaya dibanding semua orang.’

             ‘Kalau begitu sampaikan pada keluargamu agar mereka tahu bahwa kamu mengingkari Muhammad,’ ujarnya.

            Walid menegaskan, ‘Apa yang harus saya sampaikan? Demi Allah, tak seorang pun di antara kalian yang lebih tahu dariku soal syi’ir (baca: syair, sajak, puisi) dan sastra Arab dan syi’ir bangsa jin. Demi Tuhan! Al-Qurannya Muhammad tak satu pun yang serupa dengan semua itu. Demi Allah! Perkataan Muhammad mengandung keelokan, keindahan dan daya tarik yang khas. Kalimatnya lebih baik dari semua kalimat. Sama sekali tidak ada kalimat yang lebih baik darinya.’

            Abu Jahal mengatakan, ‘Kerabatmu tidak akan merestuimu kecuali kamu menyampaikan hal yang diinginkan mereka.’

            Ia berkata, ‘Beri aku waktu untuk berpikir.’

Setelah berpikir ia berkata, ‘Perkataan Muhammad adalah sihir yang bisa menguasai orang lain.’”[31]

            Jabir bin Abdillah menyampaikan, “Pada suatu hari, kaum Quraisy mengadakan rapat. Mereka mengatakan, ‘Kita harus berusaha menemukan seseorang yang paling pintar dalam sihir, ramalan dan syi’ir dari semua orang yang ada. Kemudian kita kirim dia kepada orang (Muhammad) yang telah menceraiberaikan kita dan mencela agama kita. Supaya ia berdialog dengannya.’

            Semua mengatakan, ‘Kami memandang tidak ada yang lebih baik daripada ‘Utbah bin Rabi’ah.’ Akhirnya mereka mempercayakan misi ini ke pundak ‘Utbah.

            Maka ‘Utbah mendatangi Nabi saw dan berkata, ‘Siapakah yang terbaik, kamu ataukah ayahmu?’

Nabi tidak menjawab. Ia bertanya lagi, ‘Siapakah yang terbaik, kamu atau Abdul Muthalib?’

Rasulullah juga tidak menjawab.

Ia menambahkan, ‘Sekiranya menurutmu mereka lebih baik dari dirimu, sesungguhnya mereka yang kamu rendahkan itu (karena mereka) penyembah berhala. Dan seandainya menurutmu dirimu lebih baik dari mereka, maka katakan saja. Sungguh akan kami dengar! Demi Allah, dampak adu domba (yang dilakukan dirimu) bagiku tidak lebih buruk darimu. Telah kau pecah belah jemaah kami dan kau hinakan agama kami. Kau telah menyebarkan aib di tengah bangsa Arab sehingga ada yang mengatakan bahwa ada penyihir dan paranormal di kalangan Quraisy. Hal ini menyebabkan di antara kami terjadi peperangan dan membinasakan kami semua.

            Hai Muhammad! Jika kau perlu harta, akan kami kumpulkan yang banyak untukmu, yang menjadikanmu orang terkaya di Quraisy. Dan jika kau perlu wanita, niscaya kami mengawinkanmu dengan wanita mana pun yang kau mau.’

            Saat itu Nabi berkata pada ‘Utbah, ‘Pembicaraanmu sudah selesai?’

            ‘Ya’, jawabnya.

            Beliau berkata, ‘Simaklah ini,


تَنزِیلٌ مِّنَ الرَّحْمَنِ الرَّحِیمِ‏ / کِتَابٌ فُصِّلَتْ آیَاتُهُ قُرْآناً عَرَبِیّاً لِّقَوْمٍ یَعْلَمُونَ‏

 

            Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.  Hâ  Mîm. Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa arab, untuk kaum yang mengetahui…

Jika mereka berpaling maka katakanlah: “Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum ‘Aad dan kaum Tsamud.” (QS. Fushilat:1-13)

            Kemudian ‘Utbah mengatakan, ‘Cukup! Adakah sesuatu yang lain selain ini?’

            ‘Tidak’, jawab beliau.

            Setelah pembicaraan ini, ‘Utbah kembali ke Quraisy. Mereka bertanya, ‘Apa yang telah kamu lakukan?’

            ‘Aku sudah bicara dengan Muhammad,’ jawabnya.

            Mereka bertanya, ‘Terus dia bicara apa?’

            Ia menjawab, ‘Demi Zat yang telah membangun Ka’bah! Aku tidak paham sedikit pun pembicaraan Muhammad selain dia memperingatkan kalian akan petir seperti petir ‘Aad dan Tsamud!’

