پایگاه اطلاع رسانی آیت الله ابراهیم امینی قدس سره

Penjelasan

Penjelasan

 

Kehidupan dalam keleluasaan semua keberadaan dan makhluk hidup berlanjut dengan kehendak Al-Haq (Allah). Sesuatu yang mengesankan ini tidak mudah dengan perseorangan -baik jenis laki-laki ataupun perempuan- , tetapi harus dengan pasangan. Dalam kehidupan manusia dua jenis ini juga suatu keharusan. Yaitu pasti  seorang harus laki-laki dan  pasangan yang lain adalah perempuan. Oleh karena itu, perempuan dan laki-laki berdasarkan tujuan tinggi penciptaan dan dengan ciri-ciri kemanusiaan dan fitnah adalah sama. Namun ada perbedaan-perbedaan yang tampak secara fisik dan terkadang secara ruh –kejiwaan- dan atas dasar itu, hak-hak serta tugas-tugas tertentu diciptakan.

Islam memandang kepada perempuan dan laki-laki dari sudut insani (bersifat kemanusiaan) dan menganggap keduanya sebagai eksistensi yang mulia dan utama dimana Allah Swt. membanggakan diri dengan penciptaan mereka. Berdasarkan tuntutan penciptaan ini dan untuk melanjutkan kehidupan manusia, Islam meletakkan tugas-tugas bagi setiap dari mereka. Namun terkadang tugas-tugas yang berbeda-beda ini dan atas dasar itu hak-hak juga berbeda menimbulkan kerancuan-kerancuan, dimana dalam benak sebagian orang menyatakan bahwa sebagian dari hukum-hukum adalah bersifat diskriminasi dan sekelompok dari batasan-batasan bertentangan dengan kebebasan.

Pada bagian sebelumnya, dalam kajian-kajian secara detail kami setelah menjawab kerancuan-kerancuan ini. Dan kami, telah membahas berbagai bentuk kebebasan, hijab, perkawinan dan talak, warisan, mahar, nafkah dan permasalahan-permasalahan seperti ini. Namun pada bagian ini, metode pembahasan dengan bentuk (ragam) lain. Yaitu kami melalui pertanyaan-pertanyaan yang sampai pada kami dan kami melakukan dialog langsung dengan para pembicara dalam satu pemikiran. Dan kami akan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka seputar kedudukan perempuan, aktifitas-aktifitas sosial, politik, budaya, topik-topik rumah tangga, seni kebebasan, cara kehidupan, hak-hak alamiah dan yang diperoleh dan tema-tema lainnya seperti ini. Dengan harapan akan berguna bagi kita semua.

 

Mengapa dalam tulisan-tulisan anda, anda menekankan (menitik beratkan) penggambaran sosok dan kedudukan perempuan.

Jawaban: Pada dasarnya metode saya dalam memilih topik setiap kitab yang saya tulis ada dua macam:

Yang pertama adalah kebutuhan masyarakat yang saya ketahui dari kontek masyarakat itu sendiri.

Yang kedua adalah tidak ada buku yang bagus yang bisa memenuhi kebutuhan ini.

Jarang saya melihat buku yang bagus lalu saya juga ingin menulis buku dengan topik yang sama. Tetapi saya mencari sesuatu yang menjadi kebutuhan dan tidak ada buku dalam bidang itu dan atau jika ada adalah kurang. Semua tulisan-tulisan saya kira-kira seperti ini. Buku pertama yang saya tulis adalah Dadgostar -e- jahân (Penegak keadilan dunia) yang dicetak tahu 1346 (yaitu tahun persia penerj.). Pada saat itu topik mengenai orang-orang Bahâi dan perlawanan terhadapnya diperbincangkan. Masalah-masalah yang berhubungan dengan Imam Zaman as dipertanyakan. Dan saya melihat kendatipun ada buku-buku bagus dalam bidang ini, tetapi tak ada efek umum yang menjawab kebutuhan para pemuda dan para peneliti. Oleh karena itu saya berfikir untuk menulis buku ini. Buku-buku yang saya tulis berkenaan dengan permasalahan-permasalahan perempuan antara lain: Metode berkeluarga, Metode Pendidikan, Islam dan pengajaran serta pendidikan, memilih jodoh, Perempuan teladan Islam.

Buku-buku ini secara khusus tentang topik perempuan dan permasalahan-permasalahan mereka.

Namun dorongan melakukan pekerjaan ini apa? Berkenaan dengan buku medote berkeluarga, ditulis sekita tahun 54. Dorangan menulis buku ini adalah saya sebagai pelajar agama yang mempunyai hubungan dekat dengan kehidupan masyarakat, saya menyaksikan berbagai problem perkawinan masyarakat -diantaranya orang-orang yang dekat dan famili-. Dalam bidang ini rujukan-rujukan ditujukan kepada saya. Semua hal ini memaksa saya untuk menyiapkan buku ini. Dan dalam spesifik topik-topik ini, saya melontarkan permasalahan-permasalahan. Pada mulanya saya mengumpulkan buku-buku yang berkaitan dengan ini -yang juga sangat sedikit-. Disaat mengkaji dan menelaah, saya mengetahui bahwa buku-buku tersebut tidak banyak menjawab kebutuhan-kebutuhan. Oleh sebab itu saya berkeinginan untuk menulis “Metode Berkeluarga”. Buku yang saya tulis ini mempunyai banyak pembaca. Dan diminati oleh mereka. Tentunya setelah itu rujukan-rujukan ditujukan kepada saya berkaitan dengan persoalan-persoalan keluarga, yang tidak hanya saya tidak melarikan diri dari itu tetapi saya juga menyambutnya. Dan apabila saya bisa menyelesaikan permasalahan rumah tangga, saya merasa puas.

Setelah sekitar 4 atau 5 tahun dengan dekat saya menghadapi permasalahan-permasalahan ini, saya sampai pada kesimpulan bahwa kebanyakan perselisihan-perselisihan rumah tangga diakibatkan tidak adanya pendidikan yang benar keluarga para pemudi dan pemuda. Oleh karena itu, saya berfikir untuk menulis buku tentang pendidikan anak. Dalam bidang ini, saya juga mengumpulkan dan menelaah buku-buku yang berhubungan. Dan saya mengetahui bahwa kebetulan dalam bidang ini juga buku yang harus ada tapi tidak ada. Buku-buku itu sebagian tidak mempunyai sisi-sisi keislaman. Dan sebagian lagi juga untuk tingkat atas dan sangat ilmiah yang tidak menyelesaikan permasalahan kelompok masyarakat. Oleh sebab itu, dengan pengalaman-pengalaman yang saya dapatkan, saya sibuk untuk mencetak buku ini (Metode Pendidikan).

Pada saat itu juga, melalui teman yang berada di Teheran yang mempunyai pertemuan dengan para perempuan dan memaparkan permasalahan-permasalahan pendidikan, saya meminta kepada para perempuan yang ikut serta dalam pertemuan itu supaya ingin menanyakan pertanyaan-pertanyaan dan melontarkan problem-problem dirinya. Melalui cara ini, sekitar dua ratus surat atau lebih sampai pada saya yang membantu dalam mengenal persoalan-persoalan dan juga menyiapkan buku ini. Dalam spesifik ini, saya juga membaca majalah-majalah dan koran-koran.

Adapun buku “Memilih Jodoh”. Di saat mengkaji persoalan-persoalan keluarga, saya memahami bahwa banyak dari permasalahan-permasalahan diakibatkan karena putra dan putri yang matang dan berfikir tidak menikah. Maka setelah itu mereka tertimpa permasalahan-permasalahan. Menurut hemat saya salah satu kebutuhan penting para pemuda adalah memilih pasangan. Setelah melakukan kajian, saya tidak mendapatkan buku yang menarik tentang ini. Yang pasti sebagian buku-buku mempunyai topik-topik yang sangat bercabang. Namun tidak ada buku yang bermanfaat bagi para pemuda dan pemudi. Inilah sebab saya menulis buku “Memilih Jodoh.”

Sementara itu, karena saya ikut serta dalam sebagian seminar, dalam bidang ini pula, saya merasa bahwa pendidikan Islam memerlukan buku yang lebih ilmiah sehingga bisa menjawab kebutuhan-kebutuhan tingkat pendidikan. Oleh karena itu, pada saat saya menulis buku “Memilih Jodoh”, pada waktu yang bersamaan saya sibuk menulis buku baru dengan nama “Islam dan Pendidikan”.

Yang pasti sebelum buku-buku tersebut, saya juga sudah menulis buku “Perempuan Teladan Islam”. Dimana saya berusaha menulis sisi-sisi akhlak dengan bentuk perjalanan hidup dan bukan bentuk cerita. Semua buku-buku ini pada saat itu menjadi kebutuhan. Sekarang juga kira-kira disamping pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan di pelbagai seminar dan program-program televisi, salah satu pekerjaan saya adalah menyelesaikan perselisihan-perselisihan rumah tangga dan dengan kadar kemampuan saya, saya melaksanakannya dan saya merasa puas. Yang jelas, oleh karena saya tidak mempunyai kesempatan yang cukup untuk membahas perkara-perkara ini, saya kecewa. Namun setiap saat saya bisa, saya tidak menolaknya.

 

Bagaimana dan dengan media-media apa pengetahuan-pengetahuan yang bermanfaat tentang kehidupan bersama dapat disampaikan kepada para keluarga?

Jawaban: menurut pandangan saya, media-media masa seperti televisi, koran-koran, majalah-majalah harus lebih memperdulikan masalah perkawinan dan menjaga eksistensi keluarga. Saya merasakan bahaya bagi masa depan keluarga-keluarga di Republik Islam Iran.

Yang jelas televisi dan organisasi-organisasi memiliki program-program dan para penulis menulis buku-buku namun tidak cukup. Sangat membutuhkan lebih banyak dari itu semua. Buku merupakan salah satu media penting pengetahuan. Namun karena mahal, banyak dari kalangan keluarga dan pasangan tidak bisa membaca. Sangat tepat apabila muncul orang-orang dermawan dan menjadkan buku-buku tentang pendidikan keluarga dengan harga yang lebih murah dalam akses masyarakat, atau yayasan-yayasan amal seperti Komite Bantuan Imam Khomeini yang terkadang menikahkan ribuan orang. Andaikan seperti halnya mereka memberikan kulkas, frezer dan televisi kepada pasangan-pasangan muda, juga memberikan satu buku akhlak keluarga kepada mereka. Pekerjaan ini bisa dilakukan. Harga satu buku dua ribu tuman dibandingkan dengan harga pakaian pengantin perempuan yang diberikan kepada istri adalah tidak ada apa-apanya.

Disamping itu, saya merasa supaya perselisihan-perselisihan keluarga bisa dicegah dan perkawinan menjadi sukses, maka kelas-kelas harus didirikan untuk tujuan ini tetapi dengan menyesal, kita mempunyai sangat sedikit dalam bagian ini. Apabila mereka menginginkan seseorang untuk pengajaran atau mereka mempekerjakannya untuk setiap pekerjaan yang lain, maka jika dia tidak mengikuti satu kursus, maka mereka tidak mengizinkannya. Namun untuk perkawinan yang merupakan paling dasarnya permasalahan kehidupan pemuda dan pemudi berjalan tanpa adanya pengetahuan-pengetahuan seputar berkeluarga.

Sama sekali tidak ada buku-buku pelajaran yang memperdulikan hal itu dan juga tidak ada kelas-kelas untuk mereka. Apabila Pemerintahan Islam kita menentukan kepada setiap pemuda dan pemudi bahwa mereka bisa menikah apabila misalkan mereka mengikuti satu kursus / semester selama satu bulan. Dan dalam kursus tersebut, mereka mengkaji dengan benar persoalan-persoalan rumah tangga dan mengajarkan kepada para pemuda dan setelah itu mengizinkan mereka menikah. Menurut hemat saya persoalan-persoalan anak sangat menjadi sedikit. Khususnya para pelajar agama dan orang-orang yang utama harus memperdulikan masalah ini dan harus menjadi bagian program mereka.

Sebagian para Pelajar Agama di beberapa kota memiliki program-program seperti ini namun tidak cukup. Bagaimanapun juga, harus dilakukan tindakan yang menyeluruh dengan keinginan semua individu yang berada dalam kancah tabligh baik Para Rohaniawan ataupun Para Penulis, televisi dan semuanya.

 

Bagaimana anda melihat kebebasan perempuan di Iran?

Jawaban: Tidak syak lagi, bahwa para perempuan disepanjang sejarah kebanyakan dizalimi. Dan hak-hak mereka dilucuti. Negara-negara Eropa yang sampai sekarang memberikan semua kebebasan lahir ini kepada perempuan, sejarah mereka mengatakan bahwa mereka banyak menzalimi para perempuan.

Persoalan ini menyebabkan dimulainya pergerakan dengan nama “Membela hak-hak perempuan” kira-kira permulaan abad ke 20.

Jujur bahwa kebangkitan itu sangat tepat, juga karena pergerakan inilah yang menyebabkan pemikiran sejumlah para ilmuwan dan orang-orang yang berkeinginan baik tertuju kepada para perempuan. Yang pasti banyak dari para perempuan dan juga sejumlah para lelaki yang menyambut topik ini dan mempublikasikannya. Persoalan yang mereka perbincangkan pada saat itu adalah perempuan dan laki-laki harus sama dalam segala sisi dan tidak ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki. Perempuan adalah manusia dan laki-laki juga manusia. Dua manusia memiliki hak yang sama. Sebagaimana laki-laki yang bebas dalam bekerja, kepemilikan dan masalah-masalah yang lain, perempuan juga harus bebas. Dengan setiap aspek, pergerakan yang menyeluruh yang secara lahir adalah pergerakan yang baik dimulai. Mereka sangat memperbanyak propaganda-propaganda dalam masalah ini. Namun pergerakan ini memiliki problem antara lain:

Pertama: Dalam pergerakan ini persoalan keluarga  dilupakan. Tetapi yang didengar hanya gema kebebasan dan persamaan. Namun apa yang dilakukan oleh kebebasan dan persamaan terhadap keluarga dan apa hasilnya? Sama sekali tidak diperbincangkan.

Kedua: Ketika mereka ingin memaparkan kebebasan dan persamaan, mereka akan memperhatikan bahwa perempuan memiliki ciptaan khusus. Perempuan sebagai seorang manusia. Mereka katakan dia harus sama persis bebas seperti laki-laki. Kelalaian terhadap dua aspek ini menyebabkan para perempuan ditarik ke pasar kerja. Karena para pembela (hak perempuan) berfikir bahwa jika perempuan mempunyai kebebasan ekonomi, maka laki-laki tidak bisa menindasnya. Dari sisi lain, pada periode tersebut masalah perindustrian, dan perluasan pabrik-pabrik dan semacamnya dimulai. Selanjutnya pusat-pusat buruh menginginkan supaya para pemilik pabrik memanfaatkan posisi ini secara sempurna dan supaya memahami bahwa para perempuan berangsur-angsur memasuki pasar kerja. Dan tentunya bisa memanfaatkan mereka dengan upah yang lebih sedikit. Lalu para investor besar menyambut pemikiran ini. Dalam kancah ini tentunya para perempuan itu sendiri merasakan bahwa mereka menemukan pemasukan dan upah, dan ini merupakan sebab-sebab kesenangan bagi mereka. Lupa bahwa sebagian pekerjaan-pekerjaan ini tidak selaras dengan para perempuan dan penciptaan khususnya. Kesimpulannya para pemilik perusahaan yaitu para lelaki yang dulu mengeksploitasi para perempuan ini di rumah, di dalam perusahaan para perempuan juga dikuasai. Di samping itu, para lelaki memanfaatkan para perempuan untuk menarik pembeli. Dengan inilah, para perempuan ditarik ke kantor-kantor, media-media iklan, bioskop dan theater-theater, sehingga memenuhi kenikmatan para lelaki. Pada akhirnya, efek persamaan perempuan dan laki-laki ini sebagaimana yang kita saksikan sekarang di dunia barat. Di barat keluarga sungguh telah hancur. Kendatipun tidak secara umum, namun sungguh keluarga disana sangat bermasalah. Pada saat saya pergi ke Australia, mereka mengatakan bahwa persentase tinggi pernikahan berakhir dengan perceraian. Anak-anak yang tidak sah banyak sekali, perceraian, kehidupan laki-laki dan perempuan lajang banyak dan permasalahan-permasalahan menekan. Misalnya disana anak haram adalah sesuatu yang jatuh dari kejelekan sama sekali bukan hal yang buruk.

Terkadang mereka bergurau dan saling mengatakan: “Engkau anak haram” sama sekali tidak ada masalah juga. Barat, hingga sekarang akibat pergerakan yang dimulai menemukan kondisi yang sangat jelek. Bahayanya disini dengan adanya komunikasi yang cepat dimana negara-negara menjadi dekat dan kejadian yang terjadi di suatu tempat juga merambat ke tempat-tempat lainnya.

Saya disini akan menjelaskan kondisi kita sendiri pada saat sebelum Revolusi Islam. Pada saat itu para perempuan di Iran sama seperti tempat yang lain di bawah penindasan. Mereka membuat batasan-batasan yang tidak benar bagi mereka. Namun amat disesalkan sebagian mengatasnamakan agama Islam sementara sama sekali tidak berhubungan dengan Islam. Hingga pergerakan yang bermula di Eropa melalui buku-buku, tulisan-tulisan serta alat-alat komunikasi sedikit-sedikit meluas di Iran. Dan mereka memulai pergerakan dengan dilindungi rezim terdahulu dengan nama “Pembelaan atau hak-hak perempuan.” Sama persis seperti pergerakan di Eropa, disini juga dimulai persoalan yang diperbincangkan pada saat itu adalah persamaan hak-hak dan kebebasan para perempuan yaitu sesuatu yang diperbincangkan disana, mereka juga membawanya kesini. Mereka menarik para perempuan kepada tanpa ikatan dan batasan dan menghilangkan hijab.

