پایگاه اطلاع رسانی آیت الله ابراهیم امینی قدس سره

SAYYIDAH AZ ZAHRA AS TELADAH PARA PEREMPUAN

SAYYIDAH AZ ZAHRA AS TELADAH PARA PEREMPUAN

 

l    Apa motif anda menulis buku “Perempuan teladan Islam?

Jawaban: Buku “Perempuan Teladan Islam” adalah karya kedua saya yang saya tulis pada tahun 1349 (tahun persia). Begitu lama saya berpikir untuk menyajikan sebuah keluarga teladan sebagai contoh bagi komunitas Islam sehingga para perempuan dan para lelaki kita bisa mengambil pelajaran hidup dalam segala dimensi darinya.

Keluarga terbaik yang bisa diamati untuk tujuan ini adalah keluarga Ali bin Ali Thalib as dan Sayyidah Az Zahra. Karena diantara para lelaki setelah Rasulullah saw. adalah Amirul Mukminin Ali as dan diataran para perempuan adalah sayyidah Az Zahra as yang keduanya merupakan manusia-manusia terbaik dan dua sosok besar Islam. Dua orang pembesar ini karena Maksum (terjaga dari dosa noda penerj.) maka keduanya melakukan tugas-tugas agamanya secara sempurna dan mereka hidup berdasarkan nilai-nilai ketuhanan. Dan mereka bisa menjadi panutan bagi para keluarga dalam persoalan pernikahan, juga dalam ikatan-ikatan intern keluarga baik pasangan suami istri, sebagai orang tua, sebagai pengatur rumah tangga dan lain-lain. Begitu juga dalam hubungan-hubungan sosial. Oleh karena itu saya berfikir untuk menelaah keluarga ini dan memperkenalkan sebagai panutan. Kita bisa memasuki pembahasan dengan dua metode untuk menjelaskan kehidupan rumah tangga kedua pembesar ini.

Metode pertama: Mengkaji keutamaan-keutamaan inheren kedua orang ini. Amirul Mukmini Ali as dan Sayyidah Az Zahra as masing-masing memiliki keutaman-keutamaan inheren dari sisi ‘ishmah (ketejagaan dari dosa dan noda, penerjemah) yang mengkajinya ada bab tersendiri yang terperinci.

Metode kedua: Menjelaskan prilaku rumah tangga dan sebagian sosial kedua pembesar ini yang merupakan tujan pokok kita. Dan apabila dalam buku tersebut kurang lebih mengkaji poros pertama namun tindakan dan prilaku kedua orang yang mulia ini juga ditinjau.

Pada mulanya saya berfikir bahwa sumber-sumber keislaman kita berkenaan dengan kehidupan Sayyidah Az Zahra as sangat kaya dan penuh isi, namun disaat bekerja saya memahami bahwa amat disesalkan kita mempunyai sumber-sumber yang sedikit, karena masa kehidupan Sayyidah Az Zahra khususnya masa kehidupan tumah tangga beliau adalah pendek. Di samping itu, bagian penting dari kehidupan beliau berdasarkan tanggunga jawab-tanggung jawab aslinya dilewati di dalam rumah. Dan orang-orang lain juga sedikit yang mengetahui dari dalam rumah. Oleh karena itu, kita tidak mempunyai topik hal-hal parsial dan secara panjang lebar tentang prilaku Sayyidah Az Zahra. Dari sisi lain, yang jelas para perempuan pada zaman itu memiliki batasan-batasan yang tentunya batasan-batasan yang menyebabkan seseorang tidak memperhatikan prilaku mereka. Pada dasarnya, mereka tidak menganggap begitu penting persoalan-persoalan prilaku yang bertujuan menjelaskan mereka. Kami menghadapi persoalan-persoalan ini, namun kami berusaha sebisanya -kendatipun parsial- menggunakan dan mengambil kesimpulan darinya.

Berangsur-angsur saya terus melanjutkan penelitian. Bagi diri saya ada daya tarik yang lebih dan muncul sisi spiritual. Sosok sempurna Sayyidah Az Zahra as sangat mempengaruhi saya dimana seringkali disaat menulis tema-tema, saya pun menangis, dan terpikat. Setiap saat motivasiku kian kuat untuk lebih meneruskan pekerjaan ini. Mungkin menyebut sebuah kenangan disini adalah tepat.

Pada saat penulisan buku selesai, diriku bersenandung kepada beliau dan aku berkata: “Wahai putri Nabi, apabila pekerjaan ini bisa diterima dan dipandang oleh engkau, saya memohon hadiah darimu.” Bagi saya tidak mungkin pergi haji melalui jalan alami, karena saya tidak ingin pergi haji sebagai rohani rombongan atau dengan sebagai apapun yang lain. Saya juga tidak ingin pergi dengan dikontrak. Dan dari satu sisi, saya tidak punya uang supaya bisa pergi dengan biaya sendiri. Maka wajar kira-kira saya putus asa. Oleh karena itu saya mengutarakan pada Sayyidah Az Zahra as “Hadiah yang saya inginkan dari engkau adalah pergi haji. Saya ingin pergi haji dari uangku sendiri dan pada saat yang sama adalah haji yang sukses.”