            ‘Yang bicara denganmu itu orang Arab, kenapa kamu tidak memahami perkataannya?’ tanya mereka heran.

            ‘Ya, aku tidak memahami apapun selain kata Shâ’iqah (petir),’ tegas ‘Utbah.”[32]

            Dalam riwayat lain, ‘Utbah mengatakan, “Aku dengar dari orang ini perkataan yang tidak pernah kudengar sepertinya sampai sekarang.”[33]

            Riwayat lainnya ‘Utbah mengungkapkan: “Demi Allah, tidak pernah kudengar perkataan macam ini; bukan syi’ir juga bukan ramalan! Hai kaum Quraisy, biarkan lelaki ini! Perkataannya memberitakan masa datang yang amat besar. Jika bangsa Arab berdamai dengannya, maka dia akan mencukupkan kalian! Dan jika dia menguasai bangsa Arab, maka keagungan dan kemuliaannya menjadi keagungan dan kemuliaan kalian. Dan kalian akan memperoleh manfaat darinya lebih dari semua orang.”

            Kaum Quraisy menjawab, “Muhammad telah menyihirmu dengan lisannya.”[34]


Segi-segi Kemukjizatan Al-Quran


            Telah disampaikan sebelumnya bahwa al-Quran adalah mukjizat yang  berbeda dengan perkataan semua manusia. Hal ini diakui baik oleh kawan maupun lawan. Di sini perlu dijelaskan sebab kemukjizatannya. Mengenai hal ini telah disinggung beberapa segi oleh ulama, para teolog, sastrawan dan mufasir al-Quran. Kami bawakan sebagiannya di bawah ini:

Metode Unik

            Dengan meneliti al-Quran secara akurat akan jelas bahwa kitab agung ini memiliki metode unik dan baru, yang tentunya berbeda sepenuhnya dengan metode penulisan-penulisan lainnya. Ayat-ayat al-Quran bukanlah syi’ir. Sebab tidak disusun sesuai standar-standar syi’ir dan tidak berbentuk. Selain itu syi’ir dilantunkan dengan ungkapan khayalan dan berlebihan. Sedangkan al-Quran tidak demikian.

            Meskipun al-Quran bukan kitab syi’ir, tetapi ayat-ayatnya dalam setiap surah mirip penggalan-penggalan syi’ir, yang disusun dengan keselarasan dan gaya yang khas. Dan di bagian akhir ayat bagi setiap surah ada keserasian dan keserupaan khas yang memberikan keindahan dan daya pikat. Ayat-ayat al-Quran tidak memiliki standar syi’ir, tetapi memiliki kesesuaian yang memukau dan memikat.

            Al-Quran disusun dalam bentuk metode prosa. Tetapi berbeda secara keseluruhan dengan prosa-prosa lainnya:

            a) Dari segi kefasihan, balâghah dan pilihan kata dan kalimat, al-Quran menempati tingkat tertinggi. Menuangkan konsep paling ilmiah melalui susunan kalimat yang terbaik dan paling tepat serta memiliki kelembutan dan keindahan yang khas tetapi secara sederhana. Ciri khas ini tidak ada dalam semua kalimat lain, bahkan ceramah-ceramah, hadis-hadis dan doa-doa Nabi saw sendiri tidak memiliki daya tarik ini.

Amirul Mukminin as adalah seorang yang tergolong orang Arab yang paling fasih (dalam bicara). Beliau sejak kecil sudah akrab dengan al-Quran, seorang penghafal dan pencatat al-Quran. Kitab Nahj al-Balâghah-nya merupakan kitab yang paling balîgh (fasih). Namun tetap tidak memiliki daya tarik dan keindahan (seperti yang dimiliki) al-Quran. Ayat-ayat al-Quran, yang terkadang dikutip dalam khotbah-khotbah Nahj al-Balâghah atau hadis-hadis, laksana bintang bercahaya di langit.

b) Tema-tema dan makna-makna dalam al-Quran tersusun dengan metode yang khas, yang berbeda jelas dengan kitab-kitab lainnya. Dalam kitab samawi ini, terdapat berbagai macam topik seperti: mengenal Allah, hari kebangkitan, kiamat, hisab (perhitungan amal) dan kitab (catatan amal), surga dan neraka, kenabian, kisah-kisah, dampak-dampak akhlak yang baik dan buruk, penciptaan bumi, langit, manusia, binatang, tetumbuhan, lautan, awan, angin dan hujan, hukum-hukum, undang-undang, hal-hal yang haram dan halal, ibadah, muamalah, pernikahan dan talak, qishash, hukuman dan diyât (denda), nasihat, wejangan dan puluhan topik lainnya.