Pada saat itu selengkapnya laki-laki berusaha untuk menjaga kondisi terdahulu di rumah-rumah mereka. Oleh karena itu perilaku mereka dengan istri-istrinya persis sama seperti yang dulu yang jelek. Mereka sangat fanatik. Sekelompok yang memihak kondisi ini juga sama dengan kelompok tersebut. Kebebasan merajalela dan fondasi keluarga sangat terancam, sampai Allah Swt. menganugerahkan dan muncullah Revolusi. Apabila Revolusi tidak muncul, yang pasti kami mungkin tidak persis sama seperti barat, namun bagaimanapun juga kondisi para perempuan dan sosial kita sangat menjadi buruk.

Setelah revolusi, tentu saja tanpa publikasi-publikasi yang banyak dan atau batasan-batasan, para perempuan itu sendiri dalam suatu bagian menjaga hijab. Yang jelas, kondisi telah sangat baik. Imam Khomeini Rahmatullâh ‘Alaihi membawa para perempuan ke kancah sosial dengan petunjuk-petunjuknya yang penuh hikmah. Mungkin apabila yang menyetir bukan Imam, maka para perempuan tidak akan begitu cepat beraktifitas dalam masyarakat. Imam dalam ceramah-ceramahnya memotivasi mereka. Misalnya dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan perang, beliau sangat memotivasi mereka, sehingga berangsur-angsur keluar dari tradisi-tradisi fanatik yang sama sekali tidak mengizinkan pawa perempuan untuk keluar ke masyarakat.

Kesempatan dan suasana ini sangat bagus, karena dalam suasana ini mereka yang tadinya mempunyai kebebasan yang tidak logis relatif senang. Ini disebabkan karena mereka menemukan kebebasan beraktifitas dan hadir dalam masyarakat. Mereka juga yang memiliki batasan karena kefanatikan para lelaki dan terkadang mengatasnamakan Islam, datang ke masyarakat dan kira-kira muncul sisi yang baik bagi para perempuan untuk sampai kepada hak-haknya yang sesungguhnya dan selamat dari persoalan-persoalan tersebut. Namun mungkin situasi ini tidak dipergunakan dengan baik. Karena selayaknya para perempuan berjalan dalam jalanannya yang sesungguhnya yaitu jalan yang ditentukan oleh Islam kepada mereka. Mereka harus masuk ke masyarakat dengan kesadaran dan memperoleh hak-haknya. Tetapi kebanyakan situasi tidak seperti ini. Pada saat itu banyak orang-orang yang fanatik. Mereka tidak membawa anak-anak perempuan mereka ke sekolah.

Jalan terbuka untuk pergi ke sekolah dan universitas, namun hanya pendidikan dan memperoleh jenjang ilmu juga tidak menyelesaikan dan tidak akan menyelesaikan persoalan perempuan. Yang pasti semua itu adalah baik. Tidak ragu lagi bahwa para perempuan harus melanjutkan pendidikan, bebas memberikan suara, menjadi kandidat, masuk ke majelis dan kabinet serta pekerjaan-pekerjaan seni. Ini semua adalah bagus. Namun apakah persoalan para perempuan hanya ini semua? Atau pada saat ini sangat didorong supaya para perempuan berolahraga dan pada akhirnya mungkin harapan sebagian para perempuan adalah mengikuti kejuaraan di salah satu beberapa negara dan sukses serta menang dalam olah raga yang dipilih. Yang jelas, olah raga bagi para perempuan adalah boleh. Namun kelihatannya itu semua bukan masalah-masalah fundamenatal para perempuan. Para perempuan harus bergerak dalam jalanan yang sebenarnya dan mengambil haknya. Olah raga adalah profesi, menyelesaikan masalah apa dari masalah-masalah para perempuan?

Akibat pekerjaan-pekerjaan yang telah kita lakukan -yang sangat banyak dari pekerjaan tersebut tidak ada pertimbangan- , kita lalai terhadap dua topik: Salah satunya persoalan keluarga yang tidak kita perhitungkan. Sekarang apabila para perempuan melakukan pekerjaan ini, keluarga akan menjadi sedikit atau banyak?

Dalam perencanaan-perencanaan, kita sama sekali tidak berfikir tentang goncangan atau kokohnya fondasi keluarga. Sementara setiap acara harus kita paparkan dengan standar ini. Keluarga adalah sebuah realitas yang apabila kokoh, maka masyarakat juga kokoh. Tegaknya keluarga juga menguntungkan laki-laki dan perempuan. Apabila keluarga bergoncang, maka merugikan perempuan dan juga pria. Dengan penuh penyesalan, statisik talak tidak lebih sedikit dari yang dulu tetapi mungkin juga lebih banyak. Kendatipun sekarang Pemerintahan Islam dan dari segala sisi termasuk talak yang merupakan sesuatu yang halal yang paling dibenci oleh Islam harus menjadi paling sedikit, namun sangat disesalkan menjadi lebih banyak. Ini diakibatkan karena mentah dan ketidakmatangan. Saya melihat orang-orang yang harus menyelesaikan perselisihan-perselisihan keluarganya. Poin kedua dalam membahas hadirnya perempuan dalam masyarakat dan bekerjanya dia yang telah dilupakan adalah penciptaan khusus perempuan. Pekerjaan apa dari perempuan yang dia juga bisa melaksanakan dengan baik tugas-tugas yang ada dalam tabiatnya dan Allah Swt. letakkan dalam penciptaannya, dan juga bisa menjadi sumber efek dalam masyarakat dan bisa bekerja dengan baik. Semua itu harus diperhitungkan. Kita harus melihat pekerjaan apa yang sesuai. Apabila tidak dipertimbangkan, saya khawatir kita juga berangsur-angsur di masa depan akan menjadi dekat dengan nasib barat. Atas realitas ini, saya merasakan bahaya.

 

Tidak ada keharmonisan dalam dakwah dan pendidikan.

Amat disesalkan, kita dalam permasalahan-permasalahan budaya yang khusus untuk permasalahan-permasalahan para perempuan juga tidak punya. Kita tidak mempunyai organisasi dan komunikasi yang harmonis. Sementara apabila tidak harmonis, tidak akan memberikan hasil yang diinginkan bahkan kadang-kadang mempunyai hasil yang sabaliknya. Maksud saya dari keharmonisan adalah untuk ketekadan bulat kebudayaan, semua struktur harus harmonis:

Televisi, para penulis, majalah-majalah, penerbit-penerbit, para orator dan semuanya. Apabila semua pergi ke arah ini, maka mereka akan sukses dengan sangat baik. Sebagai contoh: Pada saat “Perang Terpaksa” selama delapan tahun, kita telah mempublikasikan budaya jihad dan kesyahidan dan kitapun juga sukses. Dalam peperangan itu, mengambil dari Imam supaya semua aparat dan semua Rohaniawan dan Orang-orang yang terlibat dalam urusan-urusan budaya satu suara. Oleh karena itu, dengan adanya semua persoalan-persoalan, kita sukses dengan mengagumkan dan mampu mengalahkan kekuatan-kekuatan yang berada dibalik Shaddam kendatipun kita dengan tangan kosong dan kita sendirian. Sebab/faktor kemenangan ini adalah kita telah melakukan pekerjaan budaya, semua nilai, jihad dan kesyahidan. Pemuda pada saat pergi ke front peperangan, dia menyambut kesyahidan. Dalam front-front peperangan, terlihat budaya kesyahidan. Di mimbar-mimbar dibicarakan pidato-pidato, kata-kata pujian kepada orang yang tiada, syiir dan lain-lain  tentang pengorbanan, jihad dan pendekatan kepada Allah. Beberapa saat yang lalu dalam shalat jum’at saya mengatakan ditujukan kepada orang-orang yang melantunkan pujian-pujian kepada orang yang tiada bahwa pada tahun-tahun melawan rezim yang terdahulu, pujian dan syiir berkenaan dengan Imam Husein as mempunyai warna yang lain. Sungguh syiir-syiir berubah dan dalam jalan kesyahidan dan masalah-masalah seperti ini. Namun ketika peperangan usai, kembali lagi seperti keadaan yang lalu. Semua nilai-nilai dikesampingkan. Sekarang kalian lihat dalam koran-koran, media-media seni dan sastra kita, nilai apa dan hadiah diberikan kepada apa?

Sementara itu, jika seseorang ingin mempublikasikan kebudayaan, dia tidak akan sukses. Mengganti dan mempublikasikan kebudayaan memerlukan pergerakan menyeluruh dan kesatuan yaitu dengan cara paling sedikit tujuh puluh persen para pejabat dan struktur-struktur yang berkaitan bersama-sama dan tentunya tiga puluh persen juga akan mengikutinya. Sangat disesalkan, dalam budaya kita sama sekali kita tidak mempuyai persoalan seperti ini dan kita tidak melakukan hal ini. Pada awal-awal kemenangan revolusi, tanpa kita ancam atau kita ingatkan, para perempuan secara keseluruhan akibat gelombang revolusi menerima hijab dengan ikhtiar mereka. Namun kita harus meggunakan kesempatan ini, dan dengan keharmonisan dakwah dan pendidikan, kita hidupkan dasar-dasar kebudayaan hijab dalam masyarakat. Perempuan harus percaya bahwa hijab menguntungkannya. Karena kita melihat bahwa nilai ini datang sendiri, maka kita tidak menghargainya. Sungguh penerimaan hijab dari pihak para perempuan dengan kondisi yang mereka miliki pada zaman yang lalu merupakan satu mukjizat. Baik, di zaman ini, berapa banyak yang bisa kita lakukan untuk pekerjaan budaya dan kita tidak melakukannya? Setelah gelombang revolusi, lalu periode perang juga telah berlalu dan lagi-lagi kita tidak melakukan pekerjaan.

Pelaksanaan kebudayaan yang harmonis sangat penting. Dalam masalah-masalah yang juga kalian katakan, realitas permasalahan adalah para pejabat kebudayaan harus bersatu tekad dimana berkenaan dengan para perempuan apa yang harus kita lakukan? Mereka harus pergi ke arah mana? Sesuatu apakah yang bernilai bagi mereka? Jika hal ini dilakukan, mereka menerima dengan sangat mudah dan memilih jalannya sendiri. Kita yang mestinya melakukan pekerjaan-pekerjaan yang harmonis, namun kita melakukan pekerjaan yang kacau balau dan sesuai selera. Sementara bidang-bidang kebudayaan seperti shalat jum’at, koran-koran, buku-buku, bioskop dan tempat-tempat yang lain menjadi kancah pelanggaran selera. Perbedaan selera dan ketidakharmonisan inilah yang memicu kelambanan pelaksanaan budaya.

 

Apakah kedudukan keluarga dalam sistem pendidikan dan sistem hukum-hukum Islam adalah dasar dan hal yang tidak berubah yang sama sekali tidak bisa dihapus?

Jawaban: Keluarga termasuk permasalahan-permasalahan sulit sosiologi. Dan kajian yang sempurna tentang itu membutuhkan pembahasan-pembahasan yang luas. Namun saya akan memaparkan dengan singkat. Pentingnya sebuah keluarga tidak tertutup bagi siapapun dan para Sosiolog juga mengakui akan hal itu. Pusat keluarga merupakan tempat terbaik dan paling aman untuk ketenangan dan ketentraman istri dan suami dan dikenal sebagai tempat paling baik untuk mengasuh secara benar anak-anak.

Apabila keluarga baik, masyarakat juga akan baik. Dan jika keluarga hancur, kita juga tidak akan memiliki masyarakat yang baik. Islam juga memperdulikan terhadap keluarga. Dan menyusun ketentuan-ketentuan, hak-hak dan hukum-hukumnya dengan bentuk supaya fondasi keluarga terjaga dan kokoh. Oleh karena itu, menjaga dan mengokohkan keluarga dalam Islam diterima sebagai suatu yang pokok. Namun hukum-hukum dan hak-hak keluarga dengan kondisi dan syarat-syarat kehidupan bisa beradaptasi dan terkadang berubah.

Ciri-ciri pokok perbedaan pandangan anda yang memiliki kedudukan agama dan hauzah dengan seluruh pandangan yang lain apa?

Jawaban : Sikap pembelaan orang-orang beragama terhadap hak-hak perempuan tidak bermula dengan bentuk program yang teratur, jelas penuh pertimbangan secara islami, memperhatikan penciptaan khusus perempuan dan keharusan menjaga serta mengokohkan fondasi keluarga. Dan tidak mengalami keselarasan yang sempurna. Tentu, diantara para pembela hak-hak perempuan terdapat beberapa sikap yang berbeda-beda dan terkadang bertentangan. Sekelompok dari  para intelektual yang menerima kondisi para perempuan barat mereka terus menyinggung topik kebebasan dan persamaan-persamaan hak-hak perempuan dan laki-laki. Dan tanpa memperhatikan penciptaan khusus perempuan dan keharusan menjaga dan mengokohkan fondasi keluarga, mereka berusaha menarik para perempuan muslimat kepada arah tersebut sebagaimana para perempuan barat yang terjebak dan mereka melihat kerugiannya. Ini adalah tindakan yang berbahaya. Sebaliknya, kelompok yang lain menjaga para perempuan dalam kondisi tradisional yang dahulu. Dan terkadang mereka menisbatkan mereka kepada Islam. Mereka tidak siap menerima pandangan Islam yang sesungguhnya tanpa fanatisme dan tidak memberikan kebebasan kepada para perempuan dalam batasan yang halal dan tidak memperdulikan hak-hak mereka. Namun saya menganggap kedua belah pihak adalah ekstrim. Saya berusaha dalam sikap-sikap saya berkenaan masalah-masalah perempuan untuk mengenal dan menjaga pandangan Islam yang sesungguhnya. Saya juga memperhatikan penciptaan khusus perempuan dan juga menjaga kemaslahatan fondasi keluarga. Maka moderat adalah ciri pokok pandangan saya.

 

Kedudukan perempuan menurut perspektif Islam bagaimana?

Jawaban: Kedudukan perempuan dalam Al-Quran dan Islam pada hakikatnya adalah kedudukan manusia itu sendiri. Sangat menarik bahwa seribu dan ratusan tahun yang lalu mereka menganggap perempuan biasanya sebagai jenis yang hina dan lemah. Hingga sebagian mereka meragukannya sebagai manusia. Islam sama sekali tidak menyinggung persoalan ini secara langsung, namun menjelaskan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan manusia. Maka sewajarnya manusia meliputi perempuan dan laki-laki serta keduanya. Oleh karena itu, untuk menjelaskan kedudukan perempuan kita harus mengkaji keududukan manusia menurut Islam itu apa. Permasalahan ini sendiri memerlukan pembahasan yang detail. Namun secara global saya paparkan bahwa Islam menganggap manusia adalah eksistensi yang istimewa dan lebih utama dari eksistensi-eksistensi materi yang tersusun dari badan dan ruh. Menusia adalah eksistensi yang kekal yang mempunyai tujuan dalam penciptaannya. Tujuan tersebut adalah kesempurnaan jiwa dan kebahagiaan dalam kumpulan kehidupan, khususnya kebahagiaan ukhrawi. Islam menganggap bahwa manusia adalah eksistensi yang utama yang merupakan makhluk paling mulia. Dan dengan sebab kemuliaannya, diletakkan juga tanggung jawab-tanggung jawab di pundaknya. Yang pasti, ini merupakan globalnya permasalahan dan memerlukan kajian-kajian yang lebih detail. Dengan penjelasan ini, kedudukan perempuan juga akan jelas.

Persoalan ini ditegaskan dalam Al-Qur’an dan Hadis-hadis diantaranya dalam ayat yang mulia ini:

“Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan.”

Dalam ayat ini, Allah Swt. berfirman: “Kami muliakan anak-anak Adam” yaitu kami mengangkat kedudukan mereka dari semua keberadaan materi.

-Para perempuan adalah anak-anak adam begitu pula para lelaki-lelaki.- Dan kami sediakan bagi mereka di daratan dan di lautan alat mengangkut dan kami menyediakan untuk rezeki mereka makanan-makanan yang bersih dan kami mengutamakan mereka atas kebanyakan keberadaan-kebaradaan yang utama. Yang jelas, mayoritas Ahli tafsir mengatakan: Mungkin selain keberadaan-keberadaan materi hingga selain para malaikat juga terdapat keberadaan-keberadaan tinggi yang lain dimana kelebihutamaan manusia atas kebanyakan dari mereka adalah jelas. Namun dari sebagian ayat-ayat dan riwayat-riwayat disimpulkan bahwa manusia juga lebih utama dari malaikat-malaikat.

Maka jelas bawa mayoritas yang mana manusia tidak lebih utama dari mereka, kemungkinan adalah keberadaan-kebaradaan yang lebih tinggi yang khusus. Bagaimanapun juga, maksud kami menyebutkan ayat ini adalah menjelaskan keutamaan anak-anak Adam atas kebanyakan eksistensi-eksitensi. Dan dalam kebenaran subyek anak-anak adam, perempuan dan laki-laki adalah sama.

Apabila perempuan tidak utama, maka akan dikatakan (dalam ayat) “Kami mengutamakan orang-orang lelaki.”

Ayat yang lain juga ada. Allah berfirman: “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. “

yaitu bentuk badan dan ruh manusia adalah sebaik-baiknya fisik dan bentuk. Para Ahli Tafsir menyatakan berkenaan dengan “sebaik-baiknya” bahwa pekerjaan-pekerjaan yang banyak timbul dari manusia yang tidak terdapat pada seluruh keberadaan sampai pekerjaan-pekerjaan timbul dari manusia dimana para malaikat tidak mampu melakukannya. Disini yang disingung juga “manusia” dan bukan laki-laki. Perempuan juga seperti laki-laki, sama dalam bagian-bagian ini. Dalam topik penciptaan Nabi Adam, ceritanya secara umum dalam Al-Qur’an terperinci dimana Allah Swt. berfirman kepada para Malaikat  “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Namun Khalifah tersebut bukan hanya laki-laki tetapi manusia, yaitu anak-anak adam dan semua manusia dalam sepanjang sejarah adalah khalifah Allah. Dan dalam sisi ini, perempuan dan laki-laki tidak berbeda. Nilai yang ditemukan oleh Nabi Adam dan dia bisa memahami asma’ (nama-nama/benda-benda) yang diajarkan oleh Allah Swt kepadanya disebabkan karena sisi kemanusiaan Nabi Adam dan bukan karena sisi kelakiannya. Karena dia manusia, dia mampu memahami persoalan ini dan menjawabnya. Perempuan juga demikian. Ketika para Malaikat melihat Nabi Adam menjawab dan diri mereka tidak bisa menjawab, mereka bersujud dan tunduk terhadap Nabi Adam. “Lalu para Malaikat semuanya bersujud.”