Pada suatu hari saya pergi berjalan kaki menuju rumah kami dari jalan Syafâiyah Qom. Kami saling memperkenalkan diri dengan singkat dengan salah seorang dari mereka. Dia meletakkan kendaraannya di pinggir jalan. Dia menawarkan untuk mengantar saya. Kami pun mengendarai kendaraannya. Dia bertanya, “Dimana rumah anda.” Dia bersama saya datang ke rumahku. Di rumah dia berkata: “Kami ingin menulis buku pelajaran ajaran-ajaran agama untuk sebagian sekolah-sekolah Islam di Teheran. Kami juga telah meminta izin pekerjaan ini dari Departemen Pendidikan. Saya rasa kami menyerahkan tanggung jawab pekerjaan ini kepada anda sehingga dengan kerja sama sebagian yang lain. Anda menyediakan buku yang sesuai untuk tujuan ini.” Pekerjaan ini bagi saya yang samai pada saat itu belum pernah menulis buku-buku anak adalah sangat sulit. Oleh sebab itu saya katakan tidak bisa. Namun beliau bersikeras. Setelah itu di saat berjalan mengatakan pada saya, “Anda harus melakukan pekerjaan ini.” Dia lalu meletakkan dua ribu Tuman uang kertas yang pada saat itu juga baru dicetak di atas ceruk/relung, lalu dia pergi. Beberapa waktu saya berusaha untuk menyediakan pendahuluan-pendahuluan pekerjaan ini, hingga beliau datang dua kali ke rumah kami. Setiap saya berusaha menghindari pekerjaan ini, beliau tidak menerima dan berkata: Anda harus menyediakan kitab ini. Lagi-lagi di saat dia ingin pergi, dia meletakkan dua ribu Tuman lagi di atas ceruk / relung lalu pergi. Hingga menjadi empat ribu Tuman.

Dengan terpaksa pekerjaan ini menjadi tanggung jawab kami. Pada saat mereka mendaftarkan diri untuk pergi haji di jalan Shafâiyah, saya membawa empat ribu tuman ini dan mendaftarkan diri. Lima ratus tuman lainnya juga biaya perjalanan, yang saya tidak ingat darimana disediakan. Yang jelas, pada tahun itu saya pergi haji. Setelah itu beberapa perjalanan lainnya saya berhasil menziarahi rumah Allah dengan sukses. Dalam dua perjalanan, saya juga berziarah ke dalam ka’bah dan ini tiada lain melainkan anugerah Sayyidah Az Zahra as

Selama 27 tahun berlalu dari penerbitan buku “Perempuan Teladan Islam” dengan anugerah Allah Swt. buku ini kira-kira setiap tahunnya minimal sekali dicetak. Cetakan terakhir yang mereka tulis adalah catakan keempat belas atau lima belas karena dulu mereka tidak menulis periode cetak di buku. Dan jika mereka menulisnya, maka sangat lebih dari ini. Yaitu minimal dalam setahun sekali cetak ulang. Dan terkadang setahun dua kali. Juga diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa asing. Dan sekarang selama 27 tahun berlalu dari penulisan, sampai sekarang juga termasuk buku baru dan ini tiada lain melainkan anugerah dan inayah khusus Sayyidah Az Zahra as Saya selalu bertujuan apabila saya melihat topik baru dalam hadis-hadis atau dalam Al-Qur’an atau terlintas dalam benak, maka saya meletakkan dalam buku ini. Menurut istilah, pembimbingnya terbuka dan sampai sekarang juga ada. Sepanjang periode ini, ada beberapa perubahan yang banyak dan saya menambahkan topik-topik. Dan betapa banyak dalam baru-baru ini, buku ini merupakan buku yang berpengaruh.

 

l    Dasar-dasar apa yang harus dimiliki oleh perempuan teladan? Apakah berlalunya zaman bisa mempengaruhi dasar-dasar tersebut?