Topik-topik di atas dan semacamnya disampaikan dalam al-Quran dengan berbagai judul. Tetapi tidak sama dengan buku umumnya. Karena dalam setiap buku, satu tema bahasan di dalamnya dibahas masalah-masalah umum dan khusus yang berkaitan. Terkadang beberapa tema dikaji secara bersamaan. Namun tetap saja berbagai macam tema tersebut dibahas secara terpisah. Buku demikian ini sebenarnya merupakan beberapa tema berbeda yang ditulis dalam satu buku dengan satu tujuan.

Sedangkan al-Quran tidak membahas satu tema secara tuntas dan tidak menyebutkan masalah-masalah yang berkaitan dengan satu tema dalam satu tempat. Berbagai tema dan masalah diatur secara acak dan saling terpisah, namun bukan tidak berkaitan dan tidak sesuai. Tetapi ketepatan yang khas menciptakannya saling berkaitan dan membentuk ayat-ayat dan surah-surah. Berbagai macam konsepsi dan tema al-Quran adalah seperti mutiara-mutiara yang bernilai tinggi dan beraneka ragam, yang dibentuk dengan keserasian dan kerapian yang khas.

Oleh karena itu, al-Quran dalam penyusunan sistematika topik-topiknya tidak mirip dengan satu kitab pun di antara kitab-kitab tentang akidah, akhlak, undang-undang, hikayat, ilmu pengetahuan alam, antropologi, sastra dan sejarah. Tetapi semuanya dibuatnya saling berkait dan sesuai.

Tujuan al-Quran (dengan sistematika seperti ini) antara lain bertujuan mengenal diri, alam, Tuhan, hari kebangkitan, kehidupan setelah kematian. Mengarahkan manusia kepada menyembah Allah Yang Esa. Mengajak kepada pelaksanaan kewajiban-kewajiban sosial dan individual, penyucian jiwa dari akhlak buruk, pembinaan jiwa berakhlak mulia dan taqarrub dan sair wa sulûk (perjalanan ruhani) kepada Allah.


Ketajaman dalam Penjelasan

            Konsep-konsep al-Quran yang tinggi dan dalam dijelaskan dengan tegas dan ketajaman yang khas sehingga menyentuh kedalaman jiwa si pendengar. Seolah-olah dia menyaksikan realitas-realitasnya dan langsung mengetahui yang gaib. Oleh karena itu, berita-berita al-Quran menjanjikan dan ancaman-ancamannya sangat memukul.

            Tafakur dan merenungi ayat-ayatnya akan mencerahkan ruh manusia, mengangkatnya dari alam materi, dan mengenalkannya dengan alam gaib. Karena itu, dalam daya-daya tarik ini, ruh manusia bisa saja menyaksikan hakikat-hakikat yang tak kasat mata. Daya tarik al-Quran ini sampai pada batas dianggap kekuatan sihir oleh para penentang Islam. Ketika mendengar ayat-ayatnya terkadang sampai membuat mereka bingung dan tak terkendali, tidak tahu bagaimana harus memahami ayat-ayatnya. Sebelumnya juga telah disampaikan bahwa ‘Utbah setelah mendengar ayat-ayat:

            Hâ mîm. Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui… Jika mereka berpaling maka katakanlah: “Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum ‘Aad dan Tsamud.” (QS. Fushilat:1-13).

 

            Ia menjadi goyah. Mengaku tidak mampu memahami dan menginterpretasikan ayat-ayat al-Quran. Dalam jawabannya kepada kaum Quraisy, ia berterus terang, “Aku tidak memahami apa yang dia telah ucapkan, kecuali (yang aku pahami) dia memberi peringatan kepada kalian dengan petir seperti petir ‘Aad dan Tsamud.”

            Lantaran khawatir dengan daya tarik spiritual ayat-ayat al-Quran, tokoh-tokoh musyrik berkata kepada orang-orang, “Jangan dengarkan perkataan Muhammad, karena kalian bisa terperdaya.”

            Ibn Atsir mengatakan, “Thufail bin ‘Amr Dusi, seorang lelaki terhormat, penyair dan cerdas, berkata, ‘Pada masa Rasulullah saw masih di Mekkah, aku pergi ke kota itu. Beberapa tokoh Quraisy datang kepadaku dan mengatakan, ‘Hai Thufail, kamu datang ke kota kami tempat orang ini (Muhammad) hidup di tengah kami. Ia telah menyulitkan kami dan menyebabkan perselisihan dan perpecahan. Perkataannya persis sihir yang (sanggup) memisahkan hubungan antara ayah dan anak, suami dan istri dan sesama saudara. Karena itu kami takut kamu akan terperdaya. Maka janganlah kamu bicara dengan Muhammad dan jangan dengarkan perkataannya.’