Pada hakekatnya, sujudnya para Malaikat terhadap kemampuan dan kekhususan ini. Perempuan dan laki-laki tidak berbeda dalam bagian ini. Mungkin seseorang akan berkata: Dengan memperhatikan bahwa Al-Qur’an dalam beberapa ayat yang berbeda-beda memaparkan sebutan “Adam” seperti: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya”[103]

“Dan (ingatlah) ketika kami berfirman kepada para Malikat: “Sujudlah kamu kepada Adam”[104],  dan sebutan Adam juga Khusus pribadi  tersebut dan laki-laki khusus yang dituju dan digunakan sebagai satu kata benda nama diri selain istrinya seperti: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini.”[105]

Sekarang, generalisasi pengertian ini yaitu sebutan “Adam” kepada “Manusia” bagaimana bisa digunakan? Dalam menjawab harus dikatakan: Benar bahwa disini yang dituju adalah Nabi Adam. Namun Adam terkadang ditujukan sebagai sisi laki-laki dan kadang sebagai sisi manusia. Disini sebagai manusia. Bukannya Allah ingin menjadikan seorang laki-laki atau seorang manusia khusus sebagai khalifah-Nya. Yang menyebabkan dia memahami Asma’ (nama-nama atau benda-benda) adalah ruh Adam dan yang menyebabkan para malaikat bersujud padanya adalah kepribadian Adam dan bukan seorang dan atau jenis. Disamping itu dalam sebagian ayat-ayat Al-Qur’an terdapat juga sebutan “Anak-anak Adam”

Oleh karena itu, pemahaman yang dilontarkan oleh para Malaikat dalam bentuk pertanyaan tentang mahluk baru ini berdasarkan: “Mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah”  pada hakekatnya pemahaman mereka adalah spesies / jenis manusia, bukan pribadi Nabi Adam yaitu pemahaman mereka karena anggapan eksistensi ini adalah materi. Eksistensi materi bisa saja rusak. Dan itulah kerusakan yang mereka perkirakan terhadap kedua jenis tersebut. Dan sesuatu yang bisa menampakkan kepribadian dirinya sungguh adalah kemanusiaannya itu sendiri. Islam yang sama sekali tidak memisahkan perempuan dan laki-laki adalah persoalan yang sangat menarik. Yaitu perkara ini adalah suatu yang pasti (tak bisa disangkal) yang sama sekali tidak bisa dibahas. Khususnya pada masa-masa itu yang sebagian meragukan perempuan sebagai manusia. Islam memandang tidak perlu mempertahankankannya. Sama sekali kita tidak memiliki bukti bahwa Islam mengatakan perempuan juga manusia karena hal ini adalah pasti. Yang menarik adalah kita tidak menemukan dalam semua Al-Qur’an walaupun satu ayat yang menganggap bahwa perempuan lebih rendah dari laki-laki dan kurang serta lemah dalam akal atau dalam pekerjaan-pekerjaan sosialnya. Al-Quran sama sekali tidak mencela perempuan sebagai seorang perempuan. Dalam sebagian tempat, Al-Qur’an mencela perempuan, namun bukan karena dia sebagai perempuan tetapi kerena perbuatannya sebagai mana laki-laki yang juga dicela oleh Al-Qur’an karena perbuatannya.

 

·  Apa tanggung jawab-tanggung jawab tertentu yang diletakkan Islam di pundak perempuan dan pria dengan bentuk yang sama ?

Jawaban: Manusia diantara semua mahluk Allah adalah eksistensi yang istimewa. Salah satu tanggung jawabnya adalah menjaga spesiesnya sehingga tetap ada. Karena manusia adalah bukan eksistensi-eksistensi yang apabila musnah, maka tidak begitu berbahaya kepada apapun. Manusia adalah eksistensi-eksistensi sempurna yang paling mulia dan tujuan penciptaan. Oleh sebab itu, maka tugas pertama yang diletakkan diatas pundak anak-anak Adam adalah memproduksi dan memperbanyak keturunan dan kekekalan dari mereka. Yang jelas, Allah menjadikan medianya yaitu naluri seksual dalam diri perempuan dan laki-laki. Allamah Thabathabai dalam tafsirnya mengatakan: Pemenuhan daya seksual pada manusia adalah rahasia yang tersembunyi diatas realitas dimana Allah menginginkan supaya manusia mengekalkan keturunannya. Dan tugas ini diletakkan pada pundak kedua perempuan dan laki-laki. Dan keduanya adalah sumber kelanggengan keturunan. Al-Qur’an juga menyebutkan persoalan ini sebagai contoh dalam ayat, “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan”

Pertama: Bahwa Allah menjadikan “Manusia” sebagai orang kedua yang meliputi perempuan dan laki-laki dan setelah itu, Allah berfirman: “Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan.” Disini juga Allah menyebutkan keduanya secara bersamaan dan mereka tidak berbeda dalam sisi ini. Dan diakhir ayat Allah berfirman: “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sini Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu.”[106] Disini juga tidak ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki sebagai mana laki-laki bisa menjadi orang yang bertakwa, perempuan juga demikian. Sebagaimana halnya keduanya bisa menyimpang.

Tanggung jawab bersama kedua yang diletakkan kepada manusia adalah dia harus menyempurnakan dirinya, dan menggunakan dunia ini untuk akherat serta harus memperbaiki dunia dan akheratnya. Kesempurnaan jiwa ini, perjalanan spritual dan kesempurnaan dalam kehidupan dunia dan akherat adalah tanggung jawab bersama yang diletakkan di pundak semua manusia. Perempuan dan laki-laki dalam hal ini adalah sama. Kita mempunyai beberapa ayat yang banyak. Berkenaan dengan ini dan kami akan menjelaskan beberapa persoalan:

“Barang siapa yang mengerjakan amal soleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.”[107]

          Kehidupan yang baik dunia dan akhirat adalah bersama-sama. Kehidupan dunia dan akhirat tidak berpisah. Dan di dunia ini yang memasuki kehidupan yang baik, maka di akhirat dia akan melanjutkannya. Dalam sambungan ayat Allah berfirman: “Dan sesunggunya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”[108]

Disini juga kalian perhatikan yang menjelaskan bahwa apabila setiap dari perempuan dan laki-laki melakukan pekerjaan ini, maka akan diberikan kepada mereka kehidupan yang baik.

Dan dalam ayat yang lain: “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal diantara kamu baik laki-laki  atau perempuan. (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.”[109]

Dan kalimat terakhir ini menarik dimana “Sebagian kalian dari sebagian yang lain” bisa dikatakan yaitu sebagian orang-orang laki-laki dari para lelaki atau sebagian para perempuan dari bagian para perempuan atau sebagian para lelaki dan sebagian para perempuan dari satu sama lain. Bagaimanapun juga, ayat ingin mengatakan bahwa perempuan dan laki-laki dalam sisi ini tidak berbeda. Semua kalian bersama dan kalian harus melanjutkan kehidupan ini dan bekerja sama dalam mencapai tujuan dan kesempurnaan insani.

          Dalam Al-Qur’an sebagaimana halnya memuji sebagai orang-orang laki-laki disebabkan iman dan perbuatan saleh, juga memuji sebagai para perempuan saleh. Misalnya pujian yang sangat menarik dan indah terhadap Sayyidah Maryam: “Dan (ingatlah) ketika Malikat (Jibril) berkata: ”Hai Maryam, sesunggunya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala perempuan di dunia (yang semasa dengan kamu).”[110]

Ini adalah sangat utama atau seperti Asiyah istri fir’aun juga demikian. Didalam Al-Qur’an, dia diagungkan: “Dan Allah membuat istri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.”[111]

Yang menarik bahwa Allah Swt memberikan perumpamaan istri Fir’aun sebagai teladan bagi mukmin, yaitu bagi semua para lelaki dan perempuan mukmin. Allah ingin berfirman kepada mereka: “Lihatlah perempuan ini yang sampai kepada kedudukan seperti ini.” Ini sangat utama bahwa Al-Qur’an menjadikan seorang perempuan teladan sebagai contoh yang baik bagi para lelaki.

          Salah satu keistimewaan dan tugas-tugas bersama yang dimiliki oleh manusia adalah menuntut ilmu dan pengetahuan. Allah Swt menciptakan manusia supaya bisa mencari ilmu yang bermacam-macam baik yang rasional mapun eksperimen. Dan kemuliaan manusia juga disebabkan ilmunya. Nilai manusia dengan ilmu. Perempuan dan laki-laki  dalam sisi ini tidak mempunyai perbedaan. Sebagaimana halnya Allah Swt memberikan potensi mencari ilmu kepada para lelaki, Dia juga memberikan potensi ini kepada para perempuan. Dan tidak ada perbedaan dalam sisi ini. Permasalahan bahwa potensi diberikan kepada keduanya menujukan dia harus menggunakan potensi tersebut. Setiap suatu yang diberikan oleh Allah kepada manusia, juga terdapat tujuan baginya yang diperkirakan. Jika diputuskan bahwa hendaknya para perempuan tidak pergi untuk mencari ilmu dan mereka bersama dengan para lelaki dalam sisi ini. Disamping itu kita melihat dalam Al-Qur’an dimanapun ilmu di puji, tidak diberikan keistemewaan yang khusus kepada para pria dan para perempuan juga memiliki keistimewaan ini. Di dalam riwayat-riwayat, perintah untuk mencari sangat banyak. Seperti riwayat terkenal yang di sabdakan oleh Nabi Saw, “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim.”

          Seperti yang telah saya kemukakan bahwa dengan ungkapan “Muslim”, laki-laki dan perempuan dihitung semua. Disamping itu dalam sebuah riwayat terdapat “Kewajiban bagi setiap muslim dan “muslimat” (al-hadis). Namun apabila kata ”muslimah” juga tidak ada, maka untuk maksud ini sudah cukup.

“Ketahuilah bahwa Allah Swt mencintai orang-orang yang mencari ilmu.“ (Al-Hadis)

Disini saya anggap perlu mengatakan secara general: Apabila perempuan dan laki-laki keduanya mempunyai potensi menuntut ilmu dan apbila Islam menginginkan tugas ini dari keduanya dan apabila Al-Qur’an tidak membedakan antara perempuan dan laki-laki maka salah satu pekerjaan penting yang harus diperhatikan oleh para perempuan adalah menuntut ilmu dan menyempurnakan pengetahuan dirinya. Para perempuan harus berusaha mengambil haknya yang telah diberikan oleh Allah. Dengan ilmu dan pengetahuan inilah manusia mencapai peradaban, perkembangan dan peningkatan. Dan para ilmuan menyampaikan manusia kepada kedudukan peningkatan dan kesempurnaan. Tanggung jawab pekerjaan ini di pundak manusia. Perempuan dan laki-laki sama-sama tidak berada. Kira-kira separuh dari kumpulan komonitas adalah para perempuan. Mereka harus berusaha dalam kapabilitasnya karena separuh komunitas kita adalah perempuan. Tentunya, separuh Universitas-universitas, sekolah menengah, sekolah-sekolah permulaan adalah perempuan. Maka lebih baik mereka sendiri yang mengatur semua pilar-pilarnya yaitu dari sopir, pelayan, sekertaris, pengajar, dosen semuanya diambil dari para perempuan. Karena separuh komonitas kita adalah perempuan maka separuh dari rumah sakit-rumah sakit, laboratorium dan semua pusat-pusat yang berkaitan dengan jurusan ini harus bergantung kepada para perempuan. Sebagaimana halnya para lelaki membutuhkan, para perempuan juga demikian. Sangat pantas para perempuan dalam bidang-bidang ini melakukan sendiri. Yaitu: dosen, dokter, spesialis, perawat, satpam, sopir dan semua elemen-elemen lainnya dari diri mereka sendiri dan tidak butuh kepada para lelaki. Separuh dokter-dokter di Iran harus perempuan bahkan separuh juga lebih karena para perempuan biasanya yang sering merujuk kepada dokter. Dalam jenjang-jenjang yang tinggi, dalam spesialis dan diatas spesialis juga separuh dari dokter-dokter kita harus perempuan. Di salah satu negara barat, salah satu mahasiswa kita istrinya sedang hamil muda. Dia mengatakan: Istriku tidak mau apabila laki-laki yang melakukan persalinannya. Pada saat saya mengatakan kepada pimpinan rumah sakit tentang pokok permasalahan, mereka mengizinkan dokter spesialis dan semua pelayanan dari para perempuan dan semua pekerjaan dilakukan oleh para perempuan. Betapa bagus dan mulianya seorang perempuan mengganggap dirinya lebih tinggi dari pada laki-laki yang memeriksanya. Ini adalah realitas-realitas yang harus dicari oleh para perempuan itu sendiri.

Para perempuan juga perlu belajar masalah-masalah agama, Fikih, Hukum-hukum, Akidah. Separuh pusat-pusat keagamaan kita harus dalam otoritas para perempuan. Separuh para orator perempuan. Mereka sendiri harus mempunyai majelis-majelis pelajaran, kajian, ceramah untuk diri mereka. Kebetulan, mereka lebih memahami bahasa dan keperluan-keperluan satu sama lain. Dan pembicaraan mereka lebih berpengaruh satu sama lain. Dan betapa indahnya apabila para perempuan berkata: “Kami sendiri yang terampil dan independen. Dan kami ingin berdiri sendiri dalam urusan-urusan agama. Dari kami sendiri yang mendidik dan memenuhi pengajaran, Mujtahid dan semua orang-orang yang spesialis yang di butuhkan dari jurusan ini.

 

Kami mengkaji, menulis buku, berpidato dan kami sendiri yang mengatur semua ! “Mengapa semua para perempuan tidak bisa melakukan hal ini?

          Hingga dalam spesifikasi Marja’iyah agama dan fatwa harus dikatakan sebagai mana halnya para perempuan dengan memiliki sejarah-sejarah dan kelayakan-kelayakan, dia bisa menjadi dokter yang ahli dan tempat rujukan pengobatan penyakit, dalam bidang marja’iah Agama juga bisa seperti itu. Marja’iah mempunyai permasalahan-permasalahan yang bermacam-macam dan syarat-syarat tertentu. Dan standarnya seorang Marja’ adalah ahli Fikih, bertakwa, adil dan semua ciri-ciri yang bisa mengambil istinbath permasalahan dengan baik. Sekarang, apabila seorang perempuan sampai pada tingkat ini yang bisa mengistinbathkan permasalahan-permasalan, maka bukan halangan. Namun jika mereka tidak sampai pada standar dan syarat-syarat tersebut, sewajarnya apabila terdapat seorang laki-laki yang lebih Faqih, maka haru bertaklid padanya.

Mengapa kita tidak mempunyai perempuan-perempuan pelajar yang cukup dimana di sebagian tempat-tempat, dengan terpaksa para lelaki harus mengajar di sekolah-sekolah menengah putri kita? Mengapa perempuan harus menjadi sekretaris dan lelaki menjadi dokter? Seharusnya seorang dokter spesialis adalah perempuan begitu juga sekretarisnya. Mereka sendiri yang menjamin injeksi dan semua pelayanan-pelayanan. Tidak ada alasan seorang perempuan harus menjadi sekretaris seorang dokter laki-laki. Atau misalnya dalam proses operasi harus menjadi pembantunya. Kedudukan seorang perempuan adalah dia harus berjalan lebih tinggi dari batasan ini.

Bukannya merasa puas misalnya menjadi perawat di rumah sakit. Benar bahwa menjadi perawat adalah pekerjaan mulia dan lebih baik dibuat dari perempuan. Namun apakah spesialis dalam ilmu kedokteran tidak dibuat dari perempuan?

Kita mempunyai banyak para perempuan yang penuh potensi. Mereka harus mencari pekerjaan-pekerjaan ini yang memberikan kepribadian terhadap mereka. Sangat bagus, komunitas para perempuan bekerja yang menonjolkan kepribadiannya menghadapi para lelaki. Jika mereka ingin, mereka bisa.

Saya melihat perempuan-perempuan yang sangat hebat dalam ilmu pengetahuan dan pelbagai pekerjaan. Dan juga lebih baik dari pada para pria. Sangat disesalkan terkadang para pria disebabkan karena rasialisnya tidak membiarkan perempuan sampai kepada jenjang yang lebih tinggi. Saya mendengar misalnya dalam masalah spesialisasi, dokter-dokter lelaki tidak setuju seorang perempuan belajar spesialisasi di sisi mereka. Karena mungkin mereka menyangka bahwa dengan spesialisasinya besok dirinya akan tersingkir. Menurut pandangan saya yang berdasarkan statistik kita, kita harus menerima lebih sedikit para mahasiswa lelaki dalam jurusan-jurusan kedokteran. Dan sebagai gantinya kita harus menerima lebih banyak para mahasiswa putri untuk jurusan-jurusan ini sehingga seimbang dalam jenjang publik, spesialisasi dan diatas spesialisasi. Kemudian para perempuan bisa berkata: kami mencari kemandirian diri kami dan sekarang sungguh kami telah mandiri.

Perkembangan dan kemandirian bukan dengan pergantian misalnya kita kesini dan kita berolahraga.

Olah raga adalah sesuatu yang baik. Namun ini adalah mempermainkan perempuan-perempuan yang mendorong mereka berolahraga secara berlebihan. Karena perempuan dari segi ini seperti laki-laki dan dia sendiri bisa berolah raga. Tidak bernilai jika kalian mengungkit kebaikan kepada para perempuan karena kalian mengizinkan mereka berolah raga. Apabila mereka menjadi seorang spesialis dan pemikir, baru bernilai.