Jawaban: Perubahan-perubahan zaman dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam kondisi-kondisi kehidupan manusia tidak merubah dimensi-dimensi yang sangat besar dan prinsip-prinsip kehidupan manusia tetapi hanya struktur-struktur, metode-metode kehidupan dan bentuk hubungan-hubungan kemanusiaan yang berubah. Misalnya fitrah manusia dalam semua masa dan bagi semua keturunan adalah satu. Sunnah-sunnah Allah dan hukum-hukum keberadaan dimana prinsip-prinsip yang menguasai kehidupan manusia adalah bagian dari itu, semua tetap dan tidak bisa berubah. Hubungan manusia dengan Allah dan dengan masyarakat -diantaranya keluarga- serta dengan alam adalah hubungan yang dalam esensinya mengikuti prinsip-prinsip yang tetap dan tidak bisa berubah. Sayyidah Az Zahra sebagai perempuan yang mengetahui nilai-nilai ini dan hidup berdasarkan necara-neraca Ketuhanan dan Kemanusiaan bisa menjadi teladan semua manusia sampai berakhirnya sejarah. Dengan kata lain, bisa dikatakan bahwa sebagaimana halnya agama adalah hal yang tetap, “Teladan” juga bisa tetap dan kekal. Tidak perlu kita menjadikan teladan hal-hal yang parsial yang di dalamnya tidak mempunyai sisi nilai dan dasar, yang justru timbul dari ciri-ciri khusus zaman dan tempat. Tetapi kita harus memahami dengan sebenarnya dasar-dasar dan nilai-nilai yang diambil dari sirah para Imam Maksum as dan menggunakannya sesuai tuntutan-tuntutan zaman dalam kehidupannya. Apakah seseorang bisa mengklaim bahwa prinsip kebebasan dan memilih pasangan yang sesuai, kesederhanaan hidup, penghormatan dan saling pemahaman timbal balik suami istri, pengorbanan untuk kehidupan, membela hak dan hak-hak keluarga, kejujuran dan ketulusan hati, keperdulian dan usaha untuk mendidik anak-anak, merasa bertanggung jawab terhadap masyarakat dan hal-hal seperti ini dengan berlalunya zaman nilai dan kebenarannya akan berubah? Semua hal ini bisa dilihat dalam kehidupan Sayyidah Az Zahra as dan hal-hal yang serupa dengan ini bisa menjadi teladan bagi semua dan untuk selalu.

 

l    Apa ciri yang paling penting dalam kehidupan Sayyidah Az Zahra as yang menarik perhatian anda?

Jawaban: Pada hakekatnya kehidupan Sayyidah Az Zahra dan Amirul mukminin as dari semua dimensi adalah menarik dan teladan. Namun hal yang lebih menarik perhatian saya dari semua adalah kesederhanaan mereka. Imam Ali as adalah sosok Islam kedua dan menantu Nabi saw. Apabila tidak ada usaha dan pengorbanan Ali as, maka Islam tidak akan sampai menang dengan mudah. Beliau dari segala sisi adalah sosok yang istimewa. Fatimah Az Zahra as adalah perempuan teragung, putri Nabi saw. dan dihormati oleh beliau Saw. Namun dengan adanya ini semua, beliau hidup sangat sederhana. Mereka berusaha supaya kehidupan mereka lebih bawah dari tingkat kehidupan biasa pada saat itu. Mereka menanggung segala kesulitan hidup melebihi yang lain. Dan Sayyidah Az Zahra siap secara utuh untuk hal ini. Persoalan ini sangat penting, karena pada saat itu uang-uang (Baitul Mâl) ditangan Nabi Islam Saw. Misalnya beliau Saw bisa menyediakan peralatan yang lengkap untuk putrinya atau sebagai penghargaan kepada pelayanan-pelayanan Ali as di jalan Islam, beliau membantunya sehingga kehidupannya menjadi baik. Namun beliau Saw tidak melakukan hal ini.

Sayyidah Az Zahra as menjaga dengan baik nilai ini. Beliau menanggung semua kesulitan dengan jiwa dan hati dan sama sekali tidak mengeluh. Pada suatu hari Nabi saw melihat tirai di rumah Sayyidah Az Zahra as di saat beliau keluar dari rumah untuk melaksanakan shalat. Fatimah merasa bahwa ayahnya tidak enak memiliki tirai. Lalu beliau mengumpulkan tirai dan mengirimya kepada Nabi Saw. di Masjid melalui putra-putrinya. Beliau Saw. sangat senang dan bersabda, “Putriku melakukan sesuatu yang saya inginkan.” Seluruh kehidupan mereka adalah teladan kesederhanaan. Dan menurut pandangan saya, ini sangat penting.

 

l    Mengapa hidup sederhana dan menjauhkan diri dari kecenderungan konsumtif dan bermewah-mewahan termasuk bernilai? Dan apakah hal ini disarankan bagi semua atau hanya untuk para pejabat dan pemimpin serta keluarga mereka?

Jawaban: Prinsip ini adalah umum dimana individu-individu yang sukses dan mampu harus membantu orang-orang tingkat lemah dan tidak mampu. Disamping itu hendaknya mereka tidak hidup dengan kecenderungan bermewah-mewahan di kalangan lapisan masyarakat susah yang bisa menyebabkan ketidaksenangan orang-orang tingkat bawah. Islam sama sekali tidak menyetujui perlombaan dalam kemewahan. Sesuatu yang ingin digunakan kemegahan adalah harus menyelesaikan urusan-urusan masyarakat dan membantu orang-orang yang membutuhkan. Namun para pejabat dan orang-orang yang dari sudut pandang politik dan spiritual memiliki kedudukan dan kepribadian khusus, maka mereka harus mempunyai perhatian khusus terhadap masalah ini. Apabila mereka walaupun dengan harta pribadinya yang halal ingin hidup dengan kemegahan dan terikat dengan kesejahteraan, maka orang-orang lain juga akan mengikuti cara ini. Dan kehidupan bagi orang-orang yang tidak mampu memiliki ekonomi yang bagus akan menjadi susah.