            Thufail mengatakan, ‘Sedemikian serius mereka berpesan kepadaku, supaya aku membatalkan niat untuk mendengarkan perkataan Muhammad dan tidak berbicara dengannya. Sampai aku sumbat kedua telingaku dengan kapas.’

            Pagi-pagi sekali aku pergi ke Masjidil-Haram. Aku melihat Rasulullah sedang menunaikan shalat. Kudekati beliau. Sungguh Allah berkehendak agar beliau menyampaikan firman-Nya kepadaku. Firman yang indah sampai di telingaku. Aku bergumam kepada diriku sendiri, ‘Jangan permalukan ibumu! Kau seorang pujangga dan bijak, bisa membedakan yang baik dan yang buruk. Lalu apa salahnya kau dengarkan perkataan lelaki ini. Jika baik dan benar maka terimalah, dan jika jelek dan batil maka tinggalkan!’

            Thufail berkata, ‘Aku menunggu sebentar sampai Muhammad berjalan ke rumahnya. Aku mengikutinya. Saat masuk rumah, aku pun ikut masuk. Ketika itu aku berkata, ‘Hai Muhammad, tokoh-tokoh Quraisy berkata demikian (tentangmu) kepadaku. Tetapi Allah berkehendak agar aku mendengarkan perkataanmu. Aku telah mendengar perkataan yang indah dan baik darimu. Sampaikanlah tujuan dan urusanmu kepadaku!’

Maka Muhammad menyampaikan Islam kepadaku dan membacakan al-Quran untukku. Demi Allah, tidak pernah kudengar suatu perkataan yang lebih baik dan suatu perintah yang lebih kukuh darinya.’”[35]

Oleh karena itu jika Anda mengenal dan akrab dengan sastra Arab dan tafsir al-Quran, maka renungilah metode luar biasa yang ada dalam penyusunan ayat-ayat, pengertian-pengertian tinggi al-Quran, dan pilihan kata dan kalimatnya. Akan Anda ketahui bagian keindahan dan keluarbiasaan al-Quran ini.

 

Ayat-ayatnya Tidak Bertentangan

            Bukti lain kemukjizatan al-Quran ialah tidak adanya perselisihan di antara ayat-ayatnya. Masalah ini disinggung oleh al-Quran sendiri,

            Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Quran? Kalau kiranya al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya (QS. an-Nisa:82).

            Ayat ini mencela sejumlah orang yang tidak mau merenungi al-Quran sehingga mereka tidak mengetahui bahwa ayat-ayatnya tiada pertentangan dan turun dari Allah. Karena perkataan manusia (pasti) ada pertentangan.

            Dalam buku-buku karangan manusia akan terlihat dua macam pertentangan, yang tidak ada dalam al-Quran:

            Pertama, pertentangan berkaitan dengan gaya tulisan, penggunaan diksi, bentuk penyusunan kalimat, poin-poin kesastraan, kefasihan dan keindahan.

            Manusia selalu dalam perubahan dan penyempurnaan. Semakin banyak menulis dan berlatih ia akan semakin mahir, tulisannya akan menjadi lebih baik, lebih fasih dan lebih indah. Begitu pula dengan kondisi-kondisi batiniah, temperamen, berbagai kejadian dan kondisi kehidupan seorang penulis, berpengaruh dalam gaya tulisannya. Tidak sama hasilnya seseorang yang menulis dalam keadaan sehat atau sakit, semangat atau malas, gembira dan sedih, merasa sukses dan gagal, percaya diri atau merasa rendah. Tiap-tiap dari semua kondisi tersebut membawa pengaruh dalam kualitas penulisan dan dalam keindahan kalimatnya.

            Oleh karena itu, jika Anda mengkaji sebuah buku dengan seksama, akan Anda dapati berbagai babnya tidak sama dalam kebaikan dan keindahan ungkapannya. Hanya satu kitab yang di dalamnya tidak ada perbedaan-perbedaan tersebut, yaitu al-Quran. Surah-surah yang turun sejak awal bi’tsah (pengutusan Nabi saw), tidak bertentangan dengan surah-surah yang terakhir turun. Juga di antara surah-surah dan ayat-ayatnya, tidak ada pertentangan.

