پایگاه اطلاع رسانی آیت الله ابراهیم امینی قدس سره

Hak-Hak dan Tugas-Tugas Timbal Balik Suami dan Istri

Hak-Hak dan Tugas-Tugas Timbal Balik Suami dan Istri

 

            Keluarga menurut perspektif Islam merupakan kumpulan kecil masyarakat  yang mana masyarakat-masyarakat yang lebih besar terbentuk dari kumpulan - kumpulan ini. Kumpulan yang kecil ini terdiri dari seorang perempuan dan laki-laki, dan dengan melahirkan anak -  anak menjadi luas. Diantara anggota keluarga terjalin hubungan yang sempurna dan memiliki tujuan – tujuan dan manfaat. Kebahagiaan setiap anggota  bergantung kepada kesejahteraan semua anggota. Perempuan dan laki – laki setelah menikah harus memikirkan semua anggota dan tidak boleh memikirkan diri sendiri. Hubungan antara istri dan suami bukan seperti dua orang rekan atau dua orang tetangga atau dua orang teman tetapi sangat lebih tinggi dan dalam batas penyatuan. Al – Quran dalam hal ini mempunyai  ungkapan sangat menarik:

“Dan diantara tanda – tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”[59]

Kalimat “Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri” menunjukkan kuatnya ikatan dan hubungan. Dalam ayat yang lain berkenaan dengan istri dan suami mengatakan, “ Mereka itu adalah pakaian bagimu dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.”[60]

Penggambaran perempuan dan laki-laki dengan pakaian satu sama lain juga menjelaskan kuatnya ikatan dan hubungan seperti halnya pakaian yang merupakan sesuatu yang paling dekat dengan badan manusia dan manusia sangat memerlukannya sehingga menjaganya dari kepanasan dan kedinginan, menutupi aibnya dan memberikan keelokan dan ketenangan padanya. Istri dan suami  berkaitan satu sama lain juga seperti ini dan harus seperti ini.

Islam sangat memperhatikan pengokohan fondasi keluarga dan hubungan yang baik antara suami istri dan menentukan tugas-tugas dan hak-hak bagi setiap diri mereka.

Hak-hak dan tugas-tugas istri dan suami bisa disimpulkan dalam dua bagian:

Salah satunya adalah tugas-tugas bersama dan yang lain adalah tugas-tugas khusus. Disini kita akan menjelaskan setiap dari hal tersebut.



Hak-Hak dan Tugas-tugas Bersama

 

            Hak-hak dan tugas-tugas yang keduanya harus dijaga oleh istri dan suami adalah:

1. Bergaul Dengan Baik

Prilaku Istri dan Suami satu sama lain harus baik dan terpuji.

Al-Quran mengatakan, “ Dan bergaullah dengan mereka secara patut.”[61]

            Makruf menghadapi kemungkaran mempunyai arti tindakan/perilaku yang terpuji menurut pandangan syariat dan akal. Walaupun diantara ayat ditujukan kepada para lelaki para perempuan juga memiliki tugas ini.

Istri dan suami satu sama lain harus mengasihi, berakhlak baik, bergaul dengan baik, tertawa, menyayangi, saling membantu, simpatik, beretika, berkata benar (jujur), menjaga rahasia , bisa dipercaya, setia, berkeinginan baik, dan berperilaku  baik. Dalam hadis-hadis juga ditekankan pergaulan yag baik antara   istri dan suami.

Nabi Islam Saw. Bersabda, “ Paling sempurnanya orang-orang mukmin  dari sisi keimanan adalah mereka yang baik akhlaknya. Orang-orang yang baik kepada istri-istrinya.”[62]

2. Menarik Perhatian Pasangan

Istri   dan suami mempunyai tugas dalam kebersihan, memakai pakaian, memangkas rambut dan menjaga keinginan-keinginan  satu sama lain. Islam memerintahkan kepada para perempuan supaya didalam rumah berhias untuk suaminya dan memakai pakaiannya yang paling bagus, harus bersih dan rapi dan menggunakan wewangian.

Imam Al-Shâdiq as berkata, “Seorang perempuan datang kepada Rasulullah Saw. seraya bertanya, “Wahai Rasulullah, Apa hak suami atas istri? ”Beliau Saw. menjawab, “Tugas seorang istri adalah hendaknya dia menggunakan wewangian yang paling harum, memakai pakaianya yang paling bagus. Dan dengan bentuk ini, di pagi dan malam    hari memperlihatkan dirinya kepada suaminya. Dan hak-hak suami lebih banyak dari ini.”[63]

            Suami juga mempunyai tugas berkenaan degan istrinya. Dia harus bersih dan rapi, harus wangi dan berpakain bagus, memangkas rambutnya, dan hidup di rumah dengan elok.