Saya juga merasa heran terhadap para perempuan yang kadang-kadang mengabaikan hak dan nilai dirinya dan mencari hal-hal ini. Mereka harus mengatakan: Izinkan kami bekerja. Namun bekerja dimana? Hanya sebatas pekerjaan-pekerjaan rendah misalnya sekretaris seorang dokter laki-laki? Nilai perempuan bukan hanya ini. Berkenaan dengan kerohanian dan Hauzah juga seperti ini. Sungguh saya katakan, apabila kita melakukan hal ini secara benar, apabila kita memprogram dengan benar, separuh para pelajar agama harus perempuan. Namun jelas mereka harus membaca pelajaran-pelajaran tertentu yang sesuai bagi mereka dan bisa mandiri juga di dalam bidang ini, serta memiliki spesialisasi-spesialisasi khusus untuk diri mereka. Yang pasti persoalan ini perlu dikaji. Kendatipun para perempuan berhak mengambil semua jurusan keilmuan namun apakah untuk kemaslahatan para perempuan dan semua komunitas jika para perempuan sibuk dalam semua jurusan. Apakah sebagian jurusan tidak memiliki prioritas dan kesesuaian yang khusus? Bagaimanapun juga, kita tidak boleh mengabaikan kewanitaan seorang perempuan dan kondisi khusus perempuan dan keluarga hingga masyarakat.

Mengapa anda menekankan jurusan-jurusan kedokteran dalam pekerjaan para perempuan?

Jawaban: Saya menekankan jurusan-jurusan kedokteran dan bagian-bagiannya untuk para perempuan disebabkan karena jurusan-jurasan selalu menjadi kebutuhan bagi semua. Dan keharusan mendiagnosa penyakit, kebanyakan dilakukan pemeriksaan dokter yang terkadang mengharuskan penglihatan hingga penyentuhan tubuh pasien. Islam menganggap bahwa melihat dan menyentuh badan selain muhrimnya adalah haram bagi perempuan dan laki-laki. Karena ini adalah faktor penyimpangan. Maka harus dibuat syrat-syarat yang perlu untuk mencegah penyimpangan ini sehingga hukum-hukum Tuhan dan kemaslahatan-kemaslahatan yang dipandang oleh Islam dengan mudah bisa dilakukan dan dipenuhi.

Beberapa waktu yang lalu salah seorang mahasiswa semester akhir kedokteran dengan sangat sedih datang kepada saya dan berkata, “ Saya ingin mengubah jurusan saya.” Saya bertanya, “Mengapa?” diapun menjawab, “ Setelah selesai pendidikan jika saya ingin menolak para perempuan yang sakit, maka itu problem, dan jika saya menerimanya maka melakukan pemeriksaan mengakibatkan keharaman. Lebih baik dari sekarang saya merubah jurusan saya dan selamat dari problem ini.”

          Para perempuan sendiri juga memiliki permasalahan ini. Mereka yang patuh beragama dan ingin menjaga urusan-urusan keislaman maka semakin dalam kondisi darurat mereka tidak bisa merujuk kepada dokter laki-laki. Selama di kota terdapat dokter perempuan dan bisa memerisa, maka para perempuan secara syariat tidak bisa merujuk kepada dokter laki-laki. Dokter laki-laki juga tidak berhak dalam syarat-syarat ini memeriksa para perempuan. Dengan memperhatikan persoalan ini, saya merasa bahwa dalam bidang ini lebih dibutuhkan supaya para perempuan hadir serius dan aktif serta mandiri.

           Hukum-hukum Islam menyediakan syarat-syarat supaya individual dan masyarakat dalam perjalanan tinggi kemanusiaan tidak mengalami hambatan, stagnasi dan penyimpangan dan tidak menemukan halangan dalam jalan pengembangan dan peningkatan. Bagaimana juga watak perempuan dan laki-laki satu sama lain memiliki daya tarik.  Pada saat terjadi sentuhan dan kebersamaan yang tanpa kontrol akan muncul keinginan dan kecenderungan dalam diri individu atau mungkin akibat penyimpangan yang sangat jelek. Dan jika tidak meraihnya atau karena dia patuh beragama dan tidak ingin melakukan pelanggaran, akan timbul kegundahan jiwa padanya. Disamping itu, bisa menimbulkan efek-efek negatif lainnya. Mungkin saja seseorang akan kehilangan cinta dan perasaan yang dulu ada pada istrinya dan kehidupan keluarganya akan menghadapi masalah. Oleh karena itu Islam menekankan persoalan ini.

Hasil lain kemandirian para perempuan dalam urusan ini menyebabkan mereka bisa menetapkan dengan bebas kelayakan dan kepribadiannya dalam semua kalangan di lingkungannya. Disamping itu, para perempuan yang merujuk ke pusat-pusat independen milik mereka sendiri akan menemukan ketentraman jiwa yang lebih baik karena mereka mengetahui disana dari diri mereka dan mereka bangga dengannya. Dan disana mereka mempunyai ketenangan dan ketentraman. Misalnya pasien yang tidur di atas ranjang, dia akan tenang. Dia tidak akan mengira kapanpun seorang laki-laki sebagai perawat atau dokter yang mendatanginya. Dan para lelaki sendiri tidak akan was-was atau khawatir dengan hadirnya istri-istri mereka dan putri-putri mereka di lingkungan seperti ini. Ini akan lebih baik dan lebih indah bagi setiap masyarakat. Jika hal ini dilakukan, kita bisa juga memberi contoh hingga kepada negara-negara yang lain dan menetapkan kelayakan para perempuan.

 

Apakah pemisahan laki-laki dan perempuan yang dilakukan di sebagian pusat-pusat bisa diterima? Apakah pemisahan-pemisahan ini tidak menyebabkan sensitif yang melampaui batas antara perempuan dan laki-laki satu sama lain? Sebagian mengatakan bahwa rasa sensitif yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki dalam komunitas-komunitas Islam dalam budaya barat tidak begitu kuat. Ini disebabkan karena bentuk sikap dan batasan-batasan yang dijaga oleh syariat. Apakah anda menekankan pokok lebih kuatnya daya tarik antara perempuan dan laki-laki dalam komunitas-komunitas ketimuran dan Islam sementara anda juga mengetahui faktornya adalah ini?

Jawaban: perempuan dan laki-laki satu sama lain memiliki daya tarik. Dan jika daya tarik ini tidak mempunyai dasar, biasanya menyebabkan kepada hubungan-hubungan yang tidak halal dan kerusakan-kerusakan moral dan sosial. Namun di Barat karena tanpa ikatan yang sempurna menguasai hubungan antara perempuan dan laki-laki, maka mereka menganggap kerusakan-kerusakan ini bukan suatu kerusakan. Mereka sudah terbiasa dengan semua efek-efek yang jelek yang ditimbulkan oleh tanpa ikatan / norma dalam akhlak dan spiritual dan masyarakat. Dan bagi mereka sudah bisa. Terkadang jika manusia tidak melihat kesehatan, maka dia terbiasa dengan kekurangan dan ketidak lurusan. Nama realitas lain juga bisa dijelaskan disini adalah dari sisi pengaruh kondisi geografi dan daerah, dorongan naluri di lingkungan-lingkungan yang lembab lebih sedikit dibanding lingkungan-lingkungan yang panas dan kering.

          Pemisahan ini bukan diskriminasi, melainkan kemandirian. Dan kemandirian bukan berarti diskriminasi. Yang dulu adalah diskriminasi dan kami bermaksud untuk mencegahnya. Apabila para perempuan mandiri, maka menguntungkan diri mereka, dan mereka bisa menetapkan kelayakannya dalam urusan-urusan ini, dan berkembang dengan bebas. Di samping itu, bukan maksud saya para perempuan sama sekali tidak merujuk  kepada rumah sakit para lelaki. Dan sebaliknya, apa masalahnya jika para perempuan mandiri, misalnya bisa memiliki rumah sakit sendiri, Universitas Kedokteran dan lainnya, dan juga mandiri. Sementara jika seorang perempuan ingin merujuk kepada dokter laki-laki dan penyakitnya juga satu penyakit yang tidak perlu pemeriksaan dan sentuhan. Apa masalahnya dia merujuk?!. Sama sekali tidak masalah. Kami tidak mengatakan pemisahan seperti ini yang sama sekali satu sama lain tidak bisa melihat tetapi maksudnya adalah menjauhkan dari pemeriksaan-pemeriksaan yang di larang oleh syariat.

 

Apa pandangan anda berkaitan dengan seluruh jurusan-jurusan keilmuan?

Jawaban: Para perempuan memiliki potensi setiap bentuk pendidikan. Dan jika mereka ingin setiap jurusan, maka sama sekali tidak haram dan tidak ada larangan.  Dalam sisi ini tidak diragukan bahwa para perempuan bisa belajar setiap jurusan yang disukainya. Namun dengan memperhatikan bahwa pendidikan biasanya untuk pekerjaan, maka di sebagian jurusan menurut anggapan saya tidak sesuai bagi para perempuan. Yang pasti, saya tidak berkata haram. Namun saya anggap tidak sesuai. Karena setelah mereka ingin memperoleh pekerjaan, mereka akan menghadapi problem. Beberapa jurusan yang bekerja disana tidak sesuai dengan kondisi para perempuan. Seperti jurusan-jurusan berat keterampilan, pertambangan, navigasi dan semisalnya.

Pertama: Kecantikan dan kelembutan bagi para perempuan adalah nilai yang besar dan mereka semakin bisa menjaga kecantikan ini akan lebih sukses dalam kehidupan.

Apabila seorang ibu ingin mempengaruhi hati suaminya, maka dia harus berusaha menjaga kecantikannya. Sekarang, setiap spesialisasi memerlukan pemasukan. Namun kesegarannya mempunyai peran yang berpengaruh dalam keluarga. Hingga kita mempunyai riwayat, “Perempuan adalah laksana bunga dan bukan seorang yang gagah berani.” Dan ada riwayat-riwayat yang banyak menyatakan bahwa janganlah kalian menyerahkan pekerjaan-pekerjaan diluar kemampuan para perempuan. Oleh karena itu, para perempuan harus cukup memperdulikan untuk menjaga kecantikan dirinya. Yang pasti, tidak masalah mereka bekerja di masyarakat. Namun, sangat baik jika mereka berusaha mengambil pekerjaan yang tidak merusak kecantikanmya. Andaikan seorang perempuan menjadi insinyur dan pekerjaannya di padang pasir. Dalam hal ini, dia harus di sengat matahari, keringat bercucuran atau kedinginan dalam mengeluarkan tambang minyak dan semisalnya dengan semua permasalahan-permasalahan yang ada. Dalam kondisi ini maka kecantikannya akan sirna. Walaupun mempunyai pemasukan yang cukup bagus namun tidak mempunyai daya tarik bagi suaminya. Oleh sebab itu, saya menganggap bahwa pekerjaan-pekerjaan yang seperti ini tidak menguntungkan para perempuan dan pokok struktur keluaga. Kami berasumsi bahwa menjaga keluarga adalah pokok realitas dan kebutuhan masyarakat. Pusat keluarga merupakan tempat terbaik istri dan suami untuk mendidik anak. Memiliki anak adalah suatu realitas dan kebutuhan suami dan juga istri.

Para perempuan yang ingin melanjutkan pendidikan, harus melihat apakah pekerjaan masa depannya sesuai dengan kokohnya keluarga atau tidak, janganlah pekerjaan yang merusak keluarga dan tidak mensukseskannya dalam mendidik anak-anak.

          Realitas ini tidak bisa disangkal bahwa secara kwantitas, anak-anak lebih membutuhkan ibu dari pada ayah. Ayah lebih banyak memenuhi biaya kehidupan mereka. Namun  perasaan ibu, kesabaran dan metode pendidikannya sangat penting bagi anak. Ini bukan kekurangan. Tetapi kesempurnaan yang dimiliki oleh para perempuan.  Yaitu kesempurnaan perasaan. Dan dengan inilah mereka mampu menjaga anak-anaknya. Terdapat ungkapan yang menyatakan: Seorang ibu hingga dalam abu pun bisa mengurus anak-anaknya dimana ayah yang berada dalam kenikmatan tidak bisa melakukan pekerjaan ini. Para perempuan harus memilih jurusan yang bisa juga sampai kepada anak-anaknya. Apabila pekerjaan atau jurusan yang misalnya ingin berada di kapal selama enam bulan atau misalkan pergi berkeliling berhari-hari, maka wajar anak-anak akan menemukan kesulitan. Maka mereka harus memilih pekerjaan yang tidak merusak kecantikan mereka dan kokohnya keluarga serta pendidikan anak-anaknya.

Secara umum, menurut pandangan saya terdapat jurusan-jurusan yang sangat sesuai bagi para perempuan. Misalnya jurusan-jurusan pendidikan yang biasanya para perempuan dalam hal ini lebih baik dari pada para pria misalnya sekretaris, keguruan, psikologis, sosiologi, matematika, komputer dan semisalnya yang sesuai dengan tabiat dan kondisi para perempuan dan juga tidak menimbulkan masalah. Ini juga harus saya katakan bahwa pada sebagian waktu juga ada apabila para perempuan tidak bekerja, maka kehidupan tidak akan terurus. Di kalangan suku-suku atau di lingkungan desa, pertanian dan peternakan, para perempuan hingga terkadang lebih banyak bekerja karena kelambanan para pria. Disamping itu, mereka membantu pekerjaan-pekerjaan dalam rumah seperti menenun dan semisalnya. Yang pasti, bantuan-bantuan ini tidak masalah, dan bagus juga.

Dan hal itu harus dianggap sebagai salah satu kebaikan para perempuan. Namun saya berwasiat kepada pria, apabila bukan hal yang darurat, janganlah mereka menunggu dari para perempuan pekerjaan-pekerjaan yang merusak kesegarannya dan pendidikan anak-anaknya. Karena menurut perspektif Islam, perempuan laksana kemangi dan bunga dan tidak boleh memaksanya melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berat di luar kemampuannya.

Saya berwasiat kepada para pria yang menguntungkannya supaya tidak meminta kepada para perempuan untuk masuk ke dalam pekerjaan-pekerjaan yang berat. Namun jika mereka ingin bekerja dan menjaga dasar-dasar syariat dan hijab, maka tidak masalah.

Sepatutnya dari pihak pemerintah dan semua instansi-instansi terkait, pelaksanaan-pelaksanaan budaya dan laiinnya dilakukan dimana pekerjan-pekerjaan yang susah supaya tidak diletakkan di pundak para perempuan. Saya sendiri masih melihat terkadang pekerjaan yang sangat berat diletakkan di pundak para perempuan. Di sebagian tempat di Iran kita sendiri seperti di sebagian daerah utara, para pria sering tidak bekerja. Dan para perempuan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang susah seperti pertanian.Ketika mereka kembali ke rumah, sang pria duduk dan lagi-lagi perempuan yang bekerja dan sungguh para perempuan menanggung segala kesusahan yang sangat. Seharusnya kesulitan-kesulitan para perempuan menjadi lebih sedikit, khususnya para lelaki harus memperhatikan dan menjaga kondisi para perempuan.

 

Apakah dari sisi agama kita mempunyai larangan dan celaan berkenaan dengan pendidikan para perempuan atau tidak?

Jawaban: Pada prinsipnya menuntut ilmu dan pengetahuan adalah sesuatu yang potensinya diberikan pada semua manusia - baik perempuan maupun laki-laki -.

Pada hakekatnya potensi inilah yang menyebabkan kebolehan baginya untuk mencari ilmu.

Oleh karena itu menuntut ilmu bagi para perempuan adalah hak alami dan insani. Disamping itu Islam juga menekankan hak ini. Kita mempunyai ayat dan riwayat yang banyak yang menegaskan mencari ilmu. Dan dalam sisi ini, perempuan dan laki-laki tidak ada bedanya. Saya akan menjelaskan beberapa ayat: “Katakanlah:” Adakah orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”[112]

Jawabannya diserahkan kepada fitrah manusia. Yaitu suatu yang pasti dan tak diragukan lagi bahwa seorang yang mengetahui tidak sama dengan orang yang tidak mengetahui. Disini jelas bahwa perempuan dan laki-laki tidak berbeda. Sebagaimana halnya seorang laki-laki yang alim tidak bisa disamakan dengan seorang laki-laki yang bodoh, perempuan juga demikian. Atau misalnya ayat, “Niscaya Allah aka meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”[113]

Dalam ayat ini Allah Swt. Juga menganggap orang-orang mukmin -meliputi perempuan dan laki-laki- mempunyai derajat-derajat yang tinggi dan orang-orang alim juga tidak berbeda dalam bagian ini.

Kita melihat bahwa Al-Qur’an dalam ayat-ayatnya yang banyak memerintahkan orang-orang untuk bertafakkur, ta’aqqul (menggunakan akalnya) dan bartafaqquh (memahami) dan semisalnya. Seperti ayat, “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami.”[114]

Atau ayat, “Dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.”[115]

Semua ayat-ayat ini ini menunjukkan bahwa ilmu dan menuntutnya adalah keistimewaan yang besar bagi manusia dan dalam hal ini perempuan dan laki-laki adalah sama.

Dalam ayat yang lain Allah Swt. berfirman, “Dan dia menundukkan untuk kamu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi samuanya.”[116]

Yaitu keberadaan-keberadaan ditundukkan oleh manusia dan pada akhirnya, manusia harus menundukkan mereka. Disini juga perempuan dan laki-laki tidak berbeda.

Dari kumpulan ayat-ayat ini, saya menyimpulkan bahwa Islam menganggap mencari ilmu adalah nilai yang besar bagi manusia sebagai manusia dan penegasan-penegasan yang banyak supaya kalian jangan pandir dan menjadi alim. Dalam bidang ini, kita mempunyai riwayat-riwayat yang banyak. Dengan adanya persoalan bahwa mencari ilmu adalah hak alami dan insani, Islam juga menerima dan menegaskan hak ini dan melarang sebaliknya.

Dari sini kita memahami bahwa Islam menghendaki supaya perempuan pergi mencari ilmu.