Bahaya lainnya dari sisi ini yang tertuju pada masyarakat adalah dasar-dasar akidah dan nilai dalam benak dan hati masyarakat akan tergores dan dirinya akan mengatakan: Disaat sosok-sosok pemimpin kami bertindak seperti ini, maka jelas bahwa prinsipnya adalah uang dan materi. Sementara spiritual tidak penting. Untuk pekerjaan ini maka ketergantungan-ketergantungan kepada duniawi harus diminimalkan, karena setiap ketergantungan manusia lebih banyak kepada dunia, maka dia akan lebih jauh dari spiritual. Namun keinginan kepada dunia bukan  hanya dengan pengertian memiliki uang atau memperoleh fasilitas-fasilitas yang bagus dan kehidupan yang sejahtera tetapi dengan pengertian ketergantungan yang berlebihan terhadap hal-hal ini. Hingga mungkin saja orang yang faqir tetapi bukan karena ketidaksukaan dia kepada dunia melainkan mungkin karena ketergantungan yang sangat kepada dunia, dia tidak sukses memperolehnya. Atau mungkin seseorang mempunyai harta-harta yang sedikit namun dia sangat terpesona dan bergantung terhadap harta yang sedikit tersebut.

Kecenderungan jiwa manusia ini juga berpengaruh dalam metode dan jalan memperoleh harta. Apabila seseorang tertarik pada dunia, maka dengan cara / jalan apapun dia akan mencarinya. Dan dia tidak akan menjauhkan diri dari kezaliman, kemaksiatan dan ketidakadilan dalam jalan ini. Namun seseorang yang tidak terpesona dengan dunia, maka dia tidak akan membuka jalan-jalan yang tidak halal disamping dirinya dan menjauhkan diri dari pelanggaran hak-hak orang lain.

Sayyidah Az Zahra as adalah putri Maqam Kenabian dan istri Maqam Wilâyah. Kehidupan beliau bersesuaian dengan nilai-nilai dan syi’ar-syi’ar Nabi Saw. dan Ali as hidup dengan kesederhanaan, memperhatikan hal-hal spiritual dan memperdulikan kemaslahatan-kemaslahatan dan manfaat-manfaat masyarakat. Itulah sesuatu yang bisa termasuk salah satu rahasia kesuksesan Nabi Yang Mulia Saw.

Yang pasti, hidup sederhana tidak khusus pada zaman Nabi Saw saja. Masyarakat dari semua orang-orang yang menganggap Islam dan mereka yang membela Islam dan sebagai sosok islami atau dikenal sebagai aparat pemerintahan Islam mengharapkan supaya kehidupan mereka seperti kehidupan Nabi Saw, Amirul Mukminin Ali as, dan Fatimah Az Zahra as Apabila masyarakat melihat dunia dengan kesederhanaan dan tanpa keinginan, maka mereka akan mencintai para ulama, pemerintahan Islam dan para aparatnya. Namun jika mereka melihat sebaliknya kepada dunia dan antara ucapan dan tindakan jauh maka mereka akan putus asa.

Seorang Alim yang menceritakan kehidupan Fatimah Az Zahra dan Imam Ali as dan memuji keadilan Ali as, berbicara tentang orang-orang tertindas dan orang-orang faqir, namun rumah dan kehidupannya -kendatipun dari uang yang halal- bermewah-mewahan, kejujurannya perlu dipertanyakan. Orang-orang akan mengatakan bahwa Ali as dan Nabi saw melakukan pekerjaan dan pasti memiliki intelektual yang penuh, dan menejemen mereka yang luar biasa serta efisiensi yang sangat bagus, namun apa yang mereka dapatkan, mereka berikan kepada orang-orang dan fuqara’. Orang-orang mengharapkan sosok-sosok pemerintahan seperti ini.

Dari sisi ini tanggung jawab yang besar di pundak tokoh-tokoh agama dan para pejabat pemerintahan Islam yang harus mengawasi pekerjaan dirinya, keluarga dan orang-orang di sekelilingnya. Apabila mereka hidup dengan baik, maka ini sendiri adalah menyebarkan Islam. Yang pasti para istri juga mendorong suami mereka untuk banyak keinginan, tuntutan yang banyak dan bermewah-mewahan. Mereka harus mencontoh kehidupan Az Zahra as dan harus mengetahui bahwa jika mereka melanggar dan tidak menjaga kedudukan dan posisinya, maka mereka akan menghantam pemerintahan Islam dan di hari kiamat akan dipertanyakan.

 

l    Dalam bidang hubungan-hubungan sosial, yang manakah ciri-ciri Sayyidah Az Zahra as yang lebih menarik perhatian anda?