Imam jakfar bin Muhammad as melalui ayah-ayahnya meriwayatkan dari Rasulullah Saw. yang bersabdah, “Setiap dari kalian hendaknya mempersiapkan dirinya untuk istrinya sebagaimana istri mempersiapkan dirinya untuk suaminya.” Imam jakfar bin Muhammad lalu berkata, “Yaitu dia harus menjaga kebersihan. “[64]                                                                              

Rasulullah Saw bersabda, “Hak istri atas suaminya adalah dia harus menyiapkan makanan dan pakaiannya dan tidak tampak baginya dengan wajah yang jelek. Apabila dia (suami) melakukan hal ini maka dia telah menunaikan

hak istrinya, “[65]

Hasan bin Jahm bercerita: Aku melihat Imam Musa bin Jakfar as sedang memakai celak. Aku berkata padanya, “Semoga  aku sebagai tebusanmu, engkau juga memakai celak? “Beliau menjawab, “Iya, karena persiapan suami untuk istrinya menambah ‘iffah (kehormatan) nya. Para istri menghilangkan ‘iffahnya karena para suami mereka tidak mempersiapkan dirinya bagi mereka.”  “Lalu beliau berkata, “Apakah     engkau suka melihat istrimu dalam bentuk seperti yang engkau tampakkan dirimu padanya dengan bentuk itu?” Aku menjawab, “Tidak. “ Beliau berkata, “Istrimu juga demikian. “[66]

3. Memberikan Keinginan (Hasrat)

            Walaupun memberikan kenikmatan dan memenuhi naluri seksual bukan kesempurnaaan tujuan pernikahan, namun salah satu tujuan penting dan motivator pertama dalam pernikahan, serta  mempunyai  efek  menguntungkan dalam men gokohkan fondasi keluarga dan hubungan yang baik kedua pasangan. Oleh karena itu, memberikan keinginan (Hasrat) adalah  salah satu tugas istri dan suami. Istri dan suami satu sama lain harus siap untuk menikmati dan memenuhi naluri seksualnya. Kapan saja salah satu keduanya berkeinginan untuk menikmati dan melakukan hubungan seksual, yang lain juga harus menyiapkan dirinya dan berhias.

Nabi Saw. Bersabda kepada para perempuan, “ Janganlah kalian melamakan shalat kalian sehingga kalian menghalangi suami kalian (dari kenikmatan hubungan  seksual).”[67]

            Disaat melakukan hubungan  seksual, istri dan suami tidak boleh hanya memikirkan kenikmatan dirinya saja tetapi juga harus memikirkan hasrat dan memuaskan pasangannya, karena memuaskan naluri seksual mempunyai efek yang sempurna dalam baiknya hubungan kedua pasangan dan memperkokoh fondasi keluarga.

Amirul Mukminin Ali as berkata, “ Apabila salah seorang diantara kalian mendatangi istrinya dalam melakukan hubungan seksual maka hendaknya dia tidak terburu-buru.”[68]

Imam Ridla as (dalam sebuah  hadis) berkata, “ Istri menginginkan dirimu seperti apa yang engkau inginkan darinya.”[69]

4. Menjaga Dan Mendidik Anak-anak

Menjaga anak-anak, menjaga kesehatan, memelihara fisik dan jiwanya, mengajarkan serta mendidik mereka adalah tugas bersama seorang ayah dan ibu, dan membutuhkan pemikiran bersama dan bekerjasama serta keseriusan mereka. Dalam masalah ini seorang ayah menanggung tanggung jawab yang lebih besar, namun peran seorang ibu lebih sensitive dan lebih kreatif.


Tugas-Tugas Khusus Istri dan Suami


A. Tugas-tugas Suami

Suami disamping mempunyai tugas-tugas bersama karena penciptaan khususnya, dia juga menanggung tugas-tugas khusus yang sebagian akan dijelaskan:

1. Sebagai Pemimpin dan Wali Keluarga

            Di dalam Islam kepemimpinan, perwalian, dan pengaturan keluarga berada dipundak para suami, Allah Swt. Di dalam Al-Quran berfirman, “ Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka perempuan yang saleh adalah yang taat pada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada oleh karena Allah telah memelihara (mereka).”[70]