Sebaliknya, berpegang teguh dengan beberapa hadis yang lemah sanadnya dan denotasinya juga tidak kuat adalah pekerjaan yang tak berguna. Menurut hemat saya, riwayat-riwayat tersebut tidak bisa berdiri menghadapi dalil-dalil yang kokoh dan kuat ini. Mungkin kita memiliki enam atau tujuh hadis dalam persoalan ini, dimana semuanya yang pasti tidak melarang para perempuan menuntut ilmu tetapi melarang para perempuan menulis dengan pengertian bahwa “Janganlah kalian mengajari mereka menulis”. Dalam pokok pendidikan, sama sekali kita tidak mempunyai larangan. Secara mutlak para perempuan bisa belajar. Namun berkenaan dengan tulisan, kita mempunyai beberapa hadis dimana kebanyakan hadis-hadis ini dhaif, atau marfu’ dan mursal serta denotasinya juga sangat tidak kuat. Misalnya paling jelasnya adalah hadis ini dimana Rasulullah Saw. Bersabda, “Janganlah kalian letakkan para perempuan di dalam kamar dan di tingkat atas dan janganlah kalian mengajarkan tulisan dan ajarkanlah mereka memintal dan Surat A-Nur.”[117]

Saya telah mengkaji sanad hadis ini, walaupun hadis ini diantara sebagian hadis-hadis lebih jelas dari semuanya namun sanadnya lemah. Disamping itu hadis mengatakan: “Janganlah kalian menempatkan para perempuan di tingkat atas” Sampai sekarang memang dilaksanakan dan seseorang memang berfatwa bahwa para perempuan tidak boleh pergi di tingkat-tingkat atas. Lalu hadis menyebutkan “menulis” setelah ini. Apabila diputuskan bahwa “menulis” adalah haram, maka keduanya harus serupa yaitu bertempat di tingkat atas dan juga mengajar menulis. Mungkin misalnya apabila mempunyai akibat-akibat yang disebabkan akibat-akibatnya, mereka mengatakan makruh. Dan jika tidak, maka tidak bisa juga dikatakan makruh. Sebagaimana dalam lanjutan riwayat yang berbentuk perintah, apakah seseorang wajib mengajarkan memintal dan surah Al-Nûr yang beradasarkan konteks kalimatnya larangan-larangan bagian pertama riwayat bisa juga dikatakan sebagai sesuatu yang haram?!

Bagaimanapun juga riwayat-riwayat seperti ini yang jumlahnya terbatas dan juga lemah tidak bisa menghadapi dalil-dalil yang kuat khususnya di era-era ini dimana menulis adalah salah satu tuntutan-tuntutan dan sebagai pendahuluan yang pasti dalam belajar. Menurut pandangan saya, sama sekali tidak ada larangan dalam sisi ini. Dan sebagian orang menggunakan zahir riwayat-riwayat ini tanpa alasan guna melarang para perempuan untuk belajar. Disamping itu, Sirah (perjalanan hidup) para perempuan dari zaman Nabi Saw. sangat berilmu yang mana mereka selalu belajar. Seperti sayyidah Az-Zahra  as atau Aisyah dan Hafshah para istri-istri yang selalu belajar. Dari sebagian riwayat-riwayat disimpulkan bahwa Hafshah disamping membaca, dia juga bisa menulis, dan juga meriwayat hadis, sebagaimana banyak dari perempuan-perempuan lainnya yang merupakan bagian dari para perawi hadis. Oleh karena itu hadis-hadis ini tidak dapat melarang hukum / ketentuan ini. Dengan adanya ini, saya kira tidak perlu menelaah satu persatu hadis-hadis ini secara parsial dan tidak perlu mengkaji pengertian dan sanadnya.

Terdapat riwayat-riwayat yang berkenaan dengan kurangnya akal dan lemahnya Iman seorang perempuan. Pandangan anda bagaimana?

Jawaban: Dalam kitab-kitab hadis, kita mempunyai topik-topik yang menganggap perempuan lemah dari sisi akalnya.

Pertama: Jumlah hadis-hadis ini tidak begitu banyak. Mungkin mencapai sepuluh hadis atau lebih banyak sedikit.

Kedua: Dari sisi denotasi bagitu juga dari sisi sanad perlu dikaji. Karena setiap hadis yang terdapat dalam kitab-kitab “Rijal dan Dirayah” dengan pembagian yang bermacam-macam. Misalnya hadis shahih yaitu hadis yang para perawinya semuanya adil sampai Imam Maksum as

Dan hadis Muwatstsaq adalah hadis yang para perawinya tidak adil namun bisa dipercaya.

Dan hadis dha’if adalah paling sedikit salah satu perawinya adalah adil dan tidak muwatstsaq (tidak bisa dipercaya).

Dan terkadang hadis yang mereka katakan dengan istilah marfu’ yaitu menisbatkan hadis kepada Imam Maksum as namun perantara periwayatan hadis tidak diketahui dan hilang. Terkadang mungkin satu hadis sama sekali tidak mempunyai sanad. Yaitu perawi sama sekali majhul (tidak diketahui).

Diantara semua hadis-hadis ini, mereka menganggapnya sebagai hadis muktabar yang diistilahkan dengan hadis shahih. Sebagian menganggap bahwa hadis muwatstsaq juga muktabar. Namun hadis-hadis yang lain adalah bukan hujjah. Sekarang persoalannya, kita harus mengkaji sepuluh atau dua belas hadis ini apakah diantara hadis-hadis tersebut terdapat hadis yang shahih yang bisa dianggap muktabar atau tidak ada.

Persoalan lainnnya adalah terkadang kita mempunyai keyakinan (kepastian) terhadap suatu hadis yang bersumber dari Nabi Saw. atau Imam Maksum as Misalnya kita sendiri yang melihatnya atau kita mempunyai “hubungan kepastian” bahwa hadis ini pasti berasal dari Maksum as Tidak syak lagi bahwa hadis-hadis seperti ini adalah muktabar dan Hujjah. Namun terkadang ada sebuah hadis yang bukan “Qath’i Al-Shudûr” (asal hadisnya tidak pasti penerj.) yang mana mereka juga membaginya dan mengatakan Hadis Mutawatir atau tidak Mutawatir.

Hadis Mutawatir adalah hadis yang jumlah para perawi yang meriwayatkan hadis dari Nabi Saw. atau  dari salah satu Para Imam as adalah sangat banyak dimana biasanya mustahil mereka berdusta dan membuat-buat. Misalnya seratus atau lima puluh orang perawi meriwayatkan hadis dari perkataan Nabi Saw. atau Imam Maksum as

Satu hadis disaat para perawinya bagitu banyak, maka setiap orang akan mengatakan bahwa kemungkinan kebohongan di dalamnya tidak ada. Khususnya apabila para perawi dari berbagai kota dan pekerjaan yang bermacam-macam. Sedikit orang yang memungkinkan bahwa semua perawi sama-sama duduk dan membuat hadis. Hadis seperti ini mereka katakan Hadis Mutawatir. Karena dianggap sebagai hadis yang meyakinkan maka sebagai hujjah.

Terkadang lafaz satu hadis tidak mutawatir. Namun para perawi pertama meriwayatkan satu makna (pengertian) secara tawâtur dari Nabi Saw. atau Imam maksum as dengan ungkapan yang berbeda. Ini juga apabila jumlahnya banyak yang biasanya mustahil bersatu untuk membuat hadis.

Hadis ini juga termasuk Mutawatir. Kita tinggalkan hal ini. Terdapat juga hadis-hadis yang lain yang mereka istilahkan dengan Khabar Wâhid. Tidak perlu misalnya hanya satu khabar (hadis) tetapi apabila juga banyak namun tidak memberikan kepastian (keyakinan) maja juga termasuk khabar wahid. Yang pasti perlu diperhatikan bahwa kebanyakan hadis-hadis kita adalah khabar wahid.

Cara-cara lain yang juga untuk menelaah hadis-hadis adalah dari sisi kandungan/isi. Misalnya dari ungkapan-ungkapan juga bisa dimengerti apakah hadis ini benar atau tidak. Al-Marhum Ayatullah Burujerdi r.a. mengatakan: Terkadang manusia melihat suatu hadis dimana teksnya menjelaskan bahwa ungkapan ini dari Imam Maksum as dan terkadang manusia melihat ungkapan yang kendatipun sanadnya benar dan muktabar namun dirasakan bahwa hadis ini tidak sesuai dengan kedudukan seseorang seperti Nabi Saw. atas Imam. Karena mereka adalah para individu yang paling fashih berbicara. Dalam do’a juga seperti itu. Seperti doa Kumail atau Abu Hamzah atau Munâjad lima belas dan lain-lain. Selain Imam Maksum as siapa yang bisa membuat ungkapan-ungkapan seperti ini?!

Beliau mengatakan: ini juga cara untuk mengetahui hadis-hadis yang pasti seseorang yang memiliki aplikasi yang cukup dan berpengalaman dalam sisi ini berdasarkan dzauq (rasa) pengetahuan hadis dan memiliki pengetahuan terhadap seluruh bagian-bagian agama, memperoleh kemampuan membedakan hadis. Bukan berdasarkan dzauq (rasa) dirinya sendiri. Bagaimanapun juga, hampir menjadi kesepakatan para ulama’ bahwa khabar wahid dianggap sebagai hujjah dan muktabar oleh mereka. Yang jelas, hadis-hadis yang shahih, bukan hadis dha’if atau majhul atau semisalnya.

Poin yang lain yang harus diperhatikan adalah kita juga tidak dapat berasumsi bahwa setiap khabar yang shahih adalah hujjah. Khabar adalah hujjah jika menentukan hukum dan tugas bagi mukallaf, memerintahkan dan melarang, mewajibkan suatu perbuatan, menganggap mustahil, haram atau memakruhkan. Kesimpulannya, menyebutkan taklif bagi seorang mukallaf. Karena kita pasti memiliki taklif-taklif yang dijelaskan untuk kita dari sisi Nabi saw dan para Imam as yang suci dan harus sampai pada kita. Disaat tidak ada jalan untuk sampai pada kepastian dan keyakinan, nilai yang kita peroleh dari riwayat-riwayat seperti ini dalam hal ini adalah cukup dan untuk menentukan taklif syariat kita adalah hujjah. Namun jika kita mempunyai hadis yang bukan Qath’î Al-Shudûr dan berkenaan tentang akidah, maka hadis tersebut tidak bisa dikatakan sebagai hujjah dan muktabar, kecuali bagi seseorang muncul keyakinan, karena dalam akidah kita harus mempunyai kepastian dan keyakinan,  dan hadis ini walaupun benar namun tidak memberi keyakinan. Atau misalnya jika hadis memberitahukan suatu realitas, andaikan misalnya ada hadis bahwa Imam Maksum as berkata: Makanlah buah ini karena mempunyai efek positif dalam tubuh kalian. Contoh-contoh hadis seperti ini jika juga benar, namun tidak memberi keyakinan dan bukan syariat. Malainkan khabar yang diberikan berkenaan tentang sesuatu. Oleh karena itu, kita mempunyai hadis-hadis seperti ini. Diantara hadis-hadis itu adalah hadis-hadis yang berkenaan tentang para perempuan dimana para perempuan adalah kurang akalnya dan kurang imannya. Hadis-hadis ini bukan sesuatu yang mendatangkan tugas dan taklif bagi orang-orang dimana kita katakan sebagai hujjah. Dan bukan pula khobar Qath’î Al-Shudûr atau Mutawatir. Kita juga tidak mempunyai konteks kepastian, dan juga bukan taklif. Oleh karena itu tidak bisa dikatakan bahwa hadis-hadis tersebut mempunyai hujjah. Tetapi kita harus menentukan pengaruh hadis-hadis tersebut. Ya, secara umum hadis-hadis tersebut tidak bisa dinafikan. Namun juga bukan satu dalil yang pasti dimana kita menisbatkannya kepada pemberi syariat. Karena hadis-hadis yang kita memiliki berkenaan dengan para perempuan bukan mutawatir dan Qath’î Al-Shudûr, maka kita tidak bisa mengatakan bahwa akidah Islam adalah para perempuan kurang iman dan akal. Seseorang tidak bisa menentukan pengaruh berkaitan dengan topik yang penting ini dengan sangkaan dan praduga.

Disaat manusia tidak mempunyai keyakinan, maka dia harus menelaah dan mengkaji serta meneliti para perempuan dan melihat apakah memang demikian para perempuan adalah kurang Iman dan agamanya ataukah tidak?! Riwayat-riwayat ini dalam batasan praduga bisa berfaedah dan pemikiran ini tidak bisa dinisbatkan kepada Islam.

Sungguh para perempuan seperti Fatimah as, Khadijah, Zaenab, Sukainah, Maryam dan Asiyah mempunyai keagungan dan sebagian mereka dipuji oleh Al-Qur’an. Para perempuan di sepanjang sejarah sangat banyak yang akalnya lebih tinggi dari pada para lelaki.

Apakah manusia bisa mengatakan bahwa mereka adalah lemah Iman dan kurang akal ? Ini tidak bisa dikatakan. Maka secara umum hukum ini bisa disangkal. Apabila seseorang ingin mengadili secara benar, maka dia harus mengatakan misalnya diantara para perempuan adalah kurang Iman dan kurang akal sebagai mana halnya diantara para pria juga demikian.

Pembahasan lainnya yang bisa dikemukakan disini adalah apa maksud dari akal dalam hadis-hadis ini yang berbicara tentang kurang akal ?. Karena kita mempunyai “akal esensial” yang ada pada manusia dan tidak ada pada hewan-hewan dan merupakan asas pembeda manusia dengan seluruh mewan. Akal ini adalah ruh abstrak manusia. Dan efeknya adalah mengetahui haql-hal yang general dan semisalnya. “Akal Esensial” ini ada pada semua manusia baik perempuan laki-laki. Akal yang lain adalah “Akal Perolehan” yang juga mereka katakan sebagai “Akal Sosial”. Akal yang diperoleh oleh manusia dimasyarakat. Setiap orang pada mulanya memiliki satu akal. Namun di sepanjang kehidupan, akal ini akan menjadi sempurna. Manusia semakin lebih baik banyak belajar ilmu pengetahuan maka akalnya semakin bertambah atau dengan perantara eksperimen, akal akan menjadi lebih sempurna. “Akal Perolehan” adalah akal yang semua individu manusia baik perempuan maupun laki-laki bisa mengembangkannya dalam dirinya dan menyampaikan kepada kesempurnaan. Dalam “Akal Esensial” semua manusia adalah sama dan sama sekali perempuan dan laki-laki dalam sisi ini tidak berbeda. Keduanya adalah manusia dan keduanya berakal. Sebelumnya kami telah menjelaskan beberapa ayat dalam hal ini.

Keduanya juga bisa memilki “Akal Perolehan(Akal Iktisabi).” Seorang laki-laki jika berada di lingkungan terbatas dan kecil, maka tidak akan mengalami kesempurnaan. Namun ketika di masyarakat dia diberikan tanggung jawab, maka akalnya akan menjadi lebih sempurna. Apabila seorang laki-laki tidak belajar, maka akalnya kurang. Namun ketika dia belajar maka akalnya akan menjadi sempurna. Para perempuan juga demikian. Para perempuan juga apabila tidak melebur ke dalam masyarakat dan hidup di suatu lingkungan yang terbatas, maka jelas akalnya sangat tidak akan sempurna. Sebaliknya, jika mereka hidup di dalam masyarakat maka mereka akan lebih sempurna.

          Oleh karena itu persoalan ini bisa dikatakan bahwa andaikan riwayat tersebut Shahih, apabila misalkan Nabi Saw menyampaikan kepada para perempuan sebagai orang yang kurang akal dan lemah agama dan mereka mengatakan bahwa kalian seperti ini, beliau Nabi Saw memperhitungkan kondisi yang ada para perempuan pada saat itu. Yaitu kalian para perempuan disebabkan kalian dilarang dan mereka tidak membiarkan kalian berada di masyarakat. Sekarang kalian dalam kondisi seperti ini.

Dalam semua riwayat-riweayat ini mereka sama sekali tidak mengatakan bahwa para perempuan harus tetap seperti ini, tetapi sebaliknya dengan motivasi ilmu dan keimanan mereka diperintahkan supaya mereka sempurna dalam akal dan keimanan. Terkadang para perempuan bisa lebih tinggi dari para pria dan pengalaman di luar juga membuktikan bahwa para perempuan setiap datang dalam masyarakat maka akalnya menjadi lebih sempurna yang jelas bahwa bukan maksudnya dengan setiap bentuk hadir ( di masyarakat) maka akalnya akan menjadi sempurna. Kita mempunyai sangat banya para perempuan – khususnya di Barat- yang memiliki kebebasan kesana kesini namun akalnya tidak menjadi sempurna. Akal menjadi sempurna dengan perantara tanggung jawab dan belajar ilmu dan pengetahuan dan semisalnya. Dan perempuan dan laki-laki dalam sisi ini adalah sama ya, dalam sisi ini tidak diragukan bahwa para perempuan lebih kuat perasaannya. Dan lebih kuatnya perasaan mereka bukan bukti kelemahannya. Mereka berperasaan. Perasaan tidak bertentangan dengan dengan rasionalitas. Mungkin seseorang juga sangat perasa namun rasionalitasnya kuat. Apabila kalian menjaga istri di lingkungan rumah dan dia hanya mengemban tugas mendidik anak, maka perasaannya akan menjadi lebih kuat namun kemungkinan sisi akalnya tidak begitu berkembang. Tetapi jika perempuan ini seorang individu ilmuwan dan pencinta ilmu, maka rasionalitasnya menjadi kuat dan juga perasaannya. Pada saat itulah bisa dikatakan bahwa mereka juga lebih tinggi dari pada para pria.

          Berkenaan dengan apakah benar dalam penciptaan perempuan dan laki-laki dari sisi fisik terdapat perbedaan atau tidak. Secara global harus dikatakan: Para perempuan dalam penciptaan tidak mempunyai kekurangan. Apabila ada beberapa perbedaan tidak bisa dikatakan bahwa mereka kurang akal. Karena kurang akal dikatakan kepada seseorang yang pada dasarnya tidak mempunyai akal yang sehat. Oleh karena itu tidak bisa dikatakan bahwa perempuan dari sisi akal lebih lemah dari laki-laki. Kita juga melihat dalam pengalaman luar bahwa setiap para perempuan masuk dalam pekerjaan, maka mereka sama sekali tidak lebih sakit dari para pria.