Jawaban: Sayyidah Az Zahra as hadir dalam kancah aktifitas-aktifitas politik, sosial dengan berbagai ragam. Ikut serta dalam persoalan-persoalan yang berhubungan dengan perang. Hingga ikut secara langsung dalam aktifitas-aktifitas di balik front, satu jiwa dan satu pemikiran dan membantu Amirul Mukminin as dalam hal-hal yang berhubungan dengan jihad, mendirikan pertemuan pendidikan dan pengajaran dan pekerjaan-pekerjaan yang sangat banyak seperti ini. Namun menurut pandangan saya, persoalan paling penting yang diperhatikan oleh Fatimah Az Zahra as adalah membela hak dan wilayah (kepemimpinan) Amirul Mukminin as yang beliau lakukan sebagai tugas sosial dengan segala bentuk. Misalnya dalam permasalahan Tanah Fadak. Sesuatu yang esensi pokok pekerjaan dan kegigihan-kegigihan Sayyidah Az Zahra as adalah membela hak dan wilayah (kepemimpinan). Hingga pekerjaan terkahir beliau adalah berwasiat supaya mereka (para Ahlul Bait dan para sahabat beliau, penerj.) mengiringi jenazah beliau di malam hari dan menguburkannya secara sembunyi. Pada realitasnya ini merupakan kelanjutan hadirnya politik dan sosial Sayyidah Az Zahra as, dan menjelaskan neraca tujuan dan keagungan beliau as Karena setiap orang lebih suka bila setelah meninggal, orang-orang lain mengagungkannya dalam pengiringan jenazah dan pemakaman dan hal-hal yang serupa, datang di depan kuburannya dan bekasnya tetap ada. Namun Sayyidah Az Zahra berpesan semua ini adalah pengorbanan tujuan yang ada di pundaknya.

 

l    Terlepas dari kedudukan Ishmah (keterjagaan dari dosa dan noda, penerj), apa faktor-faktor dan dasar-dasar individu, keluarga dan sosial yang berpengaruh dalam membentuk keutamaan-keutamaan Fatimah Az Zahra as?

Jawaban: Sayyidah Az Zahra as mempunyai kedudukan yang istimewa dari sudut pandang rumah tangga. Beliau lahir di rumah ayah yang merupakan pendidik terbaik dan penunjuk semua manusia. Ibunya juga bukan manusia biasa. Khadijah r.a. adalah seorang perempuan yang pada era tersebut para perempuan menderita dan mengatur tempat perdagangan yang besar dan mengirim rombongan-rombongan dagang yang banyak ke berbagai negara. Semua ini merupakan tanda kelayakan inheren perempuan ini. Menurut hemat saya lebih penting dari yang telah diebutkan adalah meneliti dengan benar dan memahami secara dalam dan mengenal secara seksama perempuan ini yang dengan semua harta dan posisi sosial yang dimilikinya mengusulkan menikah dengan seseorang yang dari sisi materi tidak mempunyai kedudukan yang standar dalam masyarakat dan dari sisi posisi pekerjaan termasuk salah satu para pekerja di tempat kerjanya.

Ini membuktikan bahwa dia betapa pandai dan tajam pandangannya dalam memahami nilai-nilai yang tinggi kemanusiaan.  Dan dengan kepastian dan keyakinan, dia memilih nilai-nilai tinggi kemanusiaan dari pada standar-standar materi. Dan setelah Nabi diutus dengan risalah, semua milik Khadijah berada dalam otoritas Nabi dan dalam jalan menyebarkan Islam.

Sayyidah Az Zahra as tumbuh dalam pangkuan pendidikan ayah dan ibu seperti ini dan berkembang dalam suasana keluarga yang larut dalam agama dan semua usaha dan pencarian untuk agama. Setelah memasuki rumah suaminya, beliau berada disamping orang yang juga putra spiritual Rasulullah saw dan didikan beliau saw serta esensi keutamaan-keutamaan manusia. Semua ini berperan dalam membentuk kepribadian istimewa As-Shiddîqah Al-Thâhirah as

Fatimah as adalah putri Nabi Saw., anak khadijah, Istri Ali as dan Ibu Al-Hasan dan Al-Husain dan Dua orang Zaenab, dan ........

Namun saya ingin katakan bahwa perkataan yang paling terdengar adalah “Fatimah adalah Fatimah.” Terkadang kepribadian dan kedudukan seseorang karena hubungan nasabnya terhadap ayah, ibu atau lainnya. Namun sosok Az Zahra as disamping mempunyai keistimewaan-keistimewaan ini semua, juga karena “Fatimah” nya dan disebabkan inheren beliau as

Namun dalam ziarah-ziarah Ma’tsûrah dari para Imam Maksum as kita menyebut beliau dengan penisbatan kepada orang-orang lain salah satu sebabnya adalah pada saat itu perlu ditegaskan penisbatan-penisbatan dan hubungan-hubungan dan hubungan-hubungan ini bagi masyarakat sehingga masyarakat memahami persoalan ini bahwa mereka adalah Ahlul Bait Nabi dan diingatkan apa yang mereka dengar dari Al-Qur’an dan penjelasan-penjelasan Nabi Saw. tentang kedudukan Ahlul Bait as Dan kita banyak menyaksikan dalam sejarah bahwa para Imam as menegaskan sisi ini sehingga apabila masyarakat tidak mampu mengetahui semua keutamaan-kutamaan mereka, paling tidak mereka tidak melupakan keutamaan ini dan mengenal mereka (Ahlul Bait) melalui jalan ini. Persoalan lainnya adalah disaat kita menyebutkan Sayyidah Az Zahra as dengan sebutan “Binti Rasulillah Saw (Putri Rasulullah Saw.) yaitu putri sesungguhnya maqam risalah. Berbeda dengan ungkapan yang kita gunakan, misalnya kita mengatakan “Bintu Muhammad (Putri Muhammad saw)” yakni disini seseorang dan ikatan jismani tidak begitu diperhatikan tetapi yang diutamakan adalah kepribadian seseorang dan ikatan spiritual.