            Al-Quran selama 23 tahun turun kepada Rasulullah saw secara bertahap dan dalam berbagai macam masa, tempat dan kondisi. Namun pada saat yang sama tidak akan didapati perselisihan dari segi kefasihan, balâghah dan keindahan kalam dalam berbagai bab dan masalah. Maka teranglah bahwa al-Quran adalah kalam Tuhan yang tiada berubah dalam eksistensi dan perbuatan-Nya.

            Kedua, adanya masalah-masalah kontradiktif dalam karya-karya tulisan manusia. Jika seorang penulis yang tidak belajar selama 23 tahun berdiskusi dan mendiktekan kepada orang lain berbagai macam tema dan judul, maka tidak diragukan lagi akan ada kontradiksi dalam masalah-masalah universal dan partikular bagi buku itu.

            Boleh jadi penulis menulis suatu masalah di masa tertentu, kemudian di masa selanjutnya disebabkan perubahan keyakinan atau kelalaian, ia mengatakan pendapat yang berbeda dengan sebelumnya. Di samping mungkin saja ada penulis selain dirinya, mengritik masalah-masalah yang diutarakan berdasarkan argumen yang baru. Seringkali terjadi para penulis generasi lama menulis masalah-masalah dengan argumen yang kuat, namun dengan berlalunya zaman para penulis yang lain (generasi baru) menolak masalah-masalah tersebut dengan argumen lainnya.

            Berdasarkan fakta sejarah, Nabi Muhammad saw tidak belajar.[36] Dalam al-Quran beliau dikenal sebagai Nabi Ummi.[37] Seluruh ayat dan surah al-Quran telah turun kepada beliau selama 23 tahun dalam berbagai kondisi dan secara terpisah-pisah.

            Nabi saw tidak menulis sendiri ayat-ayat al-Quran tersebut, tetapi beliau mendiktekannya kepada orang lain. Dalam hal ini, Nabi saw tidak pernah memperbaharui perkataan-perkataannya yang dulu. Dengan fakta ini, maka di antara ayat-ayat al-Quran tidak akan ditemukan perbedaan, kontradiksi dan ketidaksesuaian yang paling kecil sekalipun.

            Dalam hukum-hukum dan undang-undang sosial dan ritual al-Quran tidak akan didapati suatu perkara yang tidak sesuai dengan dasar-dasar keyakinan dan moral al-Quran. Dalam masalah-masalah moral tidak akan ada sesuatu yang kontradiksi dengan prinsip-prinsip keyakinan. Dalam kisah-kisah al-Quran, sejarah para nabi dan umat-umat dahulu, tidak akan didapati sesuatu yang bertentangan dengan prinsip-prinsip keyakinan atau moral. Dalam masalah-masalah alami tidak pernah muncul kontradiksi dengan prinsip-prinsip rasional. Dalam masalah-masalah berkaitan dengan hari kebangkitan, pahala dan siksaan akhirat, tidak ada yang tidak sesuai dengan keadilan dan sifat-sifat kesempurnaan dan keindahan-Nya. Dalam masalah-masalah berkenaan dengan kenabian umum (para nabi) dan kenabian khusus (Nabi Muhammad saw), tidak pernah ada kontradiksi dengan dasar-dasar pengenalan Tuhan.

            Oleh karena itu, walaupun di dalam al-Quran disampaikan berbagai macam tema dan masalah, namun semuanya berhubungan dan serasi. Di antara semua itu tidak ada ketidaksesuaian sedikit pun. Karena itu mustahil (al-Quran) merupakan perkataan manusia. Tetapi adalah kalam Ilahi yang diturunkan dengan wahyu kepada kalbu suci Nabi saw. Dan manusia tidak akan mampu membuat kitab yang serupa dengannya.

 

Berita-berita Gaib

            Al-Quran memberitahu kejadian sebagian peristiwa masa datang. Hal ini merupakan salah satu mukjizatnya. Sebab pencapaian ilmu yang demikian ini tidak mungkin melalui jalan biasa. Berikut ini kami bawakan contohnya. Al-Quran mengatakan,

الم / غُلِبَتِ الرُّومُ‏ / فِى أَدْنَى الْأَرْضِ وَهُم مِّن بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَیَغْلِبُونَ / فِى بِضْعِ سِنِینَ لِلَّهِ الْأَمْرُ مِن قَبْلُ وَمِن بَعْدُ وَیَوْمَئِذٍ یَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ / بِنَصْرِ اللَّهِ یَنصُرُ مَن یَشَآءُ وَهُوَ الْعَزِیزُ الرَّحِیمُ / وَعْدَ اللَّهِ لَا یُخْلِفُ اللَّهُ وَعْدَهُ وَلَکِنَّ أَکْثَرَ النَّاسِ لَایَعْلَمُونَ‏

Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum  dan sesudah (mereka menang). Dan hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dia-lah Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang, (sebagai) janji yang sebenar-benarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. ar-Rum:2-6)

Dapat disimpulkan dari ayat ini bahwa pada awal Islam kekalahan yang berat akan dialami pasukan Romawi. Kejadian ini muncul di satu tempat dekat tanah Hijaz dan diketahui bahwa bangsa Arab di Jazirah Arab, khususnya kaum Muslim sangat menyesalkan dan sedih dengan kekalahan bangsa Romawi ini. Ketika itu ayat turun dan memberi kabar gembira kepada muslimin bahwa sesudah kekalahan ini, dalam waktu sepuluh tahun kurang, pasukan Romawi akan menang atas musuh-musuhnya sehingga orang-orang mukmin menjadi gembira dengan pertolongan Allah ini.

Ramalan al-Quran ini terbukti. Dalam sejarah bangsa Romawi, bangsa Ahlulkitab, mengalahkan bangsa Persia. Dengan kemenangan ini kaum Muslim turut gembira.

Untuk mengetahui lebih banyak tentang kejadian bersejarah ini, perlu kami singgung sedikit kondisi politis dan kemiliteran dua imperium besar masa itu (Romawi dan Iran) dan konflik antara mereka:

Sebelum Islam lahir, terdapat dua imperium raksasa dan adidaya di Asia yang saling bersaing menunjukkan kekuatan mereka di Arab, yaitu, pertama, Iran dan Romawi. Yang pertama berkuasa di atas tanah yang luasnya lebih luas dari Iran yang sekarang. Dan yang kedua wilayah pemerintahannya meliputi Mesir dan Syam (Suriah).

Dua imperium ini selalu bersaing dan saling perang dalam perluasan negara dan kekuasaan. Masing-masing memandang remeh saingannya dan menyerangnya, lalu merampas tanah dan menjarah harta benda yang kalah. Setelah sekian lama
saingan yang kalah bangkit kembali, ia membalas lawannya dan mengambil kembali tanah-tanah yang terampas. Peperangan dan perluasan kekuasaan antara dua penguasa yang bersaing ini terus berkelanjutan.

Daerah-daerah bangsa Arab yang berdekatan dengan keduanya tidak luput dari kesewenang-wenangan dan dominasi dua kekuatan ini. Ibu kota keluarga para sultan kabilah Lukhm terletak di kota Hirah (dekat Kufah), yang dilindungi para raja Sasani yang memerintah selama bertahun-tahun. Kekuasaan mereka berlangsung kira-kira hingga tahun 602 M. Di masa itu Khasru Parwez berniat mengakhiri kekuasaan mereka (sultan kabilah Lukhm) dan menjadikan tanah wilayah mereka sebagai bagian negaranya.[38] Ketika salah seorang raja Sasani mengetahui bahwa Hamir (seorang raja yang berada dalam kontrol kerajaan Sasani) ingin merdeka dan memisahkan diri dari kekuasaan bangsa Sasani, maka ia mengirim pasukan bersenjata ke bagian selatan negeri Arab. Ia kemudian menang setelah peperangan hebat dan menjadikan bagian selatan negeri Arab itu sebagai salah satu wilayah pemerintahan Sasani.[39]

Di satu sisi pemerintahan Romawi Bizanes juga punya perhatian pada bagian selatan negeri Arab dan melindungi tanah tersebut terhadap para pesaingnya. Sebab sejumlah penganut seajaran Kristen mereka, tinggal di sana.

Karena alasan itulah rakyat negeri Arab sangat sensitif terhadap menang dan kalahnya salah satu dari dua penguasa zalim ini. Bilamana bangsa Sasani mencapai kemenangan di satu wilayah, maka kaum Kristen Arab resah tapi kaum musyrik merasa senang. Sebab mereka memandang bangsa Iran sebagai bangsa yang memiliki ajaran yang sama dengan mereka yaitu kaum Majusi dan penyembah api. Karenanya mereka menganggap kemenangan mereka adalah kemenangan diri mereka juga.