Bagaimanapun juga, Akal adalah ruh abstrak malakuti manusia yang sama pada perempuan dan pria.

Fungsi akal adalah memahami, beragumentasi, burhan (bukti) dan semisalnya. Perempuan dan laki-laki keduanya mempunyai hal tersebut. Dan tidak bisa dikatakan bahwa salah satunya tidak memiliki. Namun dalam sisi misalnya dalam beberapa persoalan, para perempuan mungkin lebih kuat dan para pria lebih lemah atau sebaliknya, tidak diragukan lagi. Namun perbedaan-perbedaan ini bukan dalil kekurangan. Salah satu dari satu sisi lebih kuat dan yang lain dari sisi yang lain. Para pria sendiri juga demikian. Misalnya terkadang seorang pria dalam masalah hafalan bagus, dan pria yang lain dalam masalah-masalah pemikiran, seorang pria dalam seni, dan yang lain dalam sastra dan seterusnya.  Para perempuan juga berbeda-beda. Keberagaman potensi dan kemampuan tidak boleh dianggap sebagai kekurangan.

 

Dalam teks-teks dan sumber-sumber agama beberapa ungkapan yang pada awalnya disimpulkan bahwa perempuan adalah eksistensi tangan bawah atau tangan kedua dan orang bawah. Dan dalam penciptaan, atau dalam kehidupan rumah tangga dan sosial, kesejatian milik pria. Misalnya perbedaan-perbedaan perempuan dan pria dari sisi warisan, diyat, permasalahan-permasalahan seperti ini. Atau misalkan perempuan dalam beberapa hal harus mengikuti pria seperti syarat izin ayah atau kakek dari ayah dalam pernikahan perempuan gadis atau tidak boleh keluarnya istri tanpa izin sang suami dan hal-hal serupa lainnya. Apakah kesimpulan seperti ini benar atau tidak ?

Jawaban: Pada pertanyaan diatas ada beberapa persoalan yang dalam posisinya. Sebagian persoalan sama sekali tidak bisa dinisbatkan. Misalnya dalam hadis, “Perempuan semua keberadaannya adalah kejelekan.” Hadis-hadis seperti ini dengan dalil yang bermacam-macam tidak mempunyai kredibilitas atau misalnya kita mempunyai persoalan-persoalan berkaitan dengan para perempuan diantaranya perempuan harus dengan izin suaminya keluar dari rumah. Atas hal ini kita harus mengkaji bahwa sama sekali perkatan apa ini ? Apa syarat-syaratnya ? Terikat atau mutlak ? Dalam masalah wearisan, nikah dan semacamnya yang kalian katakan, senuanya perlu kajian-kajian tersendiri. Riwayat-riwayat yang berkenan kurangnya akal dan atau ayat, ”Kaum laki-laki itu adalah pemimipin bagi kaum perempuan.” Yang menyinggung kepemimipinan laki-laki atas perempuan. Apabila kita menginginkan seperti itu dan mengambil satu kesimpulan tanpa melihat secara keseluruhan dan secara dalam terhadap ajaran-ajaran dan hukum-hukum agama, maka hal itu sama sekali tidak benar. Sama sekali Islam tidak berasumsi bahwa perempuan adalah eksistensi bawahan dan tangan kedua dan kesimpulan yang dilakukan sebagai orang adalah tidak benar.

          Mereka telah menisbatkan sesuatu kepada Islam yang sama sekali tidak mempunyai bukti atau melakukan kesimpulan yang salah dari sebagian sumber dan rujukan Islam. Dan berdasar kepada pemahaman yang baik benar, mereka ingin menilai terhadap Islam. Guna menghilangkan kerancuan-kerancuan ini, maka permasalahan-permasalahan agama harus dijelaskan semua sisinya, murni dan sempurna sehingga kebenaran dan keelokannya menjadi jelas bagi semua.

Mereka mengatakan bahwa Islam adalah laki-laki pemimpin merupakan omongan yang tidak benar. Dalam Islam dilakukan pembagian kerja dan Islam lebih banyak menerima beberapa pekerjaan dilakukan oleh para perempuan. Misalnya pengasuhan anak merupakan ciri-ciri para perempuan. Sama sekali laki-laki tidak akan sampai kepada dasar tersebut. Dalam pekerjaan-pekerjaan sosial juga sebagian pekerjaan sesuai dengan para perempuan atau para laki-laki. Kesesuaian ini tidak boleh diingkari. Hal ini disebabkan penciptaan hkusus yang dimiliki oleh perempuan dan pria. Namun bukan berarti para perempuan menjadi dibawah tangan dan para pria yang memutuskan keputusan terahir. Apabila para perempuan menggunakan dengan baik potensi-potensinya dan hak-hak serta keistimewaan-keistimewaan yang dijadikan oleh Islam dalam otoritasnya maka mereka akan menemukan posisi dan kedudukan yang baik dalam masyarakat ataupun dalam keluarga.

 

Ada riwayat-riwayat yang melarang para pria bermusyawarah dengan para perempuan, apakah riwayat-riwayat ini shahih?

Jawaban: Kita mempunyai hadis-hadis yang melarang bermusyawarah dengan para perempuan. Dan sebagian mengatakan, apabila kamu ragu dalam urusan, maka bermusyawarahlah dengan perempuan dan lakukanlah kebalikannya. Sebuah hadis dengan pengertian ini diriwayatkan dari Amirul Mukminin Ali as, “Janganlah engkau bermusyawarah dengan para perempuan kecuali mereka yang sudah dibuktikan kesempurnaan akalnya karena pendapat mereka menarik manusia kepada kelemahan dan keinginan mereka kepada sesuatu yang tak berdaya.”[118]

Mungkin kita memiliki hadis-hadis seperti ini sekitar sepuluh atau dua belas yang berkenaan dengan hal ini.

Perlu kami ingatkan beberapa poin:

Pertama: Sebagaimana yang telah dikatakan bahwa setiap hadis bukan otentik melainkan hanya hadis-hadis yang shahih, muwatstsaq atau hasan yang otentik. Namun hadis-hadis dha’if, mursal, marfu’ majhul dan semisalnya bukan hujjah. Diantara hadis-hadis ini sebagian adalah dha’if dan tidak otentik. Yang pasti ada hadis-hadis yang juga benar di dalamnya. Oleh karena itu, hadis-hadis tersebut tidak bisa diambil qath’î (pasti) disebabkan jumlahnya.

Kedua: Diantara riwayat-riwayat yang bukan Qath’î Al-Shudûr kita menganggapnya muktabar bila membawa satu hukum taklif bagi kita, bukan hadis-hadis yang misalnya memberitahukan suatu realitas seperti hadis yang mengatakan: “Janganlah kalian bermusyawarah dengan para perempuan karena bila kalian bermusyawarah dengan mereka maka mereka akan menarik kalian kepada kelemahan. Maksud riwayat-riwayat ini tidka bisa dikatakan menjelaskan suatu hukum syar’i dan ta’abbudi, tetapi bentuk persoalan-persoalan irsyâdi (instruksi).

Permasalahan lain adalah sebagian hadis-hadis ini merupakan mutlak dan yang lain adalah muqayyad (terikat) seperti memberi pengecualian, “Kecuali mereka yang sudah dibuktikan kesempurnaan akalnya.” Yaitu janganlah kamu bermusyawarah kecuali dengan seseorang yang terbukti kesempurnaan akalnya. Di saat kita ingin mengumpulkan diantara riwayat-riwayat, secara kaidah kita harus berkata seperti ini pada mulanya janganlah engkau terima perkataan para perempuan -karena pendapat mereka lemah dan cenderung kepada kelemahan- kecuali mereka yang sudah teruji kelayakannya. Maka menjadi jelas, pendapat para perempuan yang berakal bisa dilaksanakan dan bisa bermusyawarah dengan mereka. Berkenaan dengan para pria, kita juga mempunyai persoalan ini. Ada riwayat-riwayat yang memerintahkan supaya kalian bermusyawarah dengan orang-orang berakal dan janganlah kalian bermusyawarah dengan orang-orang yang tidak mempunyai akal yang sehat. Maka berkaitan dengan para pria juga dikatakan seperti itu.

Dari sini bisa dikatakan bahwa manusia yang ingin bermusyawarah dengan siapapun apabila laki-laki atau perempuan, maka dia harus mengetahuinya, manusia yang berkeinginan baik, berakal, dan orang baik. Dan tidak ada perbedaan dalam sisi ini antara perempuan dan pria.

Nabi Saw. dan para Imam as juga bermusyawarah dengan para perempuan dalam beberapa hal. Misalnya dalam Shulh Hudaibiyah pada saat Nabi Saw. menulis perjanjian dengan kaum Musyrikin. Para sahabat dan Nabi Saw. sendiri sudah berpakaian ihram untuk pergi ziarah dan thawaf di Mekkah. Namun berdasarkan perjanjian Shulh (perdamaian) diputuskan bahwa pada tahun itu kaum muslimin tidak pergi untuk melaksanakan haji. Nabi saw. bersabda kepada para sahabat: “Bertahallulah kalian dan keluarlah dari ihram.” Bagi para sahabat keputusan ini sangat berat. Karena seseorang yang berihram bisa bertahallul (keluar dari ihram) bila telah melakukan tawaf. Keluar dari ihram tanpa melakukan tawaf bagi mereka tidak bisa diterima. Oleh karena itu, walaupun Nabi Saw. secara jelas bersabda, “Bertahallulah kalian”, mereka para sahabat tidak patuh kepada beliau. Nabi Saw. kembali ke kemah khususnya. Ummu salamah -istri beliau Saw.- bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau bersedih?” Beliau Saw. menjawab, “Aku memutuskan suatu keputusan namun orang-orang tidak mendengarkan.” Ummmu Salamah mengusulkan, “Wahai Rasulullah, engkau sendiri yang menyembelih kambing, dan memotong rambut dan bertahallul. Jangan engkau perdulikan mereka.” Nabi Saw melakukan pekerjaan ini di hadapan para sahabat lalu mereka bertahallul. Di banyak tempat kita menyaksikan Ali as bermusyawarah dengan Fatimah as Bagaimanapun juga diantara para Imam as juga bermusyawarah dengan para perempuan. Namun dengan kondisi yang ada pada zaman itu karena para perempuan lebih sedikit berada dalam masyarakat dan memiliki pengalaman intelektual yang lebih sedikit, dari sisi inilah diperintahkan supaya “Janganlah kalian bermusyawarah dengan para perempuan karena mereka tidak sempurna (akalnya).” Namun mereka mengatakan: “Janganlah kalian membawa para perempuan ke dalam mayarakat.” Hadirnya para perempuan dalam masyarakat menyebabkan mereka sempurna dalam akalnya dan pandangan musyawarah mereka juga lebih tepat sasaran.

Poin lainnya adalah apabila kita mengatakan bahwa pengecualian mempunyai konotasi, maka disaat riwayat melarang bermusyawarah dengan para perempuan kecuali dengan mereka yang sudah teruji kesempurnaan akalnya, bisa disimpulkan bahwa bermusyawarah dengan para perempuan yang dari sisi akal diakui tidak hanya tidak ada larangan tetapi pekerjaan ini justru diperintahkan dalam riwayat. Bagaimanapun juga, Islam menekankan dan menganjurkan bermusyawarah. Dan manusia yang bermusyawarah dengan setiap orang yang ahlinya maka bermanfaat. Disamping itu dalam sebagian riwayat-riwayat dalam urusan-urusan yang berkaitan dengan para perempuan sendiri dan anak-anaknya, maka bermusyawarahlah kalian dengan mereka karena mereka lebih mengetahui permasalahan-permasalahan. Pada dasarnya, berkenaan dengan riwayat-riwayat ini dan juga riwayat-riwayat yang berhubungan dengan kurang akal, apabila kita ingin, supaya dikaji dengan baik, maka harus satu persatu riwayat tersebut diteliti.

Dalam riwayat-riwayat ada beberapa hal tentang tidak diinginkan hadirnya para perempuan di shalat jum’at, shalat berjemaah, mengiringi jenazah dan hal-hal tersebut dilarang secara mutlak atau riwayat-riwayat seperti ini melihat kondisi zaman tertentu?

Jawaban: Hadis-hadis yang kita miliki berkenaan dengan hal ini biasanya menafikan kewajiban sebagian perbuatan-perbuatan yang terkadang menyulitkan dan memberatkan bagi para perempuan. Misalnya dalam sebuah riwayat, Jabir Ju’fi meriwayatkan dari Imam Bâqir as yang berkata, “Tidak ada kewajiban bagi para perempuan azan, iqamah, shalat jum’at, shalat berjamaah, menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, mengucapkan nyaring talbiyah (Ucapan labbaik di saat ihram), berjalan dengan cepat diantara Shafâ dan Marwah, mencium Hajar Aswad dan masuk ke dalam Ka’bah.”[119]

Kalian lihat bahwa riwayat ini mengatakan pekerjaan-pekerjaan seperti azan, iqamah, hadir dalam shalat jum’at dan berjemaah, membesuk orang sakit, mengiringi jenazah, mengucapkan nyaring talbiyah disaat ihram, berjalan cepat diantara shafâ dan marwah, menyentuh dan mencium Hajar Aswad, dan masuk ke dalam ka’bah tidak menganggap wajib bagi para perempuan. Kalimat mayoritas riwayat-riwayat seperti ini. Saya mengambil kesimpulan dari hadis-hadis seperti ini adalah dengan memperhatikan bahwa para perempuan biasanya menghadapi persoalan-persoalan dan kesulitan-kesulitan seperti mempunyai anak dan mendidik anak dan semisalnya, Islam menghendaki kelonggaran terhadap hak mereka. Oleh karena itu, Islam menghilangkan kewajiban sebagian pekerjaan dari mereka, bukan pekerjaan itu sendiri. Misalnya menghilangkan kewajiban shalat jum’at, bukan pokok shalat jum’at. Dan ini adalah kelonggaran berkenaan dengan para perempuan. Kelonggaran bukan batasan. Tidak mengatakan janganlah kalian pergi tetapi mengatakan pergi bagi kalian tidak wajib. Disaat kalian bisa dan sesuai maka pergilah kalian.

Yang pasti, sebagian hadis-hadis mungkin tidak mempunyai ungkapan seperti ini namun mengatakan misalnya shalat perempuan di rumah mempunyai keutamaan. Diantara kumpulan riwayat-riwayat ini menginginkan untuk menyenangkan para perempuan supaya jangan merasa dirugikan, karena sangat dianjurkan untuk ikut serta dalam shalat berjemaah. Jika riwayat-riwayat tersebut mengatakan janganlah kalian ikut dalam shalat berjamaah niscaya mereka akan sedih karena mereka terikat untuk melaksanakan shalat dengan berjemaah. Riwayat ini ingin menenangkan hati dimana pada saat kalian memiliki uzur atau masalah, maka jika kalian melakukan shalat kalian di rumah, Allah akan memberikan kalian keutamaan seperti shalat berjemaah. Kesimpulan saya secara keseluruhan dari hadis-hadis ini adalah demikian. Yang jelas, saya tidak menganggap mustahil riwayat-riwayat ini didasarkan atas situasi dan syarat-syarat adanya permasalahan di masyarakat dengan hadirnya para perempuan.

Riwayat-riwayat yang juga mengatakan: Para perempuan lebih baik melaksanakan shalat di ruangan dalam.

Pertama: sanad riwayat-riwayat ini harus dikaji apakah shahih hadis yang mengatakan bahwa “Shalat perempuan lebih baik di dalam rumah dan di rumahnya sendiri” bisa didasarkan atas kondisi dimana perempuan tidak bisa hadir dalam shalat berjemaah supaya dia tidak sedih dari kehilangan keutamaan dan pahala berjemaah.

Dengan memperhatikan secara seksama pembahasan-pembahasan ini, maka hadirnya para perempuan di pusat-pusat kebudayaan politik, seperti masjid-masjid, berbagai asosiasi dan lain-lain dan peran serta mereka dalam aktifitas-aktifitas sosial adalah hal yang diinginkan dan dianjurkan serta tidak ada masalah bahkan juga tugas mereka. Karena setiap individu harus melakukan pekerjaan dalam masyarakat. Mereka harus melakukan aktifitas-aktifitas seperti ini dengan menjaga syariat-syariatnya yang contohnya adalah ikut serta dalam demonstrasi-demonstrasi sosial dan pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan dibalik front.

 

Apa pandangan anda tentang aktifitas-aktifitas sosial, politik, dan ekonomi para perempuan begitu juga pekerjaan mereka dalam kondisi sekarang?

Jawaban: Berkenaan dengan aktifitas-aktifitas sosial, politik, dan ekonomi para perempuan, saya kemukakan persoalan ini bahwa para perempuan seperti para lelaki bisa beraktifitas dalam semua jurusan-jurusan ekonomi, politik dan ekonomi. Secara syari’at sama sekali tidak ada larangan dalam jurusan. Hanya dalam dua hal yang menjadi perbedaan. Salah satunya dalam jurusan pengadilan dimana para Ahli Fikih terbagi menjadi dua kelompok: sebagian membolehkan melakukan pekerjaan pengadilan bagi para perempuan. Dan sebagian yang lain melarangnya. Berkenaan dengan memimpin pemerintahan juga terdapat perbedaan, apakah perempuan bisa misalnya menjadi presiden atau tidak? Namun dalam semua jurusan mereka memiliki kebebasan secara mutlak dan tidak ada larangan bagi mereka. Namun melihat kekhususan-kekhususan yang dimiliki oleh para perempuan, maka dia harus memilih pekerjaan yang sesuai dengan diri mereka. Salah satu ciri-ciri perempuan yang sebelumnya telah dijelaskan adalah kehalusan, kelembutan dan kecantikan mereka. Ini adalah keistimewaan yang mereka miliki. Ini bukan kekurangan perempuan melainkan kesempurnannya. Dan menjaga kesempurnaan ini, juga keuntungan diri para perempuan, juga keuntungan keluarga dan secara keseluruhan untuk kemaslahatan masyarakat.