 

l    Apa yang diharapkan oleh Sayyidah Fatimah as dari kelompok para sahabat dalam orasinya yang bersejarah di Masjid Madinah dan apa penyebab kesediaan-kesediaan beliau?

Jawaban: Pidato yang sangat penting dan sensitif Sayyidah Fatimah as di Masjid Nabi saw dengan diantara para sahabat adalah kejadian yang sangat menarik yang menjelaskan kedalaman pribadi beliau.

Pidato yang brilian dan penuh gejolak dari seorang perempuan yang kehilangan dan kelelahan, itupun dalam kondisi zaman dengan segala persoalan-persoalan dan batasan-batasan menjelaskan rasa tanggung jawab sosial, kemampuan analisa yang teliti dan seksama, dan kemampuan jiwa dan pemikiran beliau yang lebih dari pensifatan. Dalam orasi ini, beliau menjelaskan keadaan-keadaan terdahulu yang gemilang dimana ummat membantu Nabi Saw. dan mengemukakan kondisi yang ada pada mereka yang bertentangan dengan harapan.

Sayyidah Az Zahra as dari masa kanak-kanak menyaksikan kesusahan-kesusahan ayahnya. Mengalami kampung Syi’ib Abu Thalib. Beliau melihat siksaan-siksaan yang dialami kaum muslimin. Beliau dengan segenap keberadaan merasakan kelaparan-kelaparan, tekanan-tekanan yang ditanggung oleh muslimin dalam jalan mengembangkan agama. Beliau menyaksikan perlawanan-perlawanan, jihad, hijrah, dan kesyahidan. Beliau menyebutkan semua kondisi-kondisi dari saat kaum muslimin tidak bisa dengan mudah melaksanakan ritual-ritual keagamaan mereka, hingga disaat kaum muslimin menemukan keagungan dan perkembangan dan perluasan Islam yang cepat.

Sayyidah Az Zahra as optimis terhadap masa depan Islam. Harapan ini tidak jauh dari akal dimana cahaya Islam menyinari seluruh dunia dengan cepat. Semua kemenangan-kemenangan ini karena usaha dan kepemimpinan Nabi Saw. dari satu sisi, dan pengorbanan serta persatuan muslimin dari sisi lain. Namun pada saat itu berlawanan dengan semua harapan. Beliau melihat proses pergerakan Islam mengalami problem yang serius. Tidak melanjutkan kepemimpinan Ketuhanan dan tidak adanya persatuan kalimat ummat. Oleh karena itu, beliau sangat sedih. Semua wasiat-wasiat ayahnya yang bersabda, “Berpegang teguhlah kalian dengan “Tali Allah” bagaimana? Beliau mengetahui ilmu, takwa dan kepemimpinan Ali as dan melihat orang-orang mengabaikan semua wasiat-wasiat dan ucapan-ucapan Nabi saw berkenaan dengan Ali bin Abi Thalib as semua kegundahan Az Zahra menyaksikan kejauhan dan keretakan yang dalam antara sesuatu yang harus terjadi dengan hal yang sedang terjadi.

Terkadang mereka menyebutkan kepribadian dan kehidupan Sayyidah Fatimah as dan para Imam Maksum as semuanya penuh kegundahan, kesedihan dan selalu bersama keluh kesah dan rintihan. Apakah perbuatan ini benar?

Jawaban: Hal yang diutarakan berkenaan dengan sosok para Imam maksum as dan Sayyidah Az Zahra as sebagai ciri yang paling pokok adalah bahwa pemikiran, akhlak  dan perilaku mereka harus menjadi teladan bagi masyarakat. Karena dengan mudah bisa dikatakan bahwa Islam dengan segala pengertiannya terjewantahkan dalam keberadaan mereka. Kecintaan kita kepada para Imam Maksum as adalah kecintaan kepada teladan-teladan seratus persen sama dengan hukum-hukum, aqidah dan nilai-nilai Islam.

          Tugas kita terhadap para wali agama adalah kita mencintai mereka sebagai teladan-teladan sempurna Ketuhanan, memahami pemikiran-pemikiran mereka, melaksanakan perintah-perintah mereka, dan menempatkan semua dimensi kehidupan kita sesuai dengan standar-standar yang dipandang oleh mereka. Masalah keteladanan Nabi Saw. Yang  disebutkann dalam Al-Quran, “ Dan ada teladan yang baik dalam diri Rasulullah bagi kalian” adalah suatu prinsip yang menjelaskan bahwa kita harus melihat para Imam Maksum as dari sisi ini melebihi segala sesuatu.