Urusan-urusan keluarga harus dilakukan dengan saling pengertian, musyawarah dan kerjasama istri dan suami. Namun bagaimanapun juga, kumpulan kecil ini seperti setiap komunitas lainnya tanpa seorang pemimpin dan pengurus yang bijaksana dan berpengaruh, tidak akan terurus dengan baik. Mayoritas keluarga tanpa seorang pengurus tidak mepunyai kondisi yang diinginkan. Oleh karena itu, istri yang harus menanggung tanggung jawab kepemimpinan dan penjagaan keluarga ataukah suami.Oleh karena para lelaki         lebih menggunakan rasionya dari pada perempuan dan lebih siap menanggung segala kesulitan, maka tanggung jawab kepemimpinan keluarga di letakkan di atas pundak mereka. Sebaliknya para perempuan lebih menggunakan perasaanya dari pada para leleki. Oleh karena itu, untuk kemaslahatan keluarga, maka perempuan harus menerima kepemimpinan laki-laki dan melakukan pekerjaan-pekerjaan penting kehidupan dengan musyawarah dan pandangan baiknya. Dan dalam hal-hal perbedaan, perempuan harus menerima otoritasnya.

            Dijelaskan bahwa maksud dari kepemimpinan seorang suami adalah bukan mengatur keluarga dengan kekuasaan dan diskriminasi dan berbuat semaunya dan tidak memberikan hak berpendapat kepada anggota keluarga yang lain karena pemimpin dan pengurus yang bijaksana mengetahui dengan baik bahwa yayasan kecil atau besar sama sekali tidak bisa diatur dengan paksa dan diskriminasi khususnya keluarga yang mestinya menjadi tempat ketenangan dan ketentraman serta pendidikan anak-anak dan para generasi negara. Tetapi maksudnya adalah berada di depan dalam urusan penyusunan program yang benar untuk mengatur keluarga dengan musyawarah dan berbagi pandangan bersama seluruh anggota keluarga dan menarik kerjasama mereka dalam mengatur urusan dan understanding dalam menyelesaikan

masalah dan mengambil keputusan, serta memutuskan dalam hal-hal perbedaan.

Tanggung jawab-tanggung jawab kepemimpinan suami bisa disimpulkan dalam tiga bagian:

1)           Menjamin nafkah keluarga dan menyusun program kehidupan dan bermusyawarah dan tukar pikiran serta mengawasi pemasukan dan pengeluaran keluarga.

2)           Menjaga, mengawasi dan melindungi individu-individu keluarga.

3)           Mengontrol masalah-masalah agama, akhlak (moral), budaya person-person keluarga dan menunjukkan mereka kepada pengembangan, kesempurnaan jasmani dan rohani dan mencegah jatuhnya ke dalam kerusakan-kerusakan sosial dan moral.

2.    Menyediakan Nafkah

Di dalam Islam menyediakan semua nafkah dan pengeluaran keluarga diletakkan di atas pundak suami.

Ishaq bin ‘Ammar bertanya kepada Imam Al-Shadiq as, “Apa hak istri atas suaminya?” Beliau as menjawab, “Menyediakan makanan dan pakaiannya serta memaafkan kekeliruannya.”[71]

3.    Menghormati dan bergaul dengan baik

Suami mempunyai tugas untuk menghargai istrinya, menganggapnya sebagai nikmat dari sisi Allah, menghormatinya serta bergaul dengan baik dengannya, juga memaafkan kekeliruannya dan hendaknya tidak bersikap keras kepala terhadapnya. Islam juga menganggap sikap seperti ini termasuk hak-hak istri dan tugas suami.

Imam Al-Sajjâd as berkata, “Adapun hak istrimu adalah engkau mengetahui bahwa Allah menjadikannya sebagai media ketenteraman dan keakraban dan dia adalah nikmat dari Allah untukmu. Maka hendaknya engkau menghormatinya dan bergaul dengan baik dengannya. Kendatipun engkau juga mempunyai hak atas dia, maka hendaknya engkau mengasihinya karena dia adalah tawananmu, engkau harus memberinya makanan dan pakaian dan apabila dia bersalah, engkau harus memaafkannya.”[72]

4.    Mengawasi Agama dan Moral

Suami mempunyai tugas untuk memperhatikan masalah-masalah akidah, akhlak dan agama istrinya. Dia sendiri yang membantunya dalam masalah ini atau menyiapkan media pengajarannya. Hendaknya mengawasi akhlak dan perilakunya; Mengajaknya kepada perbuatan-perbuatan yang baik dan akhlak yang terpuji; dan melarangnya dari perbuatan jelek dan perilaku yang tidak terpuji. Dalam satu perkataan, membebaskannya dari api neraka dan mengajaknya ke surga.