Sebaliknya, bila imperium Romawi menang, maka kaum Kristen Arab senang. Tetapi kaum musyrik Arab sebaliknya, karena mereka merasa dalam bahaya. Sekarang kami jelaskan pokok masalahnya:

Nabi saw diutus di Mekkah menjadi rasul pada tahun 610 Masehi. Tahun-tahun 602 hingga 610 Masehi adalah masa yang buruk bagi imperium Bizanes. Sebab mereka menjadi lumpuh disebabkan adanya revolusi rakyat dan kekacauan internal. Pada masa itu, Khasru Parwez, raja Sasani, mengetahui kelemahan imperium Romawi ini. Karena itu ia menggunakan kesempatan ini untuk menyerang pesaingnya itu dan melancarkan serangan yang hebat terhadap mereka. Serangan ini dimulai sejak tahun 601 Masehi dan berlangsung hingga tahun 619. Pasukan kuat Sasani, dalam serangan yang berkesinambungan ini, meraih kemenangan-kemenangan yang gemilang di beberapa medan pertempuran.

Pada tahun 605-613 M, kota-kota yang dikuasai bangsa Sasani antara lain: Dara, Amad, Adsa, Nashirapulis, Halab, Apaya dan Damaskus.

Khasru Parwez tidak mampu mengontrol dirinya dari pengaruh berbagai kemenangan ini sehingga dia mengumumkan perang terhadap kaum Kristen. Tidak sedikit kelompok kaum Yahudi bergabung dengan pasukannya. Pada tahun 614 ia menyerang Yerusalem. Ia membunuh sekitar 90.000 orang Kristen dan mendudukinya. Banyak gereja di antaranya gereja Kiamat dibakarnya. Pada peristiwa perang ini, benda berharga kaum Kristen (salib suci) yang sangat fundamental dan paling disayangi dibawa ke Iran. Parwiz menulis surat kepada Herkules:

“Dari Khasru Parwez, Tuhan terbesar dan raja seluruh bumi, kepada Herkules, budak hina dan dungu: Engkau berkoar sangat setia kepada Tuhanmu, lalu kenapa Yerusalem tidak kau selamatkan dari tanganku?”

Pada tahun 616 masehi, Khasru mengirim pasukan besar bersenjata ke Iskandaria, dan pada tahun 619 menguasai negeri Mesir. Pasukan lainnya bergerak ke arah Asia kecil.  Dan pada tahun 617 ia menguasai Khalakdun.[40]

Kemenangan kilat dan menyebarnya pasukan Sasani di berbagai medan pertempuran benar-benar gemilang. Lama-lama kemenangan-kemenangan ini sampai juga di telinga rakyat negeri Arab, yang bertetangga dengan mereka. Dari berita-berita ini, muncul dua reaksi rakyat: 1) Kaum musyrik merasa senang, sebab mereka menilai kemenangan mereka sebagai kemenangan pihak yang anti terhadap ajaran keesaan Tuhan. Sebaliknya, 2) kaum Kristen menjadi resah dan merasa tidak aman. Sementara muslimin awal Islam yang minoritas diganggu dan disiksa kaum musyrik. Kemenangan-kemenangan kilat dan menyilaukan mata bagi imperium zalim bangsa Sasani itu, mengkhawatirkan kaum Muslim. Mereka takut tanah negeri Arab akan dirampas. Sebab pasukan musuh sudah sampai di “Adzer’at”, daerah paling dekat dengan wilayah negeri Arab yang di dalam al-Quran disebut “Adnal ardh”. Mereka sangat ketakutan.

Dalam kondisi sensitif inilah turun ayat ini yang memberi kabar gembira kepada Muslim, bahwa dalam waktu kurang dari sepuluh tahun, pasukan Romawi akan mengalahkan pasukan Persia. Dan orang-orang mukmin akan merasa senang dengan pertolongan Tuhan ini.

Ibn Atsir mengatakan: “Yang dimaksud Adnal ardh ialah Adzer’at. Karena itu adalah wilayah Romawi yang paling dekat dengan wilayah negeri Arab. Dan bangsa Romawi di beberapa peperangan mundur sampai wilayah itu. Nabi saw dan kaum Muslim merasa sedih dengan kemenangan bangsa Persia. Karena bangsa Romawi adalah Ahlulkitab, sementara orang-orang kafir merasa senang dengan kemenangan ini sebab mereka (orang-orang kafir) menganggap kaum Majusi sama dengan diri mereka. Ketika ayat tersebut turun Abu Bakar bertaruh seratus unta dengan Ubay bin Khalaf dalam masalah ini. Waktu itu taruhan tidak haram.[41]

Kaum Muslim terus berharap dan menanti tibanya hari yang dinantikan (yaitu kemenangan Romawi) seperti yang dijanjikan oleh Allah. Dan akhirnya janji itu terbukti tidak meleset. Bangsa Romawi mengalahkan bangsa Persia.