          Nabi Saw, para Imam Yang Suci as dan Fatimah as masing-masing mengalami berbagai musibah dan bencana-bencana duniawi. Ini merupakan realitas bahwa mereka karena penegasan dan keyakinan            terhadap kebenaran dan ketidakkompromian mereka yang luar biasa menghadapi kebatilan. Maka mereka dimusuhi, ditindas dan menjadi pembalasan dendam para musuh. Kita berempati dengan mereka dan menangis dalam musibah mereka.Ini adalah keharusan satu barisan bersama mereka. Namun hal yang lebih penting dan harus kita katakan bahwa inti duka cita dan menangis harus seperti ini adalah kita harus belajar dari mereka, dari orasi-orasi mereka, dari perbuatan-perbuatan mereka dan dari semua kehidupan mereka. Tempat-tempat duka cita kita juga harus didirikan dengan tujuan ini. Namun dengan amat disesalkan kita melihat kondisi ini telah berubah. Yaitu kita yang mestinya menerima para Auliya’ kita sebagai panutan dan belajar dalam kehidupan dari mereka, kita justru meninggalkannya dan kita hanya mengambil tangisan dan musibah mereka. Misalnya Imam Al-Husain as tidak pergi ke Karbala supaya terbunuh sehingga kita menagisinya dan kita pergi ke surga. Beliau pergi ke Karbala mempunyai tujuan dimana tugas pokok kita dalam hubungannya dengan beliau adalah melanjutkan tujuan-tujunannya. Ini adalah sebaik-baik tugas dan pekerjaan yang juga menyenangkan Imam Husain as dan juga mempunyai pahala yang  paling banyak. Sungguh pengertian hakiki Imamah dan  wilayah juga seperti ini. Berkenaan dengan seluruh Imam maksum as persoalannya juga sama kita harus mengetahui mengapa Sayyidah Fatimah as mepunyai tindakan-tindakan dan sikap seperti ini. Mengapa belia berpidato , mengapa beliau sangat bersikeras dalam persoalan tanah fadak. Kita harus mengetahui apa tugas  kita sebagai Syiah, pengikut dan pencinta Az Zahra as Kita meninggalkan semua ini dan hanya menangisinya.

          Yang pasti ada dalam riwayat-riwayat bahwa menagisi Al-Husain as mempunyai pahala yang banyak. Ini juga benar. Namun suatu waktu kita menangis untuk Al-Husain as karena beliau dikepung oleh musuh-musuh di Karbala, dirinya dan putra-putranya kehausan dan mereka merengguh kesyahidan. Tangisan ini tidak mempunyai nilai yang hakiki. Namun apabila kita menangis untuk Imam Husain as karena laki-laki agung ini bangkit untuk mempertahankan Islam dan tanpa keraguan dan kegoyahan beliau melawan terhadap kebatilan dengan segenap keberaniannya untuk Allah, beliau berkorban dengan segala kesulitan dalam jalan ini. Dan pada akhirnya beliau merengguh kesyahidan secara terzalimi karena orang-orang yang cepat percaya, tidak berfikir, menyimpang pikirannya, sembrono, toleran, mencari kesehatan, mencari kedudukan, yang menganggap dirinya Ummat Nabi Saw. dan pengikut agamanya. Maka tangisan ini mempunyai nilai. Tangisan ini yaitu searah dan bersama dengan Al-Husain as  yaitu sebagai Syiah.

          Apabila kita menangis untuk Fatimah Az Zahra as karena beliau seorang putri 18 Tahun tidak melihat kebaikan didunia, beliau  dizalimi, tanah fadaknya dirampas. Hal-hal seperti ini tidak bernilai. Menagis untuk Sayyidah az Zahra as mempunyai nilai bila kita mengetahui sayyidah Az Zahra as bersikeras untuk tujuan ini yang begitu lurus dan menanggung semua musibah. Untuk seorang syahid, ada dua bentuk yang bisa ditangisi: terkadang untuk kegagalan dan tidak menikah serta tidak melihat kebaikan didunia. Hal ini tidak mempunyai nilai.Namun ketika keagungan, keelokan dan kebesaran pekerjaannya membuat  bergetar hati manusia dan membuatnya menangis, yaitu menagis karena mengapa kebatilan harus mempunyai kekuatan di dunia yang berbenturan dengan kebenaran. Tangisan ini memiliki daya cipta dan  motif. Dan memperkuat keinginan dan kecenderungan pergerakan dalam diri manusia untuk Tuhan. Maka mempunyai nilai. Sungguh ini adalah musibah bila kita kehilangan sisi ini dan kita mengambil jalan-jalan yang lain. Kita semua mempunyai tugas untuk mengatasi kejadian ini. Selama kita tidak menyelesaikan persoalan ini maka banyak persoalan-persoalan kita yang masih ada.

 

Menurut pandangan anda dimana akar persoalan-persoalan ini harus diteliti?