Ini merupakan salah satu efek dan kelaziman kepemimpinan yang diletakkan ke atas pundak para suami.

Al-Qur’an mengatakan, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.”[73]


B.    Tugas-tugas Istri

Istri juga mempunyai tugas-tugas yang sangat berat berkenanaan dengan suaminya yang sebagian dijelaskan dalam hadis-hadis. Semua tugas-tugasnya teringkas dalam kalimat yang singkat yaitu menjadi istri yang baik.

Amirul Mukminin Al as berkata, “Jihad seorang perempuan (istri) adalah menjadi istri yang baik.”

“Menjadi istri yang baik” yang terdapat dalam hadis adalah kalimat yang pendek namun memiliki arti yang luas dan meliputi semua kebaikan. Berkenaan dengan perempuan (istri) dapat dikatakan: Berlaku baik sebagai istri yang menerima kedudukan kepemimpinan suami dan menjaganya. Menjaga posisinya dalam keluarga dan diantara anak-anak. Dalam pekerjaan-pekerjaan penting bermusyawarah dengan suaminya. Mematuhi perintah-perintah suaminya apabila suami menganggap bahwa keluar dari rumah tidak baik dan dia tidak mengizinkan, istripun tidak keluar. Dengan prilaku dan akhlak yang baik serta kecintaannya membuat suami penuh harapan dan menjadikan rumah sebagai pusat keakraban dan kecintaan. Bersegera membantu suaminya dalam segala kesulitan dan bencana dan menenangkan hatinya. Amanat terhadap harta suaminya dan menjauhkan diri dari keborosan dan foya-foya. Mendorong suaminya dalam pekerjaannya yang baik. Menggunakan pakaiannya yang paling bagus di rumah dan berhias untuk suami dan selalu siap dan dalam otoritasnya. Berusaha untuk berada di rumah dan mendidik anak-anak. Menyimpan rahasia, bisa dipercaya, pengasih dan penyayang.

Berkenaan dengan istri seperti ini dapat dikatakan: Dia menjadi istri dengan baik dan perbuatannya dalam urutan berjihad di jalan Allah.

Di dalam hadis-hadis beberapa hal lebih ditekankan:

1.             Mematuhi suami dalam hal-hal yang boleh

2.             Memungkinkan suami dalam tidur bersama, bersenang-senang dan melakukan hubungan seksual kecuali dalam hal-hal yang dilarang oleh syariat.

3.             Amanat dan menjaga harta suami.

4.             Menjaga kehormatan dan kesucian.

5.             Memperoleh izin suami dalam keluar rumah.

Imam Al-Shadiq as meriwayatkan dari ayah-ayahnya dari Rasulullah SAW yang bersabda: “Seorang laki-laki muslim tidak memperoleh keberuntungan setelah Islam yang lebih utama selain istri muslimah yang membuatnya senang di saat melihatnya, mematuhi perintah-perintahnya, menjaga dirinya sendiri dan harta suaminya apabila dia (suaminya) tidak ada.”[74]

Imam Muhammad Al-Baqir as berkata, “Seorang perempuan datang kepada Rasulullah Saw seraya bertanya, “Apa hak suami atas istri?” Beliau lalu menjawab,” Hendaknya dia mematuhi suaminya, tidak melanggarnya, tidak bersedekah tanpa seizin dia dari rumahnya, tidak berpuasa sunnah kecuali dengan izinnya, dan tidak menolaknya dari berhubungan seksual walaupun di atas unta. Dan tidak keluar rumah tanpa seizin dia.”[75]

59)   Al-Rûm (30): 21
60)   Al-Baqârah (2): 187
61)   Al-Nîsa’ (4) : 19
62)   Bihâr Al-Anwâr: Juz 71 Halaman:    389
63)   Wasâil Al-Syî’ah :juz 20 Halaman: 158
64)   Mustadrak Al-Wasâil: Juz 14 Halaman: 296            
65)   Bih‏âr Al-Anwâr: Juz 103 Halaman: 254
66)   Wasâil Al-Syî’ah: Juz  20 Halaman: 246
67)   Ibid: Juz: 20 Halaman: 164
68)   Mustadrak Al-Wasâil: Juz 14 Halaman: 221
69)   Ibid
70)   Al-Nisâ’ (4): 34
71)   Makârim Al-Akhlak: Juz 1 Halaman: 248
72)   Bihâr Al-Anwâr: Juz 74 Halaman: 5
73)   Al-Tahrim (66): 6
74)   Wasâil Al-Syi’ah: juz 20 halaman: 41
75)   Ibid: Halaman 158