Diterangkan dalam sejarah bahwa Herkules (Herkules I) raja imperium Romawi sangat tertekan karena pasukannya kalah oleh pasukan Persia. Ia bangkit memulihkan pasukannya yang lemah, mempersiapkan langkah-langkah pendahuluan untuk serangan balik dan mengambil kembali tanah-tanah yang dirampas musuh. Ia melakukan perbaikan-perbaikan dan menyiapkan pasukan-pasukannya untuk serangan besar dan luas. Pada tahun 622 Masehi, ia mengirim pasukan armada lautnya dari laut Hitam menuju Armenia. Ia akan melakukan serangan yang hebat terhadap pasukan Iran dari arah belakang. Pada tahun berikutnya ia telah menguasai Azerbaijan, memporakporandakan tempat kelahiran Zoroaster dan memadamkan api abadi yang disucikan. Ia selamatkan Salib suci dari bangsa Iran dan mengembalikannya ke Baitul-Maqdis.[42]     

Kekalahan Romawi di Adzer’at (Adnal Ardh) terjadi pada tahun 613. Dan pada tahun 622 bangsa Romawi melakukan serangan dahsyat hingga mengalahkan bangsa Persia. Artinya sekitar sembilan tahun setelah kekalahan Romawi, yang diungkap oleh al-Quran “fî bidh’i sinîn”, mereka akhirnya menang. Oleh karena itu ramalan al-Quran yang mengatakan: Kemenangan Romawi dalam waktu kurang dari sepuluh tahun setelah mengalami kekalahan, ternyata benar adanya. Di masa itu kaum Kristen dan kaum Muslim bergembira dengan kemenangan Romawi atas pasukan Persia ini.

Terwujudnya janji Allah ini menjadi salah satu bukti kemukjizatan al-Quran.[43]

[31] Al-Bidâyah wa an-Nihâyah, juz 3, hal., 78.
[32] Ibid., hal., 80.
[33] Ibid., hal., 82.
[34] Ibid.
[35] Usûd al-Ghabah, juz 3, hal., 54.
[36] Dan kamu tidak pernah membaca (al-Quran) sesuatu Kitab-pun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu). (QS. al-Ankabut:48)
[37] (Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. al-A’raf:157)
[38] Tarikh_e Iran az Salukiyan ta Forupasyi_e Daulat_e Sasani, juz 3, hal., 263.
[39] Ibid., hal., 256.
[40] Will Durant, Tarikh Tamadun, bag., I, juz 4, hal., 181; Tarikh_e Iran az Salukiyan ta Forupasyi_e Daulat_e Sasani, juz 3, hal., 264-265. 
[41] Al-Kâmil fî at-Tarîkh, juz 1, hal., 479.
[42] Tarikh_e Iran az Salukiyan ta Forupasyi_e Daulat_e Sasani, juz 3, hal., 266; Will Durant, Tarikh Tamadun, bag., I, juz 4, hal., 182.
[43] Dalam hal ini para sejarahwan Islam antara lain Thabari, Ibn Atsir, Abul Fida dan lain-lain juga para mufasir bersepakat bahwa akhirnya janji al-Quran itu terwujud. Pasukan Romawi setelah mengalami kekalahan akhirnya menang atas pasukan Persia. Dan jarak waktu antara kekalahan dan kemenangan ini kurang dari sepuluh tahun. Meskipun disayangkan sejarah yang akurat tidak menyebutkan masa kekalahan dan masa kemenangan ini. Dalam sumber-sumber Islam diterangkan bahwa kemenangan Romawi pada masa perang Badar (tahun kedua Hijriah) atau masa perang Hudaibiyah (keenam Hijriah). Tetapi dua kemungkinan ini tidak sesuai dengan ramalan al-Quran. Sebab kekalahan mereka pada tahun 613, yakni tahun ketiga bi’tsah (pengutusan Nabi saw) yang berjarak waktu 13 tahun dengan masa Badar dan 16 tahun dengan Hudaibiyah. Ramalan al-Quran bahwa kemenangan Romawi akan terjadi setelah kurang dari sepuluh tahun (“bidh’i sinîn”). Oleh karena itu, tak satu pun dari dua data sejarah (atau kemungkinan) ini sesuai dengan ramalan al-Quran. Tetapi data ini sangat sesuai dengan apa yang diterangkan dalam buku-buku sejarah Iran kuno. Dan pandangan kami, kemenangan Romawi kira-kira pada tahun ketiga belas bi’tsah.