Berdasarkan pertimbangan ini, melakukan pekerjaan-pekerjaan berat yang tidak sesuai dengan kekhususan ini maka tidak dianjurkan. Misalnya pekerjaan-pekerjaan yang keras seperti menyetir mobil-mobil berat, atau bekerja di padang pasir dan pekerjaan-pekerjaan seperti pembuatan jalan, pembuatan gedung, dan pekerjaan-pekerjaan yang lazimnya bangun malam yang panjang dan melelahkan. Atau pekerjaan-pekerjaan yang disebabkan kotoran-kotorannya bisa merusak kelembutan dan kecantikan seperti pekerjaan-pekerjaan berat dalam peleburan baja, pertambangan, mekanik alat-alat mobil dan semisalnya. Demikian juga pekerjaan-pekerjaan susah pertanian yang membahayakan kesehatan mereka dan matahari yang merusak warna muka dan fisik mereka.

Memilih pekerjaan-pekerjaan seperti ini tidak bisa dikatakan haram bagi para perempuan namun tidak maslahat bagi mereka.

Ciri lain para perempuan adalah perasaan mereka, ini juga bukan kekurangan melainkan kesempurnaan dan dalam banyak bidang, dia bisa sebagai sumber efek-efek yang baik. Yang jelas sebagian para pria juga perasa (sensitif). Namun para perempuan lebih berperasaan. Dalam memilih pekerjaan sebaiknya tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak selaras dengan perasaan ini. Misalnya sebagai panglima militer yang harus memberikan perintah penyerangan, pembunuhan dan pengrusakan. Dan tentu sebagian akan terbunuh, muncul hiruk pikuk dan seorang yang berperasaan mungkin akan terpengaruh oleh itu dan terjadi pertentangan antara tugas dan perasaannya maka akan membahayakan kemaslahatan riil negara. Atau misalnya pekerjaan-pekerjaan hukum pidana, pelaksanaan hukum-hukum, pelaksanaan hukuman-hukuman dan semisalnya seperti mencambuk yang tidak sesuai dengan watak yang lembut para perempuan dan mungkin melanggar kemaslahatan-kemaslahatan dan tugas-tugasnya atau mengubah jiwa dan perasaan dirinya.

Yang pasti semua hal ini mempunyai pengecualian. Mungkin sebagian para perempuan tidak mempunyai kekhususan ini namun mayoritas mereka memilikinya. Kita juga mempunyai riwayat-riwayat dalam bab pengadilan perempuan. Dan para Ahli Fikih juga mengatakan bahwa pekerjaan pengadilan tidak sesuai dengan para perempuan. Karena dalam pekerjaan ini satu pihak dihukum. Orang dihukum biasanya takut, khawatir, berteriak dan mengancam. Dan mengirim beberapa orang, merasa terzalimi. Para perempuan juga biasanya dalam hal-hal ini akan merasa kasihan karena kasih sayangnya. Dan mungkin akan terpengaruh. Walaupun juga terdapat pengecualian namun undang-undang harus meliputi kebanyakan sisi.

Ciri / kekhususan lain para perempuan adalah mereka mempunyai lebih banyak dan lebih baik untuk mendidik anak. Yang pasti para pria juga memiliki kesiapan dan tugas mendidik, namun adanya perasaan para perempuan adalah sebab kelayakan yang lebih banyak. Walaupun pendidikan anak adalah tanggung jawab bersama ayah dan ibu, namun peran penting para ibu dalam hal ini tidak bisa diabaikan. Apabila sang ayah tidak ada, para ibu bisa mendidik anak-anaknya, namun kebalikannya sangat sulit. Para ibu sama sekali tidak boleh melupakan kemampuan dan keistimewaan dasar untuk kesiapan mendidik anak dan harus berusaha pekerjaan mereka tidak bertentangan dengan tugas kemanusiaan dan pelayanan yang bernilai ini. Mungkin tidak ada pekerjaan yang lebih penting dari pendidikan manusia dari sisi pengaruh pokok dan hasil bagi kebahagiaan semua kemunitas manusia. Diantara sendi-sendi yang harus diperhitungkan oleh para perempuan adalah prinsip kelanggengan keluarga. Tanggung jawab menjaga keluarga di pundak ayah dan ibu keduanya. Sang ayah harus menanggung pekerjaan yang tidak merusak keluarganya. Para ibu juga harus waspada supaya pekerjaan mereka tidak bertentangan dengan kelanggengan keluarga.

Poin lainnya adalah para perempuan yang melakukan pekerjaan-pekerjaan yang mengakibatkan hubungan yang banyak antara perempuan dan laki-laki adalah tidak maslahat. Karena percampuran dan hubugan yang melebihi batas disamping menimbulkan tekanan-tekanan kejiwaan, kekacauan, dan keterlambatan dalam pekerjaan, mungkin juga mengakibatkan kerusakan-kerusakan dan juga mencelakakan fondasi keluarga. Menurut pandangan saya beberapa sisi ini menuntut para perempuan menjaga batasan-batasan dalam pekerjaannya. Saya ulangi lagi supaya tidak diambil kesimpulan dari pembahasan ini bahwa pekerjaan-pekerjaan bagi para perempuan dilarang atau haram tetapi memperhatikan persoalan-persoalan ini menyebabkan disamping beraktifitas dan hadir yang berpengaruh dalam masyarakat juga tidak timbul persoalan bagi dirinya, keluarga dan masyarakatnya.

Dari sisi lain sebagian pekerjaan-pekerjaan sangat sesuai bagi para perempuan dan dianjurkan, misalnya pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan pendidikan yang tidak bisa mengakibatkan sama sekali bahaya-bahaya yang telah disebutkan. Para perempuan bisa bekerja disemua tingkatan-tingkatan pendidikan dari yang paling mula, pendahuluan hingga jenjang yang paling tinggi dan sebisa mungkin di lingkungan-lingkungan yang sama sekali independen dan di bawah otoritas dirinya. Dan ini adalah sebaik-baik pekerjaan yang juga sesuai dengan watak dan kelembutan meraka.

Sebagaimana yang sebelumnya telah saya jelaskan sebagian pekerjaan-pekerjaan adalah suatu keharusan bagi para perempuan. Misalnya mereka harus berusaha mandiri dalam semua urusan-urusan yang berhubungan dengan kesehatan baik pendidikan, menejemen dan administrasi. Tidak masalah pelayanan-pelayanan ini juga diberikan kepada para pria. Namun betapa bagusnya dalam bidang-bidang ini tidak membutuhkan para pria.

Bidang lainnya untuk pekerjaan yang sesuai bagi para perempuan adalah aktifitas-aktifitas keilmuan, kesusastraan, kebudayaan dan kesenian. Pekerjaan-pekerjaan seperti kajian-kajian keilmuan dalam jurusan-jurusan yang bermacam-macam penulisan, melukis, menjahit, menenun, semua ini bagus bagi para perempuan juga sesuai dengan rumah tangga dan kedudukan sebagai orang tua. Terkadang mungkin seseorang berfikir bahwa menenun bukan pekerjaan yang bagus, namun apa masalahnya pekerjaan yang lembut dan elok dimana manusia menciptakan karya-karya yang cantik dengan jari-jemarinya dan juga membantu kehidupan dirinya dan negaranya. Di era sekarang para perempuan bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sangat menarik dan bernilai dalam bidang-bidang keilmuan dan kesenian dengan komputer. Bagaiamanapun juga, saya sarankan supaya para perempuan tidak menganggur. Saya suka bila semua para perempuan bekerja namun harus menjaga standar-standar yang wajib dijaga oleh mereka.

 


Apa pandangan anda tentang pekerjaan menjaga rumah ?

Jawaban: Politik rezim terhadulu adalah menekan pekerjaan rumah tangga dan mengasumsikannya sebagai bentuk pengangguran dan orang rumahan bagi perempuan dan menjatuhkan kedudukannya. Yang pasti setelah revolusi, persoalan ini pada batas tertentu berbeda namun sampai sekarang dalam statistik resmi terkadang andil para perempuan rumahan dalam tenaga kerja dan pengembangan serta perluasan ekonomi belum terpenuhi. Output pekerjaan mereka tidak ada kecuali pendapatan kotor. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa peran perempuan rumah dan pengembangan manusia dan sosial sampai batas tertentu diabaikan.

Menjaga rumah adalah lazimnya kelanggengan keluarga. Dan bukan hanya melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih tinggi. Menjaga dan mengurus organisasi yang di dalamnya dimensi-dimensi kemanusiaan seperti sebagai suami dan sebagai orang tua yang juga bagiannya adalah salah satu kebutuhan-kebutuhan primer dan penting suatu komunitas. Perkara ini tentunya tidak ringan dan bukan tanpa nilai tetapi sangat bernilai. Urusan-urusan dalam rumah jika tidak diurus dengan baik maka akan mengalami kerusakan. Biasanya para ibu penjaga rumah yang bertanggung jawab atas menejemen interen. Pekerjaan ini dari sudut pandang ekonomi juga pekerjaan bernilai dan patut diperhatikan. Apabila misalnya dalam satu keluarga sama sekali ibu dan ayah tidak mau bekerja di dalam rumah, maka pengurusan rumah ini akan pincang dan mereka harus menemukan seorang laki-laki atau perempuan untuk datang mengurus rumah. Kalian lihat berapa gaji tinggi yang harus dibayar sehingga rumah bisa diurus sepanjang waktu dan juga mereka tidak bekerja seperti ibu pemilik rumah itu sendiri.

Persoalan menjaga anak-anak itu sendiri adalah pekerjaan terpisah. Apabila mereka ingin menyerahkan anak-anaknya ke play group dan taman kanak-kanak dimana mereka mengurus anak-anak seperti seorang ibu, maka harus mengambil biaya yang tinggi dimana  ibu dan ayah yang bekerja harus mengeluarkan sebagian gaji pokoknya untuk pekerjaan ini. Maka pekerjaan-pekerjaan ini sendiri (pekerjaan menjaga anak-anak) mempunyai nilai ekonomi dimana ayah dan juga sang ibu harus memperhatikan persoalan ini. Menurut pandangan saya menjaga rumah adalah hal yang sangat penting dan terhormat dan para ayah juga harus menghargai para ibu penjaga rumah. Disaat seorang ibu bekerja di rumah, suaminya harus mengerti bahwa biaya tinggi telah diangkat dari kedua pundaknya karena pekerjaan istrinya. Dan alangkah bagusnya jika sang suami mempunyai kemampuan finansial, untuk menyerahkan biaya ini kepada istrinya. Telah disetujui apabila suami istri ingin bercerai maka separuh harta yang disimpan oleh suami setelah menikah adalah hak istri dan menjadi miliknya. Sungguh jika kita ingin mengukur dengan adil hingga maksimal realitas persoalan seperti ini. Istri juga harus besar hati. Dia harus tahu bahwa dia hidup bersama. Sebagian para ibu yang berfikir bekerja di luar rumah karena perasaan khawatir mereka mengatakan mungkin setelah beberapa tahun jugak suamiku menceraikan aku, maka aku harus ke luar dari rumah dengan tagan kosong, adalah para perempuan harus dihormati dan nilai pekerjaan mereka harus diangkat. Saya menyarankan kepada para ibu, bagaimanapun juga mereka harus menjadikan rumah dan penjagaan rumah sebagai urusan yang paling utama dan selama tidak darurat maka hendaknya mereka tidak memilih pekerjaan-pekerjaan yang merusak penjagaan rumah.

Menjaga rumah dengan pengertian luasnya juga bisa membantu terhadap masyarakat dengan dua bentuk yang lain: salah satunya adalah usaha keras ibu di dalam rumah. Dan usaha yang dilakukan untuk mendidik anak dengan benar menyebabkan anak-anak berkembang dengan baik dalam keakraban dan kecintaan keluarga. Seorang anak yang kenyang dengan kecintaan yang benar dan berkembang dengan pendidikan yang baik biasanya tidak mencari kerusakan-kerusakan dan tidak terkotori serta bisa bermanfaat bagi masyarakat. Pada hakekatnya para ibu yang menjaga rumah yang mengatur masa depan bangsa.

Apapun yang dilakukan oleh para lelaki untuk bangsa adalah hasil usaha ibu. Imam khomeini juga mengatakan, “Dari pangkuan ibu, laki-laki pergi ke tempat tinggi” yatu apabila seorang laki-laki juga melakukan pekerjaan dan sampai kepada suatu tempat disebabkan pengaruh pelayanan dan pendidikan ibu yang tidak seberapa.

Persoalan kedua adalah pekerjaan ibu di rumah disamping pekerjaan berguna dan suatu keharusan pada dirinya, juga berpengaruh dalam kwalitas pekerjaan orang-orang lain. Apabila ayah dan seluruh individu dalam rumah menemukan lingkungan yang penuh kehangatan dan kecintaan maka mereka bisa lebih sukses di masyarakat, dalam pekerjaan-pekerjaan keilmuan, dalam aktifitas-aktifitas dan kesuksesan para suami mereka, yaitu apabila seorang presiden atau menteri atau ilmuan yang bekerja di luar tidak bersama dan tidak satu pemikiran dan pekerjaan dengan istri, maka mereka tidak akan memperoleh beberapa kesuksesan. Pada hakekatnya yang pasti ibu ini sama dengan suaminya mempunyai andil dalam pekerjaan. Dari sisi nilai sosial dan juga dari sisi hasil pekerjaan. Betapa menarik dan eloknya misalnya seorang menteri bisa bermusyawarah dengan istrinya di rumah. Meminta semangat dan bantuan darinya dalam pekerjaan dan bisa menguntungkannya. Ini semua sangat berpengaruh dan bermanfaat. Maka perempuan penjaga rumah juga tidak keluar juga dari rumah namun bisa berperan bagus, dalam rumah, sungguh dia berpengaruh dalam politik dan ekonomi masyarakat. Dan tidak boleh meremehkan keberadaan dirinya dan tidak boleh berfikir bahwa kesuksesan dan pelayanan hanya ada dalam pekerjaan-pekerjaan di luar rumah.

Allamah Thabâtabai disaat istrinya wafat, beliau sangat menangis. Suatu hari di tempat yang sepi saya bertanya pada beliau, “Kami harus belajar kesabaran dari anda, mengapa anda sangat tidak tabah?” beliau menjawab, “Ketidaktabahan saya untuk istri saya hanya berhubungan dengan sisi perasaan dan kesetiaan. Istriku ini telah banyak membantuku dalam kehidupan yang sama sekali tidak bisa saya lupakan.” Tidak berapa lama beliau menceritakan kepada saya problem-problem beliau pada tahun-tahun terkahir berada di Najaf hingga sampai beliau mengatakan, “Untuk menulis tafsir, terkadang delapan jam berkesinambungan saya berfikir dan bekerja. Terkadang saya terpaksa misalnya empat jam berkelanjutan saya berfikir tentang satu topik dan dari satu sisi saya kelelahan dan dari sisi lain apabila seseorang ingin datang kesana dan berbicara dengan saya, pikiran saya terbelah lalu saya harus berfikir lagi dari baru.”

Beliau melanjutkan ceritanya, “Istriku yang mengetahui hal ini, dia selalu menyalakan samovar rumah. Dari pagi disaat saya pergi ke ruangan kerjaku, saya tidak mempunyai pekerjaan, dia yang mengurus rumah dan kehidupan, melakukan pekerjaan-pekerjaan. Dan pada awal setiap jam, dia membawa secangkir teh dan tanpa bicara sama sekali, dia meletakkan di depanku lalu pergi. Pekerajaan ini berlanjut selama saya berada di dalam ruangan kerjaku. Apabila istriku tidak membantu seperti ini, saya tidak bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan ilmiah saya seperti ini. Dia teman kerja saya dan perasaaan saya seperti ini. Dia teman kerja saya dan perasaan sedih saya untuk hal ini. Bagaimana saya bisa melupakan kecintaan-kecintaan ini?” Almarhum Allamah mengatakan perkataan-perkataan ini sambil menangis. Pemikir besar seperti Allamah Thabatabai menganggap bahwa karya bernilai seperti tafsir Al-Mîzân adalah hutang budi istrinya yang mengatur rumah dengan baik dan tangkas. Apabila istrinya adalah seorang individu yang tidak sesuai, bagaimana Allamah mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan ini? Tidak diragukan bahwa istrinya Allamah juga harus diberikan penghargaan. Semoga Allah merahmati keduanya.

Menjaga rumah bukan pekerjaan sederhana melainkan keterampilan. Dan keterampilan ini tidak tercipta pada semua perempuan. Pekerjaan penting ini harus dilihat dengan bentuk jurusan tersendiri. Misalnya di sekolah-sekolah menengah kita harus ada pelajaran menjaga rumah. Para putra dan putri harus membaca mata pelajaran ini. Sangat banyak para ibu yang ingin menjaga rumah dengan baik namun mereka tidak mengetahui metodenya. Sungguh saya setuju baik dalam pendidikan tingkat menengah hingga mungkin dalam jurusan-jurusan Universitas didirikan suatu jurusan dimana para pemuda -baik putra maupun putri- bisa menjadi ahli dalam hal tersebut. Sebelumnya juga telah saya katakan, sangat bagus setiap perempuan dan pria, putra dan putri sebelum menikah melewati kursus sebulan atau dua bulan dalam bidang persoalan-persoalan menjaga rumah, suami istri dan semua kajian-kajian yang diperlukan sehingga perselisihan-perselisihan menjadi sedikit, dan kemampuan-kemampuan serta potensi-potensi juga bisa digunakan dengan sebaik mungkin.

