پایگاه اطلاع رسانی آیت الله ابراهیم امینی قدس سره

Khums

Khums

Khums adalah salah satu ‘pajak’ wajib dalam Islam yang diambil dari harta orang-orang kaya. Kadarnya adalah seperlima dari keuntungan yang diperoleh setelah menyisihkan biaya-biaya yang digunakan. Khums diambil dari tujuh hal:

1. Rampasan perang.

2. Barang-barang tambang (setelah menyisihkan biaya penambangan).

3. Harta karun.

4. Berbagai jenis permata dan barang berharga yang diambil dari dalam lautan.

5. Keuntungan perniagaan (setelah menyisihkan biaya dan anggaran hidup diri dan keluarga).

6. Tanah yang dibeli ahludzimmah dari Muslim.

7. Harta halal yang bercampur dengan harta haram yang kadar dan pemiliknya tidak diketahui.

Orang-orang yang memperoleh uang dan penghasilan dari hal-hal di atas, wajib memberikan khumsnya kepada hakim syar`i untuk digunakan sesuai pada tempatnya.

Al-Quran mengatakan, Ketahuilah bahwa keuntungan (ghanimah) yang kalian peroleh, maka seperlimanya adalah milik Allah, Rasulullah, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil, bila memang kalian beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada hamba-Nya di hari Furqan (perang Badar) dimana dua kelompok saling bertemu. Allah Mahakuasa atas segalanya. [357]

Dalam bahasa, ghanimah berarti harta yang diperoleh manusia tanpa bersusah payah. Dalam al-Qamus disebutkan, “Ghanm, mughnam, ghanimah: Harta yang didapat manusia tanpa susah payah.”

Raghib berkata, “Ghanimah adalah sesuatu yang diambil dengan paksa dari musuh dalam perang dan kadang diartikan secara mutlak sebagai semua keuntungan dan pemasukan.”

Allamah Thaba`thabai menulis, “Makna ghanm dan ghanimah adalah memperoleh keuntungan, baik dari jalan perdagangan, bekerja atau perang. Namun, sekaitan dengan ayat ini, maknanya adalah rampasan perang.” [358]

Oleh karena itu, meski ayat di atas turun berkaitan dengan rampasan perang Badar, namun itu hanya salah satu misdaqnya, bukan satu-satunya makna ghanimah. Maka itu, ghanimah mencakup semua penghasilan. Khususnya dengan melihat kalimat ‘min syai`’ yang menunjukkan makna umum. Makna ini juga disinggung dalam beberapa hadis.

Imam Shadiq as menukil dari ayah-ayahnya bahwa Rasul saw dalam wasiatnya kepada Ali bin Abi Thalib as bersabda, “Wahai Ali! Di zaman jahiliyah, Abdul Muthalib membuat lima sunnah yang semuanya disetujui Allah dalam Islam (sampai sabda beliau)...Abdul Muthalib menemukan harta karun dan ia menyisihkan seperlimanya, lalu menyedekahkannya. Allah lalu menurunkan ayat ini, Ketahuilah bahwa keuntungan (ghanimah) yang kalian peroleh, .” [359]

Imam Baqir as menulis kepada Ali bin Mahziyar, “Mereka harus mengeluarkan seperlima ghanimah dan keuntungan tiap tahun, karena Allah berfirman, Ketahuilah bahwa keuntungan (ghanimah) yang kalian peroleh, maka seperlimanya adalah milik Allah, Rasulullah, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil, bila memang kalian beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada hamba-Nya di hari Furqan (perang Badar) dimana dua kelompok saling bertemu. Allah Mahakuasa atas segalanya. Berarti, ghanimah adalah keuntungan yang diperoleh seseorang, warisan tak terduga yang didapat, harta musuh yang menyerahkan diri dan harta yang pemiliknya tidak diketahui.” [360]

Sama`ah berkata, “Aku bertanya kepada Imam Musa as tentang khums. Beliau menjawab,’Khums diwajibkan dalam setiap keuntungan yang diperoleh orang-orang, banyak atau sedikit.’” [361]

Oleh karena itulah, khums tidak hanya diwajibkan dalam rampasan perang, namun juga mencakup keuntungan lain, termasuk mata pencaharian dan perniagaan.


Penggunaan Khums

Enam hal yang disebut dalam ayat di atas adalah mereka yang berhak mendapat khums, yaitu Allah, Rasulullah, kerabat beliau, anak-anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil.

Rasul saw mengambil tiga dari enam saham di atas, yaitu saham Allah, dirinya dan kerabat (dalam hadis, kerabat ditafsirkan sebagai para Imam maksum as). Beliau menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, keluarga dan kerabatnya, sedangkan yang tersisa digunakan untuk kepentingan Muslimin. Tiga saham lain (anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil) diberikan oleh Rasul saw kepada mereka, karena beliau adalah pemimpin dan pemegang urusan Muslimin.

Hadis-hadis menyebutkan bahwa sepeninggal Rasul saw, keenam saham itu diserahkan kepada Ali bin Abi Thalib as dan sebelas penggantinya yang merupakan khalifah-khalifah Rasul saw untuk digunakan sama seperti di zaman Rasul saw.

Ahmad bin Muhammad menukil dari Imam Ridha as yang ditanya seputar ayat khums,” Saham Allah yang disebut dalam ayat diberikan kepada siapa?” Beliau menjawab, “Diberikan kepada Rasul saw dan setelah beliau, diserahkan kepada imam.”

“Bila salah satu saham lebih banyak dari yang lain, apa yang harus dilakukan?”

Imam as menjawab, “Keputusannya ada di tangan imam yang akan bertindak sesuai maslahat. Ia memiliki kuasa dalam penggunaan khums seperti halnya Rasul saw.” [362]

Oleh karena itu, keseluruhan khums adalah hak Allah yang terdapat dalam harta orang-orang kaya dan para Imam maksum as menggunakannya pada enam saham di atas.

Muhammad bin Muslim meriwayatkan ucapan Imam Baqir as tentang ayat khums, “Dzil qurba adalah kerabat dekat Rasul saw dan khums adalah milik Allah, Rasul dan kami.” [363]

Imran bin Musa meriwayatkan bahwa Imam Musa as berbicara seputar ayat khums, “Saham Allah diberikan kepada Rasul saw dan milik beliau adalah milik kami.” [364]

Karena itulah, sesuai keyakinan Syi’ah Imamiyah, di zaman ini khums harus diberikan kepada Imam Zaman as, namun sayang kita tidak bisa berhubungan langsung dengan beliau.

Pertanyaan yang muncul adalah, bagaimana nasib khums di zaman kegaiban Imam Mahdi as?

Masalah ini telah dibahas secara terperinci dalam buku-buku fikih dan membuahkan beberapa pendapat. Pada akhirnya, disimpulkan bahwa khums di zaman ini harus diserahkan kepada fakih yang memegang kendali umat, urusan keagamaan dan hauzah ilmiah. Pada gilirannya, dia akan menggunakan khums untuk menegakkan tauhid, menyebarkan ilmu-ilmu Islam, membela Islam dan al-Quran, mengatur hauzah ilmiah dan menanggung hidup para keturunan Rasul saw yang kurang mampu, karena Imam Mahdi as pasti meridhai penggunaan khums untuk hal-hal semacam di atas.

 

357. QS. al-Anfal:41.
358. Al-Mîzân, 9/89.
359. Wasâil asy-Syî’ah, 9/496.
360. Ibid., 501.
361. Ibid., 503.
362. Al-Kâfî, 1/544.
363. Ibid., 1/539.
364. Wasâil asy-Syî’ah, 9/516.