Jawaban: Seseorang yang menyebarkan persoalan-persoalan ini melebihi semuanya adalah para pembaca Syi’ir tentang tragedi karbala. Mereka harus diarahkan supaya bisa  melakukan tugasnya dengan benar, mengenal Imam Husain as, Sayyidah Az Zahra as, Zaenab dan mengenalkan dengan benar. Mereka harus diarahkan supaya menjelaskan tujuan-tujuan dalam Syi’ir-syi’irnya. Apabila mereka memperhatikan sisi-sisi ini dan dalam acara duka cita mereka menggambarkan pribadi Auliya’ Allah dengan baik dan realitas dan kebanyakan perhatiannya kepada pembelajaran dari mereka, maka persoalan ini akan terselesaikan dan juga harus terselesaikan karena kondisi sekarang sungguh tidak benar.

Masyarakat juga harus diarahkan supaya pembacaan Syi’ir tentang tragedi Karbala dan kehadiran mereka di Majelis-majelis Imam Husain as bisa bermanfaat bila tujuan-tujuan dan doktrin-doktrin beliau as dijelaskan melalui jalan ini.

Menagis mempunyai pengaruh bila untuk jalan tujuan Imam Husain as masyarakat haru berhati-hati supaya tidak menerima semua apa yang disampaikan dalam majelis-majelis ini. Sebagian pembaca Syi’ir tentang tragedi Karbala mengutarakan perkataan-perkataan yang lemah dan bohong supaya masyarakat menangis. Terkadang mereka melontarkan perkataan-perkataan yang menjadikan kedudukan dan kepribadian para Imam yang Mulia hingga lebih rendah dari Individu-individu biasa. Bagaimanapun juga hukum pertunjukan dan permintaan yang menguasai disini. Karena masyarakat awam menginginkan tangisan. Pembaca syi’ir tentang tragedi Karbala dan mimbar juga lebih banyak dalam garis ini, yang menuntut masyarakat menangis  walaupun menisbatkan hal-hal yang tidak benar kepada Para mam as Tidak boleh dilupakan bahwa berbohong adalah dosa dan haram dan berbohong tentang para Imam as dosanya lebih besar, sebagian orang yang tidak memiliki keyakinan yang  lazim dalam bidang ini menjadi pembaca syi’ir oleh karena itu, secara penuh mereka mengutarakan pandangan-pandangan yang salah tentang kedudukan para Imam as dan tugas masyarakat terhadap mereka serta topik-topik seperti syafaat dan lain-lain. Dan mereka menyebarkan hal-hal yang tidak karuan dalam majelis duka cita yang tidak kosong dari persoalan. Menurut pandangan saya tanggung jawab pokok pengarahan acara-acara ini berada dipundak ulama agama. Ulama agama harus menganalisa hakekat-hakekat dengan benar dan mengatakan kepada masuarakat. Mereka tidak boleh bertaqiyyah. Seperti halnya Syahid Muthahhri 30 tahun lalu dalam pidato-pidatonya yang disusun dalam kitab “Hamâsih Husaînî (keberanian Al-Husain) menuturkan persoalan-persoalan yang sangat bagus. Pada zaman itu yang sangat berbeda dengan sekarang, beliau mempunyai keberanian untuk mengatakan perkataan yang benar. Di zaman kita jalan sangat lebih terbuka. Inilah tugas Ulama untuk menjelaskannya. Ulama tidak boleh terkena awam dimana mereka mengikuti dan menegaskan cara dan metode yang berlaku dalam masyarakat. Dalam mengutarakan kebenaran tidak boleh takut kepada ketidaksenangan sebagian. Semua Ulama harus mengatakan, para menulis, televisi nasional semua harus melakukan tugasnya, dan jika tidak, maka masa depan kian hari menjadi lebih jelek. Di akhir-akhir rezim terdahulu dan pada saat puncak kebangkitan, peringatan-peringatan mazhab kita memiliki bentuk yang tidak baik. Saya ingat pada saat di mimbar mereka tidak dapat mengatakan secara terus terang tentang persoalan-persoalan yang berhubungan dengan pemerintahan dan rezim, maka mereka menjelaskan pembahasan-pembahasan ini melalui analisa kebangkitan Abu Abdillah as dan tujuan-tujuannya. Namun sekarang tempat sangat terbuka untuk mengkaji persoalan-persoalan dengan dalam, namun kita kembali ketempat semula kita. Apabila acara-acara atau pekerjaan ingin berbentuk dengan nama agama, maka harus berdasarkan syariat. Pekerjaan pahala bukan pekerjaan yang dibuat oleh manusia dengan keinginan hatinya sendiri. Manusia harus melihat apakah ada dalil Syar’inya atau tidak. Bersesuaian dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai serta tujuan-tujuan agama ataukah tidak. Namun setiap orang bisa melakukan hal ini. Mereka harus mengkaji metode-metode majelis duka cita dan isinya. Mereka harus melihat segala bid’ah muncul darimana? Dan untuk apa, pengaruh apa yang akan menimpa masyarakat? Dan jika terjadi penyimpangan, maka mereka harus memperbaikinya. Khususnya acara-acara yang disiarrkan dari televisi Republik Islam harus  sangat teliti. Dan majelis-majelis serta orang-orang yang aktif dalam acara dan penyiaran harus dikenal dan pemikiran-pemikiran dan tindakan-tindakan mereka harus baik.