Para perempuan harus memperhatikan standar-standar dalam memilih pekerjaan dalam rumah atau di luar rumah dan harus mengetahui keadaan dirinya, misalnya hingga di dalam rumahpun juga tidak maslahat bila para perempuan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berat atau pekerjaan-pekerjaan yang kotor. Ketetapan-ketetapan pelayanan negara juga harus menjaga sisi-sisi ini, dimana memperhatikan fasilitas-fasilitas bagi para perempuan dan supaya lebih banyak sesuai dengan kemaslahatan-kemaslahatan perempuan dan keluarga. Sebagian para perempuan cenderung kepada jurusan-jurusan dan pekerjaan-pekerjaan yang berat. Dan jika dikatakan bahwa bekerja seperti ini tidak maslahat untuk kalian, mereka menafsirkan sebagai bentuk penghinaan terhadap diri mereka. Mungkin kondisi ini adalah reaksi yang berlebihan sebagian batasan-batasan yang ada sebelumnya bagi para perempuan yang menyebabkan sebagian menganggap bahwa melakukan pekerjaan-pekerjaan yang kebanyakan sesuai dengan para pria adalah bernilai bagi diri mereka.

Namun batasan yang kita miliki bukan meremehkan dan mengecilkan perempuan dan bukan pula kita menganggap bahwa perempuan adalah eksistensi yang kurang dan lemah. Tetapi maksudnya adalah sebagian pekerjaan-pekerjaan lebih sesuai dengan penciptaan khusus perempuan. Apabila seorang perempuan siap menanggung segala kesulitan misalnya menjadi mekanik mobil-mobil berat, maka keputusan di tangannya, yang pasti tidak haram namun pekerjaan-pekerjaan yang lebih baik juga ada yang bisa dia lakukan dan sebagian besar pekerjaan-pekerjaan tersebut sesuai dengan kemaslahatan dirinya dan bangsa. Namun realitasnya para perempuan pada zaman dahulu sangat dibatasi dan mereka mencegah para perempuan dari pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan kondisi mereka. Suatu reaksi muncul dari para perempuan. Dan sebagian mengatakan bahwa sekarang sudah seperti ini maka kita harus melakukan pekerjaan-pekerjaan ini sehingga para pria melihat bahwa pekerjaan-pekerjaan ini juga dibuat untuk kita.

Untuk mengatasi persoalan ini:

Pertama: kita harus memperhitungkan nilai pekerjaan-pekerjaan para perempuan yang sesungguhnya. Diantaranya misalnya untuk pekerjaan menjaga rumah harus dilakukan secara menyeluruh sebagai suatu pekerjaan budaya. Menjaga rumah harus dimotivasi, diagungkan dan dihormati.

Kedua: seperti yang telah kami jelaskan bahwa para lelaki harus menghargai pekerjaan para perempuan dan secara praktis menganggapnya bersama dalam pemasukan-pemasukan material dan menjadikan bagian mereka dalam otoritasnya sehingga para perempuan merasakan kepribadian dan keamanan.

Berkenaan dengan pengaruh pekerjaan-pekerjaan yang tidak sesuai terhadap jiwa para perempuan harus saya katakan: Bagi seorang perempuan adalah sulit dalam kondisi-kondisi pekerjaan yang kering dengan kelembutan serta ketentraman yang harus dilakukan di dalam rumah dan dalam mendidik anak. Pekerjaan-pekerjaan yang banyak kekusutan di dalamnya lebih baik ditanggung oleh para pria, karena mereka biasanya dalam hal ini lebih tahan. Apabila setiap dari mereka mengambil suatu sisi pekerjaan yang sesuai dengan emosi dan kekhususan-kekhususan dirinya, maka pada hakekatnya pekerjaa-pekerjaan yang besar akan dilakukan dengan keikutsertaan dan bantuan keduanya yaitu mereka membantu dalam mengatur bangsa namun para perempuan dengan suatu bentuk dan para pria dengan bentuk yang lain. Jika fasilitas-fatilitas yang lengkap disediakan untuk para perempuan dalam jurusan-jurusan yang sesuai dengan diri mereka dan kita memotivasi mereka supaya independen dalam jurusan-jurusan teresebut, ini untuk mengokohkan identitas mereka yang lebih baik dari pada melakukan pekerjaan-pekerjaan yang pada akhirnya tidak menguntungkan mereka. Walaupun berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan tersebut kita tidak melarangnya namun kita juga tidak perlu motivasi. Apabila kita menghargai dan berterima kasih atas pekerjaan-pekerjaan positif para perempuan dan kita memberikan nilai kepada mereka, maka mereka sendiri akan berfikir seperti ini. Misalnya para perempuan dalam pekerjaan-pekerjaan politik seperti perwakilan majelis bisa berperan dengan baik. Mereka bisa masuk dalam pekerjaan-pekerjaan kebudayaan dan berpengaruh, kendatipun dalam urusan-urusan kebudayaan terdapat pekerjaan-pekerjaan yang menurut hemat saya tidak menuntut kemaslahatan dimana mereka banyak cenderung ke arah sana.

 

Bagaimana para perempuan bisa beraktifitas dalam kancah-kancah seni?

Jawaban: Pekerjaan-pekerjaan seni secara keseluruhan dibuat untuk perempuan dan mereka mempunyai kemampuan, namun pekerjaan-pekerjaan ini juga bermacam-macam. Sebagian jurusan tidak ada masalah misalnya melukis, kaligrafi, menulis dan lain-lain. Namun ada pekerjaan-pekerjaan yang terkadang menimbulkan persoalan bagi para perempuan seperti bintang film dan hadirnya para perempuan di sebagian peran-peran theater-theater dan nampaknya mereka dengan bentuk ini di depan mata jutaan orang yang terkadang membahayakan kekokohan kehidupan rumah tangga mereka. Saya banyak melihat kehidupan individu-individu seperti ini berakhir dengan perceraian. Kadang-kadang sebagian para seniman menghubungi saya dan mereka mengatakan permasalahan-permasalahan seperti ini. Disini saya menyarankan kepada para perempuan bahwa walaupun suami mereka juga menyetujui aktifitas-aktifitas kesenian mereka, namun pada saat yang sama mereka harus betul-betul menjaga sisi-sisi jiwa suaminya. Dan disaat mereka tampak di theater maka mereka harus menerima pekerjaan-pekerjaan yang tidak menimbulkan daya tarik kepada seseorang karena apabila sang suami tidak rela, maka akibat pekerjaan ini, suatu kehidupan akan menjadi rusak dan anak-anak akan menetap tanpa seorang ibu. Apapun adanya, dalam persoalan-persoalan kesenian dan kebudayaan harus lebih diperhatikan dimana keberadaan para perempuan digunakan dan juga hendaknya tidak timbul persoalan-persoalan moral, sosial dan keluarga.

Di era kita, kecenderungan terhadap aktifitas-aktifitas kesenian khususnya perfilman (sebagai bintang film) diantara para pemuda -khususnya para putri- kian banyak. Yaitu bisa dikatakan diantara pekerjaan-pekerjaan dan jurusan-jurusan yang sangat digemari dan memiliki banyak fans-fans. Dari sisi lain, dengan sebab-sebab poin kerusakan moral yang terdapat dalam jurusan-jurusan ini dan terkadang mempengaruhi lingkungan pekerjaan, maka sewajarnya bila orang-orang yang berpegang teguh dan agamis memandangnya dengan pandangan keraguan dan sedikit yang mengarah kesana dan ini juga mengakibatkan arena aktifitas-aktifitas kesenian dan kebudayaan kosong dari individu-individu yang berpegang teguh. Ini merupakan dilema dimana kita pada saat ini dan dengan kondisi ini tidak bisa begitu sukses dalam kancah pertukaran budaya dengan orang-orang asing. Kita memerlukan film dan bioskop serta televisi. Dan terlepas kita sebagai muslim, kita harus mempertahankan unsur-unsur positif kebudayan kita. Sangat banyak hal-hal yang telah dilemahkan di barat. Kecemburuan merupakan satu nilai kemanusiaan. Kita harus melakukan disamping memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan segala keperluan, kita juga harus menjaga nilai-nilai kita. Menjaga norma-nomra sangat berpengaruh. Andaikan misalnya seorang perempuan harus berperan dalam film, menjaga norman-norma menyebabkan daya tarik yang lebih sedikit. Apabila misalnya persoalan-persoalan akhlak dan hijab dijaga maka tidak menyebabkan bahan tertawaan, jika dia betul-betul menjaga persoalan-persoalan muhrim dan non muhrim maka jelas kehadiran seperti ini tidak akan menjadi bencana dan tidak akan menimbulkan akibat-akibat negatif dalam masyarakat dan dalam keluarga. Apabila mereka menjaga batasan-batasan dari sisi akhlak maka akan menguntungkan para pemain film dan juga masyarakat. Hendaknya para seniman tidak berfikir bahwa sesuatu yang mereka jadikan tujuan dalam hati mereka, para penonton juga hanya mengambil hal itu. Penonton mengambil lebih dari itu, yaitu mengambil semua sesuatu pertunjukan ini. Satu prilaku yang rasional dan sopan tanpa adanya cela perempuan dan pria bintang film akan memberikan pelajaran bagi putra dan putri yang menonton pertunjukan itu dimana kalian juga melakukan perbuatan seperti ini dan pergerakan ringan dan tidak sopan yang dimiliki perempuan dan pria (bintang film) maka memberikan contoh seperti ini juga kepada masyarakat.

Oleh karena itu, kita yang ingin mengeluarkan budaya kita dan mempengaruhi orang lain, maka kita harus mengetahui bahwa pembuatan   film dan perfilman adalah persoalan yang sangat pelik, sangat  lebih pelik dari apa yang kita pikirkan. Terkadang para seniman kurang memperhatikan terhadap poin-poin ini dan mereka lebih menginginkan pekerjaan mereka menarik bagi penonton sementara bila mereka menjaga hal-hal ini, maka mereka sangat bisa membantu persoalan-persoalan moral bangsa.

Sewajarnya kita dalam film-film memerlukan peran-peran negatif (jahat) dan menjaga standar-standar moral dan fikih mengikat tangan seniman dalam mempertunjukkan peran-peran yang diinginkan. Seorang bintang film terpaksa mematuhi pertunjukan-pertunjukkan yang sama sekali tidak mempunyai keselarasan dengan ciri-ciri kepribadian yang diinginkannya. Misalnya terkadang mereka memperagakan model yang menyimpang dan melakukan peran-peran yang gemetar yang ringan  dengan cadar dan terkadang sebaliknya melakukan peran-peran yang berat dan menarik.

Bagaimanapun juga, sepertinya persoalan ini menuntut perhatian khusus dan metode pelaksanaan-pelaksanaan praktis harus dilihat terus menerus.

Berkenaan dengan ini, saran saya adalah sebisa mungkin mereka mempertunjukkan/memperagakan sisi-sisi positif (baik) karena sisi-sisi negatif (jahat) mau tidak mau berpengaruh walaupun tujuan pembuatan film adalah mengkritik pola-pola negatif dengan media ini. Tetapi sejumlah para penonton mencontoh poin-poin negatif sendiri. Sebagian sama sekali sisi pendidikannya dengan cara disaat seseorang dalam film misalnya, memakai dan berkata dengan kata-kata yang jelek. Maka mereka akan belajar kata-kata seperti ini, mengikuti dan mencontoh seperti ini kendatipun maksud kalian mengkritik perbuatan ini. Apabila kalian memperagakan dua wajah positif (baik) dan negatif (jahat) maka sekelompok orang cenderung kepada individu yang baik dan menjadikannya sebagai contoh bagi dirinya dan sekelompok orang yang tentunya mengikuti contoh negatif (jahat) yaitu individu yang ingin kita kutuk. Oleh sebab sebab itu , saya menyarankan supaya sisi-sisi negatif dilakukan dalam batasan darurat.

 

Apa pandangan anda berkenaan dengan aktivitas-aktivitas politik para perempuan?

Jawaban: Hadirnya para perempuan dalam kancah aktivitas-aktivitas politik bisa menjadi peran penentu.

Apabila para perempuan berkumpul, maka mereka sangat berpengaruh dalam mengambil keputusan. Dalam demonstrasi-demonstrasi era revolusi dan juga dalam kancah-kancah lainnya setelah revolusi diantaranya peperangan, pemilihan umum, para perempuan menetapkan bahwa dalam sebagain kancah sangat berpengaruh dan meletakkan pengaruh yang sempurna, disaat kita melihat suara para pemilih, kita mendapati para perempuanbersatu dan hadir secara khusus dimana hasil-hasil ini diperoleh dan ini sangat penting. Para perempuan bisa mempunyai peran pembantu dalam pemilihan presiden. Sungguh mereka  bisa melantik presiden selain yang dikehendaki oleh para lelaki. Janganlah   kalian menganggap kecil hal ini. Dalam perwakilan majelis syuro Islam juga tidak masalah para perempuan lebih banyak hadir. Sampai saat ini hadirnya para perempuan dalam kursi perwakilan adalah bagus. Namun harus dilihat sejauh mana mereka beraktivitas. Para perempuan juga memasukkan para wakilnya yang bisa beropini, berpengaruh dan aktif maka sangat menarik, karena dalam kancah majelis tidak semua para wakil yang  aktif tetapi minoritas yang aktif dan jika para perempuan bisa memperbanyak minoritas ini dengan mengirim para perempuan yang aktif dan mempunyai pemikiran yang bagus, maka pekerjaan ini sangat berpengaruh dalam membela hak-haknya. Kendatipun sekarang sebagian para lelaki juga sangat membela hak para perempuan, sampai melebihi diri mereka sendiri.

Persoalan lain adalah organisasi para perempuan. Memiliki organisasi adalah sesuatu yang bagus, karena ketika mereka sudah terorganisasi, maka mereka akan bekerja dengan lebih baik, khususnya jika mereka memperluas organisasi-organisasinya diseluruh negeri. Mereka bisa memilih dan memperkenalkan calon-calon yang lebih baik dari para wakil rakyat. Ini juga sangat berpengaruh. Dan para lelaki juga bisa lebih memperhitungkan  mereka. Saya yakin bahwa organisasi-organisasi para perempuan harus sangat diperhitungkan.

Pertama: Hendaknya tidak hanya untuk golongan dan jenis tertentu yang hanya memikirkan diri mereka dan membela diri mereka sendiri. Karena jika hanya demikian maka menciptakan batasan.

Kedua: Organisasi para perempuan disamping melindungi kemaslahatan para perempuan yang sesungguhnya, mereka harus ikut campur dalam asas negara.

Para perempuan harus mengetahui siapa yang mereka pilih dan harus memperhatikan secara seksama semua persoalan-persoalan ekonomi, budaya, agama negara. Apabila para perempuan tidak terbatas pada diri mereka, dan bekerja untuk semua komunitas, untuk Iran maka mereka akan memperoleh pengaruh yang lebih banyak dan organisasi yang  mereka pilih menyebabkan mereka menemukan kekuatan dan para lelaki akan lebih memperhitungkannya juga.

Apakah para perempuan juga bisa memangku jabatan pengadilan dan kepemimpinan (pemerintah)?

Jawaban: Dua persoalan pengadilan dan pemerintahan (perempuan sebagai kepala pemerintahan) dan semisalnya adalah persoalan-persoalan fikih yang dibahas  dan dikaji dalam kitab-kitab fikih. Para ahli fikih juga mempunyai pendapat yang berbeda-beda berkenaan dengan persoalan ini. Sebagian memperbolehkan, sebagian mengharamkan dan sebagian menganggapnya makruh. Hal-hal ini adalah persoalan-persolan yang diperselisihkan.

Pertama: kita harus memperhatikan poin ini bahwa topik ini adalah persoalan taklid. Budaya kita adalah budaya fikih dan taqlid. Kita dalam persoalan-persoalan yang berkaitan dengan taqlid, harus menuju kepada Marâji’ Taqlid.

Dan pada akhirnya, mereka yang akan menjawab dengan jawaban yang pasti. Oleh karena itu, dalam satu pidato atau majalah diperbincangkan bahwa hal ini boleh atau tidak, akan menyebabkan kondisi kebingungan bagi masyarakat. Pada akhirnya setiap sesuatu mempunyai pakar (ahli) dan pakar persoalan-persoalan ini adalah Fukaha (para ahli Fikih).

Kedua: Saran saya kepada Fukaha adalah kondisi zaman sekarang berbeda dengan dahulu. Muncul perubahan-perubahan mendasar. Iran tidak  berpisah dengan semua negara-negara. Para perempuan tidak berpisah dengan masyarakat. Kita tidak bisa lagi mengatur para perempuan seperti zaman-zaman terdahulu. Para individu masyarakat kita melalui media massa mengenal kondisi dan pemikiran orang-orang di dunia. Dan permintaan-permintaan mereka kian bertambah.

Kami mengharapkan dari Fukaha ‘Idhâm dengan pandangan dunia dan kelapangan  dada untuk mengkaji persoalan-persoalan yang berhubungan dengan para perempuan dan menjelaskan Taklif (tugas) persoalan-persoalan ini berdasarkan sumber-sumber fikih yang solid sehingga tidak perlu kepada pandangan para individu yang tidak bertanggung jawab. Dan terkadang individu yang tidak baik. Yang pasti, para cendekiawan lain juga jika mengetahui prinsip-prinsip fikih dan menjaganya, mereka bisa mengkaji dalam persoalan-persoalan ini, mungkin kajian-kajian ini juga bermanfaat bagi Fukaha dan Marâji’ Taqlid dan dalam model Ijtihad mereka juga akan berpengaruh. Namun bagaimanapun juga Marâji’ Taqlid harus mengatakan ucapan final dan kesucian budaya marja’iyyah Taqlid dalam persoalan-persoalan fikih tidak boleh dihancurkan.

 

103)            Q.S. Al-Baqarah (2): 31
104)            Al-Baqarah (2): 34
105)            Ibid (2): 35
106)            Q.S. Al-Hujurat (49): 13
107)            Q.S. Al-Nahl (16): 97
108)            Ibid
109)            Q.S. Ali Imran (3): 195
110)            Q.S. Ali Imran (3): 42
111)            Q.S. Al-Tahrim (66): 11
112)            Q.S. Al-Zumar (39): 9
113)            Q.S. Mujaâdlah (58): 11
114)            Q.S. Al-Haj (22): 46
115)            Q.S. Yunus (10): 100
116)            Q.S. Al-Jâsyiyah (45): 13
117)            Al-Kâfî: Juz 5 Halaman 516
118)            Bihâr Al-Anwâr: juz 100 hal: 250
119)            Bihâr Al-Anwâr: Juz 103 Hal. 254